LAPORAN : Chaliq Mughni
PALOPO — Enam pemuda duduk santai di salah satu cafe. Mereka sudah janjian untuk nongkrong di tempat itu. Suasananya tak terlalu ramai, pengaruh dari PPKM yang terus diperpanjang.
Alunan musik akustik menjadi teman nongkrong mereka malam itu. Biduan yang didampingi seorang yang bermain gitar melantunkan lagu milik Dewa 19, separuh nafas.
Salah satu dari mereka lalu menceritakan pengalamannya di bisnis prostitusi. Sam (samaran) namanya. Seorang mahasiswa di salah satu perguruaan tinggi di Kota Palopo.
Malam itu, Sam tampak gagah dengan baju hitam yang dipadu dengan celana pendek yang sewarna dengan bajunya. Jika melihat penampilannya, banyak yang tidak menyangka dia bisa berada di dunia esek-esek.
Di bisnis pemuas nafsu itu, dia sering menjual wanita penghibur ke pria hidung belang. Namun, dia menolak jika disebut germo. “Istilahnya saya ini ‘kurir’ mereka. Pergi mencari pelanggan,” kata Sam yang diselingi tawa.
Mahasiswa tingkat akhir itu mengatakan bisnis itu memang cukup mengiurkan. Satu kali transaksi dia bisa meraup cuan hingga setengah juta. Cukup untuk nongkrong di cafe katanya.
Dia mengaku tidak memelihara wanita penghibur seperti germo kebanyakan. Hanya saja, jika ada klien yang menginginkan perempuan panggilan, dia menghubungi beberapa germo kenalannya.
Dari germo itu, Sam dipertemukan dengan wanita pemuas nafsu. Setelah itu, pria berkepala pelontos tersebut mengantar PSK bertemu dengan kliennya. Sebelumnya, mereka telah bersepakat mengenai harga dan tempat.
“Kebanyakan dari pelanggan saya orang luar kota yang datang ke Palopo. Mereka biasanya menghubungi saya jika ingin ‘begituan’. Setelah deal masalah harga, saya lalu menghungi germo untuk disiapkan ‘anak ayamnya’,” urai Sam.
Mereka bahkan mempunyai kode tersendiri. Lempar 600 misalnya, artinya ada klien yang membutuhkan jasa wanita penghibur dengan uang Rp 600 ribu. “Jika germo bilang ‘kering’, artinya tidak ada. Tapi bila stok mereka ready, biasanya menghubungi saya,” jelasnya.
Dalam tiap transaksi, mereka dapat menjual jasa wanita penghibur mulau dari Rp 300 ribu hingga Rp 2 juta. Kata Sam, mahal tidaknya jasa tersebut tergantung dari cantik tidaknya wanita itu.
“Tidak sembarang bisa jadi germo. Bisnis ini mempunyai sistem. Para germo juga punya grup WhatsApp. Grup itu sangat rahasia. Saya saja tidak masuk dalam situ,” tuturnya.
Hanya saja, bisnis ini cukup kejam. Para germo tidak mengizinkan ‘anak-anak’ mereka jalan sendiri. Jika ketahuan, mereka akan dikucilkan dan tak diberi job. “Anak baru biasanya tidak berani main sendiri. Karena jika ketahuan ‘mamanya’ sanksinya cukup berat,” singkatnya.
Tak jarang teman wanita Sam meminta tolong untuk ‘dijual’ jika ada pelanggan yang menghubunginya. Mendengar itu, kelima rekannya yang tadinya sibuk dengan handphone mereka menjadi lebih antusias lagi mendengar penjelasan Sam.
Mereka penasaran siapa yang Sam maksud. Satu per satu dari mereka menyebutkan nama perempuan yang mereka dan Sam kenal. Tapi, Sam menolak memberi tahu mereka.
Beragam cara mereka lakukan agar Sam mau membocorkan identitas wanita yang dimaksud. Sam tak bergeming, pertahanannya tak goyah. Dia tetap merahasiakan siapa wanita yang dimaksud. “Privasi kawan,” jawab Sam mantap. (*)