Makassar – Demokrasi alam bentuk pemilihan tentu menguras energi sosial, semisal bertetangga beda pilihan dalam sebuah Pilkada tentunya mempengaruhi psikologi bertetangga.
Bukan hanya energi sosial tetapi membutuhkan pengorbanan oleh pihak yang menjadi Pasangan Calon. Pengorbanan dapat berupa mencurahkan banyak waktu berinteraksi dengan pemilih ketimbang waktu untuk keluarga.
Tidak sampai disitu, realistis soal pendanaan tentunya akan bertumpu pada kesiapan kandidat melakukam persiapan mengcover biaya-biaya yang dibutuhkan selama proses Pilkada, minimal operasional tim sukses yang walaupun ada yang mampu membiayai diri sendiri tetapi ada juga yang butuh topangan biaya tentunya dari kandidat, sebagai salah satu tolak ukur kesiapan memegang dan melaksanakan amanah.
Hal itu memancing tanggapan Warga Luwu Raya Hasrul, Ketua SAPMA PP Kota Makassar. “Jadi kalau misalkan NH – AZIZ, dari misinya membangun kampung itu sangat mulia dan dibutuhkan oleh Warga Sul-Sel saat ini, untuk mewujudkan misi mulia itu pasti tim dan relawan butuhkan dana bergerak demi tercapainya kepentingan warga yakni kampungnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian sebaliknya kondisi kompetitor, pasti pakai uang beli ini dan itu, sewa ini dan itu”, beber Arul, sapaan akrabnya.
“Jadi berhentilah pihak-pihak yang sok suci tanpa uang ingin memenangkan Pilgub Sul-Sel ini, apalagi sampai saling mengorek sumber dana. Kami warga menyaksikan langsung semua kegiatan kampanye kandidat yang tetap butuh bensin, makan, minum, rokok, dan rental mobil. Semuanya itu memang bisa dibayar pakai daun mangga”, tukas Arul.
“Ini penting kami sikapi demi tujuan kami mewujudkan harmonisasi di Pilgub Sul-Sel sekaligus memastikan niatan NH – AZIZ membangun kampung kami terwujud”, tutup Arul. (*)