PALOPO–Gerhana matahari cincin (GMC) menyapa sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk sebagian wilayah di Luwu Raya, Kamis (26/12/2019).
Di Palopo, gerhana matahari juga bisa disaksikan warga meski tidak sempurna seperti di daerah lainnya yang dilintasi GMC.
Sebagian warga bahkan mengabadikan fenomena alam ini melalui ponselnya. Ada juga yang menyiarkan live melalui akun facebooknya. Sejak pukul 13:30 Wita hingga pukul 14:30 Wita, suasana langit Kota Palopo seperti sedang mendung, meski matahari terbit di atas langit.
Ajudan Walikota Palopo, Rusli, ikut mengabadikan GMC yang terbilang kejadian langka ini, di Kantor Walikota Palopo. Banyak juga PNS di beberapa instansi keluar dari ruangan kantornya, saat suasana ‘mendung’ mulai terasa di kota ‘Idaman’ ini.
Salah seorang pekerja bengkel di Jalan Kelapa, Kota Palopo, ikut penasaran ketika matahari terlihat redup diatas langit Palopo. Dengan menggunakan pecahan kaca warna hitam, dia mencoba melihat matahari yang tengah terselimuti ‘cincin’, meski tidak dalam kondisi sempurna.
Hal yang sama dilakukan Feni Febrianti, warga Kelurahan Benteng, Kecamatan Benteng, Kota Palopo. Dia mengaku penasaran ingin melihat GMC. Melalui ponselnya, dia menyiarkan live fenomena alam ini. “Kayak suasananya mau magrib, meski baru pukul 14:30 Wita,” kata Feni.
Walikota Palopo, HM Judas Amir ikut berkomentar mengenai GMC yang terjadi siang kemarin. Menurut dia, fenomena gerhana matahari cincin merupakan sesuatu yang sangat luar biasa. Apalagi kemunculannya sangat langka, dan tidak semua daerah bisa mendapatkannya.
“Kita di Palopo ini tidak melihat sempurna kejadian langka ini, karena Palopo tidak termasuk daerah yang dilintasi. Tapi dampaknya tetap bisa dirasakan masyarakat, seperti suasana mendung,” ujar Judas Amir.
Untuk diketahui, sesuai catatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), GMC pernah terjadi di Indonesia pada 22 Agustus 1998, lalu terjadi lagi setelah 11 tahun kemudian, tepatnya pada 26 Januari 2009. Menurut Fenomena alam itu melintas kembali di langit Indonesia setahun berikutnya, yakni pada 26 Desember 2010, sebelum akhirnya muncul kembali 26 Desember 2019 ini.
Gerhana Matahari Cincin terjadi ketika Bulan berada segaris dengan Bumi dan Matahari, serta Bulan berada pada titik terjauh dengan Bumi. Hal inilah yang menyebabkan piringan Bulan akan terlihat lebih kecil daripada Matahari, dan tidak akan menutupi piringan Matahari sepenuhnya.
GMC kali ini juga menjadi fenomena gerhana terakhir di tahun 2019. Adapun waktu mulai GMC paling awal terjadi di Sabang, Aceh, pada pukul 10.03 WIB. Sedangkan kota yang waktu mulai gerhananya paling terakhir adalah Merauke, Papua, pada pukul 14.37 WIT.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaludin, mengatakan bahwa Gerhana Matahari Cincin berikutnya akan terjadi lagi di Indonesia 12 tahun kemudian. Tepatnya, 21 Mei 2031.
Thomas menegaskan, GMC tidak akan berdampak apa-apa terhadap Bumi dan Manusia. Ia berbeda dengan Gerhana Matahari Total (GMT) yang membuat wilayah terdampak menjadi gelap. “Untuk Gerhana Matahari Cincin, kegelapannya tidak segelap gerhana matahari total, jadi tidak mempengaruhi perilaku hewan,” jelasnya.
Gerhana Matahari Total akan membuat sejumlah hewan atau tumbuhan terpengaruh, karena mereka mengira siang telah berganti jadi malam. Bagi hewan yang keluar di malam hari, misalnya, Gerhana Matahari Total di siang hari bisa jadi membuat mereka keluar dari sarang karena mengira malam telah datang. Seketika setelah gerhana berakhir dan langit kembali cerah, hewan-hewan ini bingung dan mengira malam cepat sekali berlalu.
Bagi masyarakat yang antusias menyambut fenomena gerhana matahari, Thomas mengingatkan agar tetap memakai kacamata anti ultra violet. “Mata punya mekanisme refleks terpejam kalau terlalu silau. Untuk bisa melihat matahari secara aman dan nyaman, gunakanlah kacamata matahari,” pungkasnya. (*/tari)