Alasan Telan Biaya Mahal, Prabowo Wacanakan Pilkada Dikembalikan ke DPRD

16
Prabowo Subianto
Prabowo Subianto
ADVERTISEMENT

JAKARTA–Ada pernyataan menarik dilontarkan Presiden Prabowo Subianto terkait pelaksanaan Pilkada. Prabowo menyinggung peluang perubahan sistem pemilihan kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Dia mengatakan, dengan sistem pemilihan langsung, pilkada menelan biaya mahal.

“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Betul? Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo dalam pidatonya saat perayaan ulang tahun ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Kamis malam, 12 Desember 2024.

“Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, baik anggaran dari negara maupun dari masing-masing tokoh politik,” ujarnya, dilansir dari tempo.co.id, Jumat (13/12/2024).

Kepala negara juga menyinggung soal efisiensi jika kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sebab, selain tidak boros anggaran, hal itu juga mempermudah transisi kepemimpinan.

Dia pun mencontohkan dengan apa yang terjadi di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien seperti Malaysia. Bahkan juga India. Mereka sekali memilih anggota DPRD, ya sudah, DPRD itulah yang memilih gubernur, walikota,” kata Prabowo.

Usulan mengubah sistem pilkada lantaran dinilai berbiaya tinggi juga sempat dilontarkan oleh politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Jazilul Fawaid. Dia mengusulkan khusus untuk pemilihan gubernur agar dipilih oleh DPRD tingkat provinsi.

Jazilul memberikan contoh, pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp 1 triliun untuk Pilkada Jawa Barat. Belum lagi ditambah biaya pemilihan gubernur di wilayah lainnya.

“Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp 1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit,” kata Jazilul di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.

Dia mengatakan, otonomi daerah sejatinya diberikan kepada kabupaten/kota sehingga pilkada langsung cukup di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, lanjut Jazilul, pilkada secara langsung di tingkat provinsi harus dievaluasi.

Menurut peneliti Perludem, Titi Anggraini, mengubah sistem pilkada dari langsung menjadi tidak langsung akan menimbulkan masalah baru. Titi menilai seharusnya pemerintah memperbaiki mekanisme pemilihan langsung agar lebih adil dan demokratis.

“Pilkada oleh DPRD merupakan cara penyelesaian masalah dengan masalah,” kata Titi kepada Tempo, Ahad, 1 Desember 2024.

Selain itu, dia mengatakan pemilihan kepala daerah secara langsung justru mempersempit peluang terjadinya politik transaksional. Di lain sisi, ujar Titi, perubahan sistem itu juga akan memperlemah hak dan kedaulatan warga untuk berpartisipasi.

Titi menuturkan, selama penegakan hukum masih lemah dan perilaku koruptif masih dibiarkan, apapun mekanisme pemilihannya pasti akan bermasalah. “Yang terjadi malah bisa makin mengokohkan oligarki dan hegemoni elite,” tuturnya.

Meski begitu, Titi tidak menampik pemilihan gubernur oleh DPRD dapat menawarkan proses yang lebih mudah dan efisien. Namun, kata Titi, hasil pemimpin yang diputuskan hanya berbasis terhadap kesepakatan eksklusif para elite partai tanpa mengakomodasi suara dan harapan masyarakat.

Dalam pelaksanaan pilgub dengan dipilih oleh rakyat, kata dia, juga masih ditemukan keputusan pencalonan yang berbeda dengan konstituen partai. “Yang dilakukan harusnya reformasi partai politik yang berorientasi pada demokratisasi internal partai sembari terus memperbaiki regulasi pemilihan langsung yang ada saat ini,” katanya. (***)

ADVERTISEMENT