LUTIM – Dit Reskrimsus Polda Sulawesi Selatan saat ini tengah menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dugaan korupsi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Luwu Timur.
Kegiatan PSR ini ditangani oleh Koperasi Agro Mandiri Utama (KAMU) dengan mengelola dana hibah Kementrian Pertanian (Kementan) RI dengan nilai fantastis yakni 60 miliar.
Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol E Zulpan mengungkapkan jika saat ini Dit Reskrimsus Polda Sulsel masih menunggu hasil audit BPKP.
“Itukan masih menunggu hasil audit BPKP,” kata Kombes E Zulpan, kepada Koranseruya.com melalui sambungan telepon, Senin (15/2/2021).
Terkait dengan sarat terjadi dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan tersebut, perwira tiga bunga ini menyebutkan jika ada dugaan terjadinya korupsi dalam kegiatan peremajaan tersebut. “Iya ada dugaan korupsi, sudah ada pemeriksaan saksi tapikan tunggu audit. Hasil audit nanti” ungkapnya.
Kombes E Zulpan menyebutkan jika Dit Reskrimsus telah memeriksa lebih 10 orang saksi terkait kasus ini. “Udah banyak yah, kalau menurut Krimsus itu udah banyak saksi, lebih dari 10,” kata Kabid Humas Polda Sulsel.
Menurutnya, terkait dengan kasus dugaan korupsi PSR di Luwu Timur Polda Sulsel saat ini masih menunggu hasil audit untuk meningkatkan proses penanganan dari penyelidikan naik ke penyidikan. “Kalau nanti ada hasil audit BPKP keluar. Baru nanti Lidik ke Sidik ditingkatkan,” bebernya.
Sebelumnya, pihak Koperasi Agro Mandiri Utama membantah merugikan petani dalam kerjasama terkait dengan Program bantuan dana hibah dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kementerian Pertanian RI untuk program Peremajaan sawit Rakyat (PSR) di Luwu Timur.
Ketua Koperasi Agro Mandiri Utama (KAMU), Syamsul Bahri membantah koperasi KAMU mengelola dana hibah Rp 60 miliar untuk kegiatan PSR dari Kementrian PertaniaN RI. Termasuk juga atas pengelolaan dana delapan kelompok tani (poktan) PSR.
“Jadi koperasi KAMU mengelola dana kelompok tani itu tidak benar. KAMU tidak kelola anggaran kelompok tani,” Kata Syamsul, Kamis (11/2/2020) kemarin
Karena menurut Syamsul, dalam pedumnya (pedoman pelaksanaan) masing-masing pengusul itu mengelola sendiri dananya, baik kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan) maupun koperasi.
“Jadi delapan kelompok tani itu, mereka sendiri yang kelola dananya. Dana pengusul (kelompok tani atau koperasi itu ditampung di rekening escrow (rekening bersama).
Rekening escrow ini dipegang bank sebagai salah satu pihak. Pihak pertama Badan Pengelola Dana (BPD) Perkebunan Kelapa Sawit (PKS), pihak kedua bank dan pihak ketiga pengusul (poktan atau koperasi).
Bank lanjut Syamsul, hanya mau mencairkan sesuai progres tagihan yang ditanda tangani dinas. Artinya kalau ada suatu pekerjaan di koperasi maupun poktan maka dilaporkan ke dinas bahwa sudah sekian hektare yang dikerja.
Misalnya pancang tanam, gali lobang atau pembersihan lahannya. Nah tim Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (P2HP) akan turun ke lapangan menilai apakah sudah layak ditagihkan atau tidak.
Setelah mereka bertandatangan bahwa layak ditagihkan, maka diajukan tagihan ke bank dan bank cairkan. Dananya oleh masing-masing pengusul ini disalurkan ke petani,” katanya.
Pengusul disini adalah petani yang mengusulkan memperoleh PSR lewat kelompok tani dan pihak koperasi sendiri yang memiliki sendiri petani untuk kegiatan PSR.
Syamsul mengatakan, inti dari kegiatan PSR ini pengusulan kelompok, artinya petani secara pribadi tidak bisa mengusulkan, dia harus melalui kelompok.
“Jadi kelompok tani punya wewenang mengelola anggaran itu wewenangnnya ketua kelompok tani. Tapi pengurus bagaimana sosialisasi dengan petani sendiri,” katanya.
Syamsul mengatakan kegiatan PSR sudah berjalan di lahan seluas 800 hektare baik di lahan milik delapan kelompok tani maupun petani koperasi KAMU.
Terkait bibit yang ditolak oleh petani, bibit disediakan oleh pihak ketiga yaitu koperasi Agro Mandiri saat itu. Jenis bibit dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan sesuai permintaan petani.
(Rah)