- OLEH: NURDIN
- Dosen IAIN Palopo
Pada hari Jumat tanggal 18 Maret 2022 di ruang sidang utama pengadilan negeri Jakarta Selatan telah berlangsung pembacaan putusan terhadap 2 (dua) orang terdakwa kasus pembunuhan di luar hukum unlawful killing terhadap 6 (enam) orang anggota laskar FPI.
Majelis hakim Pengadilan negeri Jakarta selatan yang diketuai oleh Arif Nuryanta, menjatuhkan putusan bebas (vonis bebas) terhadap kedua terdakwa yaitu Ipda Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri anggota Polda Metro Jaya.
Usai pembacaan putusan bebas, berbagai kalangan pun bereaksi tidak terkecuali saudara Slamet Ma’arif yang merupakan Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, yang berpendapat bahwa “putusan yang dijatuhkan oleh hakim hanya berlandaskan pada sudut pandang terdakwa”
Tentu, saya sebagai orang yang bergelut di bidang hukum sangat paham dengan kekecewaan saudara Slamet Ma’arif sebab keadilan tidak identik dengan hukum paling optimal mendekati keadilan. Oleh karena, yang adil hanyalah Allah SWT.
Dalam pertimbangan hukum majelis hakim, bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan penganiayaan secara bersama-sama yang berakibat meninggalnya orang lain sebagaimana dakwan penuntut umum.
Namun demikian, hakim menemukan adanya alasan pengecualian (Straf uitsluitings gronden) yaitu alasan pengecualian umum (alasan pembenar dan alasan pemaaf). Dalam ilmu hukum pidana bahwa alasan pembenar (Recht vaardingings gronden) ini menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan.
Sehingga meskipun perbuatan itu dapat dibuktikan secara hukum namun bukanlah merupakan tindak pidana. Misalnya Noodwer (pembelaan darurat). Kemudian alasan pemaaf (Schuld uitsluitings gronden), alasan ini menghapus kesalahan pembuat. Perbuatannya tetap melawan hukum tetapi tidak dipidana. Oleh karena, tidak ada kesalahan (Gen Straf sonder sculd). Misalnya Noodwer exces (pembelaan darurat yang melampaui batas)
Pandangan saya, bahwa putusan hakim tersebut sudah tepat. Namun demikian jika saudara Slamet Ma’arif tidak puas dengan putusan bebas itu, maka masih ada upaya hukum yang dapat diambil (ketimbang melampiaskannya di Medsos) yaitu kasasi ke Mahkamah Agung. (*)