Dari Pandemi Menjadi Polemik; Aspek Hukum Penolakan Jenazah Pasien Covid-19

1297
Dirah Nurmila Siliwadi
ADVERTISEMENT

VIRUS Corona atau Severe Acture Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2), adalah virus yang menyerang sistem pernasapan. Penyakit karena infeksi virus ini diistilahkan secara resmi oleh WHO (World Health Organization) dengan nama COVID-19, yakni singkatan dari Corona (CO) Virus (VI) Disease (D), dan tahun 2019 (19) yang mana virus corona ini pertama kali muncul pada tahun 2019.

Virus corona jenis baru yang disebut covid-19 ini belum pernah terdiidentifikasi pada manusia sebelumnya. Tepat sebulan yang lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengumumkan bahwa virus corona dikategorikan sebagai pandemi global yang berarti jumlah penyebarannya yang sangat cepat dan meluas ke berbagai negara di dunia.

ADVERTISEMENT

Wabah covid-19 jelas meresahkan masyarakat di seluruh dunia hingga pelosok tanah air, jumlah korban positif dan yang meninggal semakin hari terus bertambah. Hingga hari Sabtu 18 April 2020 di Indonesia terkonfirmasi 5.923 positif terjangkit covid-19, 607 sembuh, 520 meninggal dunia.(sumber; cnnindonesia.com).
Beberapa pasien yang positif terjangkit covid 19 dengan keluhan ringan dapat menjalani karantina mandiri dirumah masing-masing, berbeda pada pasien dengan keluhan sedang atau dengan penyakit bawaan yang menyertai, hal ini membutuhkan layanan perawatan di rumah sakit dengan pengawasan ketat. Adapun PDP (pasien dalam pengawasan) serta pasien yang positif dan telah dinyatakan meninggal dunia, tidak langsung dipulangkan kepada keluarga masing-masing namun pihak rumah sakit lah yang bertanggung jawab atas mayit tersebut sampai dengan mengantarkan keliang lahat sesuai protokol kesehatan dari WHO.

Namun mirisnya marak terjadi penolakan jenazah oleh warga lingkungan setempat yang rumahnya berdekatan dengan TPU (Tempat Pemakaman Umum), salah satu berita yang dilansir Kompas.com kasus pasien warga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang menjalani perawatan d RS Wahidin Sudirohusodo meninggal dunia dan rencananya akan di makamkan di Pemakaman Baki Nipanipa Kecamatan Manggala Kota Makassar namun warga menolak pemakaman hingga mengusir ambulans yang membawa jenazah korban.

ADVERTISEMENT

Hal tersebut terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit covid-19, salah satu mindset yang terbangun yakni jika jenazah tersebut dikebumikan di lingkungan yang dekat dengan pemukiman warga maka akan ikut tertular dan bisa menginfeksi masyarakat setempat. Hal ini di bantah oleh beberapa pakar kesehatan bahwa hal tersebut tidak benar dikarenakan jenazah pasien covid 19 ini telah dilakukan pemulasaran (pengurusan) jenazah sesuai dengan standar protokol kesehatan WHO (World Health Organization), yakni jenazah dibalut dengan tiga lapis kain kafan dan kain linen dan dua lapis body bag.

Lalu jenazah dikafankan yang diikat sempurna lagi ketat, selanjutnya jenazah di tayyamumkan menggunakan debu, jenazah lalu diletakkan ke dalam keranda yang ditempah khas dan telah disemprotkan cairan disinfektan, lalu keranda ditutup rapat menggunakan lem silikon lalu diberikan paku disetiap sisi keranda, selanjutnya jenazah di shalatkan oleh beberapa orang baik dari tenaga medis maupun pengurus jenazah yang sedari awal mengurus jenazah menggunakan APD (Alat Pelindung Diri).

Setelah selesai di shalatkan lalu jenazah di masukkan ke dalam mobil jenazah untuk segera di bawa ke tempat pemakaman, namun sebelum itu dilakukan penyemprotan disinfektan ke mobil jenazah tersebut. Setibanya di pemakaman jenazah di angkut bersamaan dengan keranda/peti khusus selanjutnya keranda diturunkan kedalam liang lahat yang kedalamannya mencapai 1,5 meter menggunakan tali lalu keranda ditimbun kembali.

Proses yang begitu panjang dan sterilizasi yang cukup tinggi namun masih banyak masyarakat yang menolak, hal tersebut tentu tidak sesuai dengan aturan yang ada karena berkaitan dengan kejahatan terhadap ketertiban umum, dalam pasal 178 KUHP menyebutkan : “Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkut mayat ke kuburan yang di izinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah”.

Dalam penerapan pasal ini, jika terjadi penolakan disuatu daerah, kepolisian bisa langsung menindak secara hukum dikarenakan pasal 178 KUHP merupakan delik umum yang bisa ditindaklanjuti tanpa adanya aduan terlebih dahulu, serta perlu diketahui lebih lanjut penegasan hukum berkaitan dengan penolakan jenazah covid 19 terdapat dalam pasal 212, 213, dan 214 KUHP jika melakukan perlawanan terhadap aparat kepolisian dan bisa menjadi unsur pidana baru. Jika ditelisik lagi masyarakat yang berkurumun untuk menolak sebenarnya saling membahayakan diri sendiri dan orang lain serta secara tidak langsung tidak mengindahkan himbauan pemerintah untuk tetap melakukan aktifitas dirumah dan tidak bepergian apabila bukan keadaan yang mendesak.

Aturan lain (hukum positif) yang berkenaan dengan wabah covid 19 ini yakni, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor 483 Tahun 2020 tentang Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus (Covid-19) yang telah 3 kali mengalami revisi sesuai dengan perkembangan dan situasi terkini wabah covid-19.

Berkenaan dengan itu dalam hukum islam juga mengatur tentang penguburan jenazah, menguburkan jenazah seseorang itu adalah suatu kewajiban termasuk dalam fardhu kifayah, maka umat islam yang terdapat di daerah tersebut yang paling berkewajiban melaksanakan hak-hak jenazah. Agama Islam juga mengajarkan kita untuk menghargai dan menghormati mayit, serta tidak ada satupun anjuran agama islam untuk menunda penguburan jenazah seorang muslim, sesuai dengan sabda Rasulullah saw : “Percepatlah kalian dalam membawa jenazah, jika jenazah itu baik maka kalian telah mendekatkannya pada kebaikan. Jika jenazah itu jelek, maka kalian telah melepaskan dari pundak kalian.”(HR. Bukhari).

Tata cara menguburkan jenazah pasien covid 19 juga sudah di atur dalam Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 dan edaran Direktoran Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, sebelumnya MUI mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.

Harapan penulis semoga tidak ada lagi kasus penolakan jenazah pasien yang terjangkit covid 19 dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hal di atas, masyarakat sadar dan terketuk rasa kemanusiaannya dalam menghadapi wabah ini. Rasa panik jangan sampai menghilangkan akal sehat kita bersama, tetap waspada tetap sehat dengan melakukan kegiatan produktif dirumah, ibadah dari rumah, belajar dirumah, rajin cuci tangan, makan makanan yang bergizi, istrahat yang cukup, menggunakan masker apabila keluar rumah dan tetap dirumah jika tidak ada keperluan mendesak lainnya. Kita bantu pemerintah dan bangkit bersama melawan virus corona ini. (*)

PENULIS
Dirah Nurmila Siliwadi
(Dosen Fakultas Syariah IAIN Palopo)

ADVERTISEMENT