PENYELESAIAN masalah pascabencana alam yang menimpa Luwu Utara menjadi ajang pembuktian ‘strong leadership’ IDP.
Mampukah Bupati Indah Putri Indriani (IDP) menyelesaikan persoalan pascabencana alam banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa Kab. Luwu Utara, 13 Juli 2020 yang lalu itu?
Tentu yang bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan tersebut adalah hasil kerja, bukan teori apalagi retorika belaka.
Dua puluh satu hari pascabencana alam Luwu Utara yang berdampak pada sekitar 15.994 jiwa di enam kecamatan yakni: Kec. Masamba, Kec. Baebunta, Kec. Sabbang, Kec. Baebunta Selatan, Kec. Malangke Barat Dan Kec. Malangke masih banyak masalah yang harus diselesaikan secepatnya oleh pemerintah kabupaten Luwu Utara.
Data yang masih belum terverifikasi dan progres kerja pemerintah daerah yang terkesan sangat lambat menjadi sorotan utama bagaimana IDP menjadi komandan tim penanganan bencana.
Walau tidak mampu memanfaatkan dan mengkoordinir sumber daya relawan yang melimpah, Pemerintah diselamatkan oleh relawan yang bekerja maksimal dengan ketulusan hati di camp pengungsian, atas dasar kemanusiaan semata.
Jika dilist dan diperbandingan berdasarkan fakta dan data, maka peran relawan di camp pengungsian dapat dipastikan lebih mendominasi diatas 90% dibandingkan peran pemerintah.
Bencana alam Luwu Utara benar-benar membuka kelemahan birokrasi IDP yang tidak tanggap menangani bencana. BPBD sebagai ujung tombak pemerintah dalam menangani bencana nampak gamang dan tidak mampu menjalankan peran dalam manajemen kebencanaan dengan baik, masalah yang sama terus menerus terulang.
Kekuatan kepemimpinan Bupati perempuan pertama di jazirah Sulawesi Selatan ini sedang diuji. Belum usai duka akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor kini dua kecamatan lain di bagian timur Luwu Utara yakni Kec. Tana Lili dan Kec. Bone-Bone diterjang banjir akibat curah hujan tinggi.
IDP memang tidak bisa bekerja sendiri dimasa sulit ini, beliau butuh sokongan untuk dapat bekerja tanggap, cepat dan tepat.
Namum, IDP sepertinya sedang percaya diri hanya menumpuhkan kerja pada birokrasi yang beliau pimpin.
Kita doakan dan mensupport IDP dapat memenuhi targetnya sebelum tanggal 17 Agustus 2020 tidak ada lagi pengungsi yang tinggal di camp pengungsian.
Tentu untuk mencapai target tersebut IDP harus bisa “memaksa” jajarannya bekerja lebih keras lagi, jika tidak publik akan menaruh ‘distrust’ terhadap kepemimpinan IDP.
Dan hampir terlupakan, dimana sosok wakil Bupati Bapak Muh. Thahar Rum (MTR)?
Tidak bisakah kemanusian menyatukan IDP dan MTR walau sesaat untuk bahu membahu menyelesaikan masalah pascabencana?
Yakinlah, masyarakat sedang membutuhkan agar Luwu Utara bisa segera pulih dan kembali menjadi rumah kita yang indah bagi semua golongan.
*) Penulis: Haeril Al Fajri (Direktur Macca Indonesia Foundation-MIND)