PALOPO–Hari Jadi Luwu (HJL) ke 752 dan Hari Perlawanan Rakyat Luwu (HPRL) ke 74 yang puncak peringatannya diperingati tepat hari ini Kamis 23 Januari 2020, dan dipusatkan di Lapanga Merdeka Malili, Luwu Timur menjadi perhatian banyak tokoh-tokoh Tana Luwu yang tersebar di beberapa daerah, baik di dalam negeri sendiri maupun juga di luar negeri.
Salah satu tokoh, yang juga putra daerah Luwu Utara, H Arsyad Kasmar yang saat ini berada di Ibukota, saat dihubungi lewat sambungan telepon, selain memberi ucapan atas peringatan HJL dan HPRL tahun ini, ia juga menyampaikan gagasannya atas peringatan detik-detik paling bersejarah bagi rakyat di Tana Luwu saat itu, saat penjajah Belanda berhasil dipukul mundur lewat peristiwa tersebut.
Arsyad Kasmar, tokoh pengusaha Tana Luwu ini menggagas, jika pada saat peringatan HJL dan HPRL tidak menjadi dominasi kota kabupaten di Tana Luwu saja tetapi juga digelar puncak peringatannya di desa-desa terpencil, utamanya di Desa Wisata sembari mempromosikan daerah wisata di tempat tersebut.
“Saya mohon maaf sebelumnya, ini sekedar sharing dan masukan saja, tabe maraja, saya pribadi lebih cenderung jika puncak peringatan HJL dan HPRL ini kita peringati di lokasi desa wisata, atau desa-desa yang punya prospek ekonomi bagus, yang banyak tersebar di Tana Luwu,” kata Arsyad Kasmar.
“Saya kasih contoh, kalau di Luwu Timur di Nuha misalnya, ada Danau Matano, Danau Towutti, atau di Bastem Luwu yang pemandangannya elok dan punya potensi ekonomi dengan harta karun yang belum digali, juga di Seko, Rongkong dan Rampi, dan lain sebagainya itu termasuk di Palopo, kawasan Kambo, dan sekitarnya, jangan hanya digelar di ibukota Kabupaten/Kota, mestinya begitu,” lanjut Arsyad Kasmar dengan penuh semangat.
Pengusaha yang merangkap pula sebagai politisi Gerindra itu memaknai HJL dan HPRL sebagai momen bersejarah yang tidak saja melibatkan orang di kota (Palopo) saja, tetapi, semua rakyat di daerah dan kampung-kampung, bersatupadu angkat senjata dibawah komando Andi Djemma, pajung ri Luwu bersama tokoh agama dan tokoh pemuda, menandai awal kebangkitan dan perlawanan rakyat Tana Luwu untuk mengusir penjajah saat itu.
“Alasan saya bahwa kenapa harus di desa-desa terutama di desa wisata dan desa ekonomi, kita bisa jadikan tempat puncak peringatan HJL/HPRL karena pertimbangan itu tadi, selain bahwa jerih payah semua warga, rakyat di Tana Luwu, tidak saja di kota Palopo saat itu sebagai pusat pergerakan, intinya adalah, buah hasil jerih payah mereka semua, baik di kota maupun di desa, yang kita nikmati saat ini, di zaman pembangunan,” ucap Arsyad menandaskan, seraya kembali menambahkan, jika yang ia sampaikan ini hanya sekedar saran dan masukan semata, bukan untuk tujuan lain, sebagai bagian dari Wija To Luwu. (Iys)