OPINI: Mungkinkah BPJS Gratis?

53
ILUSTRASI BPJS KESEHATAN
ADVERTISEMENT

 

PENULIS: Afni Sari Silaban
Praktisi Keuangan

Isu BPJS Gratis kembali menjadi sorotan pada masa kampanye Pemilu 2024. Menurut Partai Politik yang mengusung program ini, banyak rakyat Indonesia yang terhalang untuk mengakses haknya mendapatkan layanan kesehatan karena kendala administratif. Inilah yang menjadi dasar kebijakan menggratiskan BPJS dianggap mendesak. Jika demikian, seberapa mungkin usulan program tersebut dapat diimplementasikan?

ADVERTISEMENT

Menurut Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial Kesehatan, sampai dengan 31 Desember 2023, jumlah Peserta JKN adalah 267.311.566 Peserta. Sebesar 36,2% atau 97,7 juta peserta masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh APBN. Sementara, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2023 adalah 25,9 juta (BPS: Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2023). Artinya, Pemerintah Pusat telah menanggung biaya kesehatan “masyarakat miskin” melebihi jumlah masyarakat miskin itu sendiri.

Berdasarkan bunyi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, di mana satu pihak memiliki kewajiban untuk membayar iuran, sedangkan pihak lain berkewajiban memberi jaminan secara penuh kepada pembayar iuran. Tujuannya adalah menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dengan demikian, masyarakat kategori mampu berkewajiban membayar iuran agar memperoleh manfaat asuransi tersebut.

ADVERTISEMENT

Pada konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani menyampaikan bahwa selama tahun 2023, dari total 61,7 T iuran PBI, Pemerintah Pusat telah menggelontorkan sebesar 45,5 T, dan sisanya menjadi beban pemerintah daerah. Angka ini diharapkan selalu turun sebagai indikator bantuan yang diberikan telah tepat sasaran, yaitu sesuai jumlah masyarakat miskin sebenarnya. Selain itu, melalui UU Kesehatan yang baru disahkan, kita mengetahui bahwa anggaran kesehatan telah dipotong masing-masing sebesar 5% dan 10% dari APBN dan APBD. Belum lagi adanya keperluan anggaran kesehatan untuk fokus preventif. Jika PBI saja masih belum tepat sasaran, maka haruskah uang pajak kita dialokasikan untuk masyarakat yang masih mampu?

Mengambil 1% penerimaan negara dari PPN dan PPNBm memungkinkan untuk dilakukan. Namun, perlu diingat bahwa Pemerintah masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) yang mendesak untuk diselesaikan. Sangat disayangkan jika keperluan masyarakat mampu ataupun para pemberi kerja yang belum tertib melunasi iuran “didahulukan”. Sebaiknya, prioritas kebijakan bukanlah menghapus iuran BPJS, melainkan memperbaiki tata kelolanya. Prinsip keadilan bisa diwujudkan melalui penyetaraan kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) tanpa membedakan kategori kepesertaannya.

Pemerintah juga dapat berfokus pada sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran membayar iuran sehingga mampu mencegah defisit keuangan BPJS. Arus kas yang lancar membuat BPJS dapat membayar tagihan ke faskes tepat waktu. Faskes pun punya modal untuk membayar ke perusahaan penyedia obat, bahan medis habis pakai (BMHP), dan alat kesehatan. Dengan demikian, rantai pasok produk farmasi menjadi stabil untuk menunjang kesehatan nasional.

Mendapat jaminan kesehatan adalah hak setiap warga negara, sifatnya fundamental dan vital. Namun, perlu persiapan dan kesiapan bertahap untuk menanggung seluruh pembiayaan sebagai beban negara. Jika Indonesia ingin mencontoh Finlandia yang telah menanggung seluruh biaya kesehatan dengan uang pajak, kita perlu memastikan bahwa kepatuhan pajak (tax ratio) Indonesia sama atau paling tidak mendekati negara-negara makmur tersebut. Pemerintah bersama dengan masyarakat juga perlu menggalakkan kesadaran terhadap isu kesehatan diri dan lingkungan. Jika BPJS digratiskan, maka semangat gotong royong dan saling membantu sebagaimana nilai yang digalakkan oleh BPJS saat pendiriannya menjadi keniscayaan. Tidak ada lagi si kaya membantu yang miskin, maupun si sehat membantu yang sakit. Dengan demikian, BPJS Gratis bukan menjadi kebutuhan untuk masa sekarang namun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan dan menjadi strategi besar Indonesia 20 tahun mendatang.

 

ADVERTISEMENT