Peringatan Hardiknas !! LMND Palopo Minta Presiden Prabowo Tinjau Ulang Program Sekolah Rakyat

22
Oleh karena itu, menurut LMND, secara organisasional adalah lebih baik untuk melakukan pengalihan anggaran Sekolah Rakyat. Daripada menghabiskan APBN untuk pembangunan Sekolah Rakyat yang tidak memiliki capaian pasti dalam pengentasan kemiskinan—karena hingga saat ini belum memiliki blueprint yang jelas dan tidak menunjukkan perbedaan mendasar dibandingkan dengan sekolah pada umumnya—kami mengusulkan agar anggaran pembangunan Sekolah Rakyat dialokasikan untuk:
ADVERTISEMENT

KEMENTERIAN Sosial baru-baru ini menginisiasi sebuah program populis yang dikenal sebagai Sekolah Rakyat. Hal ini tentu mengejutkan, mengingat di tengah ketidakpastian ekonomi nasional, lahir sebuah program yang tampaknya tidak mencerminkan keseriusan dalam penyusunannya dan berpotensi menyerap anggaran yang cukup besar dari postur APBN serta Corporate Social Responsibility (CSR).

Di sisi lain, Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, menyatakan bahwa Sekolah Rakyat akan mengimplementasikan kurikulum khusus yang merupakan kombinasi dari kurikulum nasional dan kurikulum tambahan, atau yang disebut “kurikulum nasional plus-plus”.

ADVERTISEMENT

Mengadopsi kembali kurikulum yang telah terbukti gagal tentu merupakan tindakan yang keliru dan menunjukkan ketidakmampuan Kementerian Sosial dalam menangani isu pendidikan.

Program populis tersebut mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Palopo (LMND Palopo). Hal ini disampaikan oleh Adri Fadhli selaku Ketua LMND Palopo, yang mengemukakan sejumlah alasan mengapa kami minta Bapak Presiden Prabowo untuk meninjau ulang Program Sekolah Rakyat, antara lain:

1. Potensi Stigmatisasi Sosial

Istilah “Sekolah Rakyat”mengisyaratkan bahwa institusi ini hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin atau terpinggirkan, dan dikhawatirkan dapat menimbulkan diskriminasi serta menciptakan perbedaan kualitas pendidikan antara Sekolah Rakyat dan sekolah umum.

2. Dualisme dalam Sistem Pendidikan

Terdapat kekhawatiran bahwa Sekolah Rakyat akan menciptakan sistem paralel yang tidak terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional, yang dapat mengakibatkan ketimpangan dalam kurikulum, kualitas pengajar, dan akses terhadap fasilitas pendidikan.

3. Ketidaksesuaian Kementerian Pengelola

Pendidikan merupakan kewenangan Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Sosial. Kekhawatiran muncul terkait dengan kejelasan regulasi, standar mutu, dan mekanisme pengawasan.

4. Risiko Pemborosan Anggaran

Banyak sekolah negeri yang masih kekurangan guru dan fasilitas pendidikan yang adil dan merata.

5. Kurangnya Kajian Akademik dan Partisipasi Publik

Rencana ini dinilai kurang transparan dan tidak melalui kajian menyeluruh, serta minimnya partisipasi dari tenaga pendidik, akademisi, dan masyarakat sipil, memperbesar risiko kegagalan.

6. Efektivitas Program Diragukan

Tanpa jaminan kualitas pendidikan dan pengelolaan yang profesional, Sekolah Rakyat berpotensi menjadi program simbolik yang tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengentasan kemiskinan.

Oleh karena itu, menurut LMND, secara organisasional adalah lebih baik untuk melakukan pengalihan anggaran Sekolah Rakyat. Daripada menghabiskan APBN untuk pembangunan Sekolah Rakyat yang tidak memiliki capaian pasti dalam pengentasan kemiskinan—karena hingga saat ini belum memiliki blueprint yang jelas dan tidak menunjukkan perbedaan mendasar dibandingkan dengan sekolah pada umumnya—kami mengusulkan agar anggaran pembangunan Sekolah Rakyat dialokasikan untuk:

– Mengalokasikan anggaran Sekolah Rakyat untuk perbaikan infrastruktur dan layanan pendidikan secara umum yang masih banyak membutuhkan perhatian pemerintah.

– Menggunakan anggaran Sekolah Rakyat untuk meningkatkan bantuan beasiswa pendidikan berupa KIP Kuliah dan PIP, yang selama ini hanya diberikan setahun sekali, untuk ditingkatkan menjadi setiap enam bulan serta menambah jumlah penerima.

– Mengalokasikan anggaran Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang selama ini mendapatkan penghasilan yang sangat minim.

– Menggunakan anggaran Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kualitas asrama-asrama mahasiswa.

– Mengalokasikan anggaran Sekolah Rakyat untuk mensubsidi biaya pendidikan selama empat semester di perguruan tinggi.

– Menggunakan anggaran Sekolah Rakyat untuk mensubsidi biaya pendidikan kesehatan, seperti kedokteran, yang biayanya sangat tinggi dan sulit dijangkau oleh kelas menengah maupun masyarakat miskin. (***)

ADVERTISEMENT