KORANSERUYA.COM–Virus corona yang merebak di China berasal dari pasar hewan liar yang ada di Kota Wuhan. Pasar tersebut saat ini sudah ditutup setelah virus corona merebak ke berbagai negara.
Di Indonesia, ada juga pasar yang menjual hewan liar untuk dikonsumsi. Salah satunya yakni ‘pasar ekstrem’ di Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut). Di pasar ini,
banyak hewan dijual, seperti kelelawar Hitam, Ular Python, Beragam Ular besar lain yang bisa dikonsumsi dagingnya, Biawak, Anjing, Kucing, Babi, Babi Hutan, Tikus Hutan, Tikus Putih, Beragam jenis Unggas, dan banyak lagi hewan-hewan tak lazim lainnya yang ternyata dijajakan sebagai bahan baku makanan lezat masyarakat Sulawesi Utara, khususnya wilayah Tomohon, Manado, dan sekitarnya.
Lantas bagaimana dengan isu penyebaran virus Corona di Sulawesi Utara? Inilah yang menjadi pertanyaan. Tidak meminta, namun jika hendak menyamaratakan isu yang beredar bahwa salah satu penyebab Coronavirus adalah kebiasaan makan hewan-hewan tak lazim, artinya Indonesia seharusnya menjadi negara kedua setelah China yang terjangkit virus tersebut. Dan awal penyebarannya bisa berasal dari Kota Tomohon, Sulawesi Utara.
Kepala UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat, Dinas Pertanian dan Peternakan Sulut, Hanna Tioho, mengatakan pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Di sisi lain, dia belum menemukan kasus penyakit yang diderita masyarakat akibat memakan olahan hewan liar.
“Sebelum merebak virus korona, kita sudah lakukan sosialisasi. Pak Wakil Wali Kota sudah sosialisasi dog, cat not food. Jadi sebenarnya harapan kami itu masyarakat bisa memahami sekarang bahwa makanan itu memang bukan makanan umum, cuma kebiasaan masyarakat yang selama ini tidak ada yang berdampak demikian,” kata Hanna dilansir KORAN SERUYA dari detikcom, Selasa (28/1/2020).
“Saya juga belum pernah mencicipi makanan ekstrem dari China. Tapi kalau di Manado itu, pemanasan, pola masaknya, pakai cabai, dan selama ini penyakit itu bukan dari makanan. Belum ada kasus yang diakibatkan dari makanan hewani,” sambungnya.
Hanna mengatakan saat ini pengawasan terhadap hewan yang untuk dikonsumsi tetap dilakukan seperti biasa. Hanya saja saat ini untuk maraknya antisipasi terhadap virus corona difokuskan pada kesehatan manusia.
Sementara itu, Hanna mengaku saat ini Sulut sedang mengantisipasi terhadap flu babi Afrika atau african swine fever (ASF). Antisipasi dilakukan karena ada sekitar 400 ribu populasi babi di Sulut.
“Kami lagi mem-protect diri terhadap ASF yang lagi merebak di China juga, Korea juga. Kalau Indonesia masuknya di Sumut. Itu virus dari babi. Mungkin tertutup dengan korona virus. Kalau di Sulut, sektor hewan belum terlalu dengan korona tapi masih lebih fokus pada kesehatan manusia,” ujar Hanna.
Sebelumnya diberitakan, virus korona diduga ditularkan melalui kontak langsung antara manusia dan hewan, atau mungkin dari udara yang penuh bakteri.
Virus yang secara alami dapat menular antara manusia dan hewan dinamakan penyakit zoonotik. Manusia dapat terjangkit virus ini ketika manusia mengonsumsi daging atau produk hewani – atau jika produk-produk hewani tersebut tidak dimasak hingga matang atau datang dari lingkungan yang tidak sehat. Virus ini sudah merebak ke sedikitnya 13 negara. Hingga hari ini dilaporkan sudah ada 80 orang yang meninggal. (*/tari)