Pj Gubernur Sebut Sulsel “Bangkrut’ Rp1,5 T di Era Kepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman

241
Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin
ADVERTISEMENT

MAKASSAR–Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengungkap Pemprov Sulsel mengalami defisit anggaran senilai Rp 1,5 triliun tahun 2023 pascakepemimpinan Andi Sudirman Sulaiman (ASS). Kondisi ini disebut Bahtiar membuat Pemprov Sulsel mengalami kebangkrutan.

Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Bahtiar saat pidato pengantar nota keuangan dan rancangan peraturan daerah Sulsel tentang APBD 2024 dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10). Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri ini prihatin akan situasi tersebut.

ADVERTISEMENT

“Hari ini saya harus terbuka ke semua yang terhormat semua pimpinan dan anggota DPRD yang ada, kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut. Saya ini pemimpin nahkoda, kapal Sulsel sudah tenggelam,” ujar Bahtiar dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel, Rabu (11/10/2023).

Dilansir dari Detik.com, Kamis (12/10/2023), Bahtiar yang baru menjalankan roda pemerintahan di Pemprov Sulsel selama 37 hari mengaku dalam posisi sulit akibat warisan defisit APBD Rp 1,5 T dari Andi Sudirman. Namun dia menegaskan akan berupaya mengatasi persoalan itu meski baru saja mengambil alih kepemimpinan pemerintahan.

ADVERTISEMENT

“Sebagai orang Bugis Makassar ketika saya mengambil tanggungjawab saya tidak akan lari dari tanggungjawab maka saya akan ambil upaya penyelamatan,” ujarnya.

Bahtiar menjelaskan defisit terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun. Perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.

“Berarti perencanaan keliru bertahun-tahun kan. Program lama itu perencanaan di langit uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) yah defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp 8,5 T kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya,” sebut Bahtiar.

Bahtiar lantas menyebut penyebab anggarannya tidak ada karena yang diklaim termasuk dana bagi hasil daerah (DBH) untuk kabupaten/kota. Selanjutnya defisit juga disebabkan utang DBH yang menumpuk berdasarkan temuan BPK.

“Kenapa tidak ada duitnya? Satu, uangnya orang (daerah) yang kau (provinsi) klaim jadi duitmu, Rp 850 miliar DBH kabupaten/kota, kan begitu. Kemudian ada utang dari tahun lalu sudah audit BPK, ini harus diluruskan,” jelasnya.

Dia mencontohkan, dalam APBD dituliskan misalnya ada pendapatan Rp 500 miliar. Kemudian OPD membuat program yang bersumber dari dana itu, ternyata anggaran itu bukan milik Pemprov Sulsel.

“Misalnya ditulis akan ada pendapatan Rp 500 miliar diubah jadi program di PU atau Dinas Pendidikan kan nanti buat lelang, kegiatan segala macam, ini jelas-jelas yang tidak ada uangnya yang bayar siapa,” jelasnya.

Lanjut Bahtiar defisit ini dominan disebabkan DBH yang Rp 850 miliar harus yang harus dibayarkan ke kabupaten/kota. Sisanya merupakan temuan BPK tahun lalu soal DBH yang belum dibayarkan sampai saat ini.

“DBH yang haknya untuk kabupaten kota, yang porsi terbesarnya di situ. Maka caranya menyelamatkan kabupaten ini, hentikan semua program. Anak-anak (OPD Pemprov) tidak usah belanja lagi, kenapa kita mau belanja (sementara) masih ada utang,” jelasnya.

Dia menganalogikan APBD ini seperti halnya mengelola keuangan rumah tangga. Intinya lanjut Bahtiar, pengeluaran lebih besar ketimbang pemasukan.

“Ini uang ta’ 10 kita belanja lah tidak lebih 10, paling tidak kita ada saving. Kalau uang ta’ 10 tetapi belanja 15 itulah dimaksudnya kekurangan 5 berarti. Itulah yang dilakukan selama ini, numpuk sekarang,” pungkasnya. (***)

ADVERTISEMENT