JAKARTA–Mahalnya harga kedelai, bahan baku pembuatan tahu tempe, membuat produksi penganan rakyat itu jadi kian langka saja di pasaran.
Kementerian Perdagangan ikut angkat bicara mengenai lonjakan harga kedelai, di mana kenaikan harga ini membuat pengrajin tahu dan tempe melakukan mogok massal.
Adapun harga kedelai impor saat ini tercatat Rp 9.200 hingga Rp 10.000 per kilogram (kg). Padahal, harga kedelai sebelumnya berkisar Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kg.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Syailendra mengatakan, kenaikan harga kedelai ini bukan karena stok yang menipis. Sebab, stok kedelai untuk industri tahu dan tempe masih sangat mencukupi.
“Kami sudah cek ke pengrajin tahu tempe dan stok masih mencukupi untuk dua atau tiga bulan ke depan,” ujarnya dikutip Koran Seruya dari CNBC Indonesia, Minggu (03/01/2021) kemarin.
Menurutnya, yang membuat harga kedelai mahal adalah faktor global di mana harga kedelai di tingkat global juga mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada harga kedelai impor ke Indonesia.
“Jadi stok memang aman, kita pastikan dan kita sudah cek. Jadi, stok itu ada tapi harga merangkak naik dan bahkan sudah dari Juli dan kemarin (Desember) penyesuaian lagi,” jelasnya.
Lanjutnya, penyesuaian harga untuk tahu dan tempe pun harus dilakukan mau tidak mau. Sebab, jika harga tetap normal, maka akan memberatkan pengrajin karena harga bahan bakunya naik.
“Kondisi di dunia segitu harganya. Harga (kedelai) penyesuaian, maka otomatis akan ada kenaikan (harga) tahu dan tempe. Jadi ini murni karena harga bahan baku dunia yang naik. Stok aman kita jamin,” tegasnya.
Selain itu, Kemendag mencatat faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia adalah lonjakan permintaan kedelai dari China kepada AS selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Sementara itu, kelangkaan kedelai, membuat stok tahu tempe di kota Palopo ikut menjadi langka. Mama Arka, salah satu warga Surutanga, Wara Timur mengaku hari ini penjual sayur yang biasa menjual tahu tempe di depan rumahnya sudah tidak lagi menjual.
“Saya tunggu dari tadi tidak muncul-muncul, biasanya pagi-pagi jam 8 atau jam 9 sudah lewat naik motor jualan di sekitar kompleks sini. Tapi tetangga juga cerita kalau di Jawa harga mahal jadi mungkin kita stop dulu makan tahu tempe,” keluhnya.
Kedelai Mahal Diduga karena China Borong Produksi AS
Para perajin tahu dan tempe di DKI Jakarta tengah mengeluhkan kenaikan harga kedelai yang terlalu tinggi. Sebab, hal ini berdampak pada bisnis tahu dan tempe mereka yang bergantung pada bahan baku kedelai.
Melansir CNN Indonesia, Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin mengungkapkan alasan di balik mahalnya harga kedelai akhir-akhir ini. Menurut dia, kenaikan harga terjadi karena mengikuti harga pasar internasional.
Sebab, sekitar 80 persen lebih kebutuhan kedelai di Indonesia ditutup oleh impor dari Amerika Serikat, Brasil, dan beberapa negara lainnya. Sementara kurang dari 20 persen dipenuhi oleh produksi lokal.
Hal ini membuat harga kedelai impor di dalam negeri sangat bergantung pada pergerakan harga kedelai di pasar internasional. Lebih lanjut, Aip mengatakan kenaikan harga kedelai di pasar dunia terjadi karena China memborong produksi kedelai AS.
“Pembeli terbesar kedelai di dunia adalah China, yakni sekitar 70 juta ton per tahun. Negara produsen semua jual ke China karena mereka beli yang grade-nya bagus,” kata Aip, Sabtu (2/1).
Aip menduga permintaan kedelai dari China meningkat karena ketegangan hubungan dagang antara AS dan negeri tirai bambu itu mulai mereda. Hal ini membuat China kembali memborong produk-produk kedelai dari negeri Paman Sam.
“Beda dengan saat perang dagang, pembelian berkurang, jadi stok melimpah dan harga murah. Sekarang stok sedikit,” tuturnya.
Atas kondisi ini, Gakoptindo mengusulkan kepada Kementerian Pertanian agar meningkatkan produk kedelai dalam negeri. Sebab, hampir semua kedelai untuk bahan baku tahu dan tempe diimpor pada saat ini.
Pada 2019, misalnya, Indonesia mengimpor 2,63 ton kedelai untuk tahu dan tempe. Sedangkan kedelai lokal hanya sekitar 400-500 ribu ton.
Hal ini membuat pengusaha tahu dan tempe Indonesia rentan terdampak fluktuasi harga kedelai.
“Kami sudah minta ke Kementan untuk jangka panjang tingkat produksi. Ini lah momentumnya. Karena kalau kedelai impor naik tinggi pasti produsen lebih memilih kedelai lokal daripada impor,” ucapnya.
Lebih lanjut, para pengusaha tahu dan tempe pun menggelar aksi mogok produksi atas tingginya harga kedelai saat ini. Aksi mogok produksi dilakukan pada 1-3 Januari 2021.
(*/iys)