Sikapi Penjualan Seragam di Sekolah, Kadisdik Palopo : Bukan Pungli

1069
ADVERTISEMENT

PALOPO – Kepala Dinas Pendidikan Palopo, Syahruddin menyikapi rapat dengar pendapat dengan DPRD Palopo mengenai beberapa sekolah menjual seragam ke siswa baru. Dia mengatakan seragam yang dimaksud ialah baju olahraga dan batik. Untuk dua jenis seragam tersebut tidak diperjualbelikan bebas di pasar.

“Tiap sekolah berbeda seragam olahraga dan batiknya. Dua seragam itu harus dipesan melalui konveksi. Penjualan dua seragam itu juga dilakukan melalui koperasi sekolah,” ungkap Syahruddin.

ADVERTISEMENT

Dia menilai, apa yang dilakukan sekolah bukanlah unsur pungli, melainkan sebagai upaya sekolah untuk menyeragamkan pakaian peserta didik. Hanya saja, dia melarang sekolah untuk mewajibkan setiap peserta didik baru membeli seragam tersebut.

“Apalagi saat ini kita melakukan pembelajaran dari rumah, jadi dua seragam itu belum diperlukan. Saya pesan kepada tiap sekolah untuk tidak memaksa siswa membeli seragam itu. Jika orang tua siswa berat, simpan sampai mereka sanggup membayar,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

“Bukannya membela sekolah, tapi upaya yang dilakukan koperasi sekolah ini membuat sebagian besar orang tua siswa terbantu. Bahkan mereka juga berterimakasih karena telah disediakan seragam olahraga dan batik, daripada harus bikin atau beli di tempat lain,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, komisi I DPRD Kota Palopo mengadakan pertemuan dengan perwakilan orangtua/wali siswa di Ruangan Komisi I DPRD Palopo, Senin (26/7/2021). Musababnya, perwakilan orangtua siswa baru tersebut mempersoalkan adanya sejumlah sekolah di Kota Palopo menjual pakaian seragam ke siswa baru. Termasuk buku.

Mubarak Djabal Tira, perwakilan orangtua/wali siswa tersebut, saat hadir di Komisi I DPRD Palopo, memperlihatkan sejumlah barang bukti terkait adanya penjualan seragam sekolah dan buku siswa baru.

“Anak saya juga beli seragam, padahal ini jelas-jelas menyalahi aturan pendidikan gratis. Sudah ada dana BOS yang diperuntukkan untuk pengadaan seragam sekolah,” kata Mubarak, menyampaikan aspirasinya di hadapan sejumlah anggota Komisi I DPRD Palopo.

Menurut Mubarak, dari penelusurannya di lapangan sejumlah sekolah di Kota Palopo tahun ajaran baru 2021/2022 menjual seragam dan buku pelajaran ke siswa baru. “Ini bentuk pungutan liar yang menyusahkan orangtua siswa baru,” tegas Mubarak.

Ditegaskan Mubarak, pemerintah secara tegas melarang adanya penjualan buku, seragam sekolah, dan berbagai macam alat kebutuhan sekolah di sekolah kepada siswa baru, mulai tingkat PAUD/TK hingga SMA/SMK.

Salah satu regulasi yang secara tegas mengatur larangan praktik jual beli di sekolah, yakni PP Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolan dan penyelenggaraan pendidikan, terutama Pasal 181. Pasal ini mempertegas bahwa pendidik dan tenaga pendidikan baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahkan pakaian seragam di satuan pendidikan. Berdasarkan regulasi tersebut, guru maupun karyawan di sekolah tidak diperkenankan menjual buku pelajaran dan seragam sekolah.

Regulasi lainnya, Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah, Pasal 12 Huruf A menjelaskan, bahwa komite sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah. Kecuali, misalnya, koperasi yang dikelola secara independen tidak melibatkan pihak sekolah, baik guru, kepala sekolah atau komite sekolah. Itupun juga harus disertakan keterangan di koperasi tersebut bahwa siswa tidak diwajibkan untuk membeli.

Dalam menerapkan aturan tersebut, tidak ada perbedaan antara sekolah negeri dan swasta. Apalagi sekolah swasta sudah menerima bantuan pemerintah, seperti dana BOS, dana pendidikan gratis, termasuk DAK untuk infrastruktur pendidikan.

“Yang kita inginkan sebagai orangtua siswa, sekolah menerapkan aturan. Faktanya di Palopo ada sejumlah sekolah melanggar regulasi ini,” katanya.

Akibat adanya sejumlah sekolah jual pakaian seragam dan buku, terutama sekolah setingkat TK/SD, membuat pendidikan tingkat dasar lebih mahal dari pendidikan tingkat tinggi (kuliah). Ini sangat memberatkan orangtua siswa,” katanya.

Bahkan, TK/PAUD negeri di Palopo memungut biaya masuk siswa baru. “Padahal sudah bantuan pemerintah berupa biaya operasional pendidikan. Harusnya PAUD/TK tidak lagi memungut biaya macam-macam, apalagi berstatus negeri,” katanya.

Karena itu, dia meminta Komisi I DPRD Palopo menyikapi persoalan ini karena menyalahi aturan, dan tentunya menyusahkan orangtua/wali siswa di masa pandemi Covid-19.

“Kalau Komisi I DPRD Palopo tidak menyikapi persoalan ini, maka saya akan bawa ke ranah hukum,” kata Mubarak, serius.

Saat rapat dengar pendapat di Komisi I, Mubarak bahkan meminta Komisi I membuat panitia khusus (Pansus) menyikapi persoalan ini. “Masalah ini jelas-jelas pungli yang harus disikapi serius. Di Luwu saja, ada kepala sekolah sampai dipecat dan dipenjara karena melakukan pungli seperti ini, sehingga persoalan ini patut disikapi serius,” katanya.

Apalagi, Mubarak mengatakan, Pemkot Palopo dibawah pemerintahan HM Judas Amir dan Rahmat Masri Bandaso memprogramkan pakaian seragam bagi siswa baru dari TK hingga SMP dan sekolah sederajat lainnya. “Kok kenapa masih ada penjualan pakaian seragam di sekolah,” tandas Mubarak.

Baharman Supri, Anggota Komisi I DPRD Palopo, berjanji akan menyikapi serius persoalan tersebut. Bahkan, dia akan memanggil pihak terkait lainnya untuk membicarakan aduan adanya dugaan penjualan pakaian seragam di sekolah.

“Kalau benar ini terjadi, jelas ini bentuk pungli. Harus disikapi serius. Bisa ranahnya ke jalur hukum,” katanya, seraya menegaskan, pihaknya segera menyikapi persoalan ini karena meresahkan masyarakat. (liq)

ADVERTISEMENT