PALOPO – Ribuan ayam milik warga di Kota Palopo mati secara tiba-tiba. Matinya ribuan unggas secara mendadak ini diduga karena avian influenza atau flu burung.
Data itu didapatkan dari Dinas pertanian, peternakan, dan perkebunan Kota Palopo mulai dari bulan Februari hingga Juni 2021. Namun, untuk memastikan hal tersebut perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan masyarakat veteriner, Dinas pertanian, peternakan, dan perkebunan Palopo, drh Burhanuddin mengatakan pihaknya telah menerima laporan matinya unggas milik warga secara mendadak sejak Februari lalu.
“Untuk memastikan apakah flu burung atau bukan, harus ada pemeriksaan lebih mendalam. Kasus pertama ayam warga mati secara mendadak terjadi di Pattene. Kemarin kami menerima laporan serupa di Kelurahan Surutanga. Tadi di Kelurahan Lagaligo,” urai drh Burhanuddin saat di temui di ruang kerjanya.
“Jika dihitung-hitung, sudah ada ribuan unggas milik warga yang mati,” sambungnya.
Burhanuddin juga menjelaskan ciri-ciri unggas yang terpapar flu burung ditandai dengan jengger dan vial ayam berwana hitam kebiruan. Tingkat kematian flu burung sendiri mencapai 100 persen.
“Flu burung masuk dalam golongan penyakit zoonosis atau penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia. Untuk unggas, tingkat kematiannya mencapai 100 persen,” jelasnya.
Tapi masyarakat diminta untuk tidak khawatir. Sebab, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah flu burung menjangkit unggas atau ternak mereka.
Langkah pencegahannya ialah vaksinasi unggas secara rutin, lakukan program bio sekuriti atau penyemprotan disinfektan di kandang atau di lingkungan tempat pemeliharaan.
“Kalau ada wabah, penyemprotan 2-3 kali selama seminggu. Untuk pencegahan, penyemprotan dilakukan 2-3 perminggu peyemprotan. Jika ada ayam yang mati, segera kubur atau bakar, jangan dibuang di sungai atau tempat sampah,” jelasnya.
Selain flu burung, penyakit yang dapat menyebabkan ayam mati mendadak ialah
Newcastle disease atau ND. Penyakit ini termasuk dalam penyakit klasik. Newcastle disease disebabkan oleh virus yang tergolong genus Avian Paramyxovirus dan family Paramyxoviridae.
“Tingkat kematian ND terhadap unggas mencapai 90-100 persen. Jenis penyakit ini dapat menyebabkan ayam mati tiba-tiba, lumpuh, dan leher terpelintir atau tertikolis,” ujarnya.
Drh Burhanuddin mengimbau masyarakat agar segera melaporkan ke dinas pertanian, peternakan, dan perkebunan jika mendapat kasus kematian unggas secara tiba-tiba. Sebab, dengan melapor, pihaknya dapat segera melakukan tindakan pencegahan agar penyakit itu tidak meluas.
“Jika ada ayam yang sakit, bisa langsung disembelih. Itu aman dikonsumsi selama dimasak dengan sempurna,” pungkasnya.
Flu burung pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 di Italia. Awalnya, penyakit ini disangka sebagai kolera unggas bentuk akut dan septisemik. Virusnya sendiri belum diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai virus influenza hingga 1955. Sebelum dikenal sebagai flu burung, penyakit ini diberi nama fowl plague.
Pada Simposium Internasional Flu Burung yang pertama pada tahun 1981, istilah HPAI mulai digunakan menggantikan fowl plague untuk menggambarkan bentuk flu burung yang sangat virulen. Istilah LPAI mulai digunakan pada tahun 2002 pada simposium yang kelima.
Virus flu burung ditemukan di seluruh dunia dengan laporan isolasi dari benua Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Eropa. Bukti serologis infeksi pada penguin di Antarktika juga telah ditemukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sejumlah kasus flu burung pada manusia. Manusia dapat terinfeksi flu burung (influenza A virus) subtipe H5N1, H7N9, dan H9N2. Infeksi flu burung pada manusia pertama kali ditemukan di Hong Kong pada tahun 1997 dengan jumlah kasus 18 orang dan 6 di antaranya meninggal dunia. Temuan infeksi pada manusia selanjutnya dilaporkan di Tiongkok, Vietnam, Thailand, Kamboja, lalu Indonesia.
Di Indonesia sendiri, kasus infeksi virus flu burung H5N1 pada manusia pertama kali muncul pada tahun 2005. Menurut data yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ada 200 laporan kasus dengan 168 kematian hingga tahun 2018. Perlu diketahui, gejala flu burung mirip dengan gejala Covid-19. (har/sya/liq)