KORANSERUYA–Dokter Ai Fen, whistleblower yang pertama kali mengungkap kepada publik tentang keberadaan virus corona, dikabarkan menghilang.
Dokter Ai Fen bicara blak-blakan pada medio Maret lalu tentang apa yang dialaminya, ketika mengungkap virus corona pertama kalinya pada akhir Desember 2019 lalu.
Mengutip laman New York Times, dokter yang bertugas di Wuhan China, si pengungkap tabir keberadaan patogen baru tersebut pada akhir Desember 2019 lalu, menuturkan, dia menghadapi ”teguran keras yang tak pernah terjadi sebelumnya” dari komisi disiplin Rumah Sakit Pusat Wuhan.
Sebabnya, pada 30 Desember 2019, dia mengunggah hasil diagnosis seorang pasien di WeChat dan memberikan keterangan ”virus corona SARS”.
Gambar itu segera menyebar, dan mendiang dokter Li Wenliang pun menyuarakan kekhawatirannya akan virus yang kini membunuh lebih dari 47.000 orang di dunia itu.
Li, yang meninggal karena wabah itu pada 7 Februari 2020, sempat diperingatkan otoritas setempat karena dianggap ”menyebarkan informasi tidak benar”.
Dikabarkan 60 Minutes Australia, Ai Fen tidak terlihat lagi setelah memberikan wawancara kepada People China (Renwu), yang mengkritik manajemen rumah sakit dalam merespons temuannya.
“Hanya dua minggu lalu kepala Darurat di rumah sakit Pusat Wuhan go public, mengatakan pihak berwenang telah menghentikannya dan rekan-rekannya dari memperingatkan dunia,” tulis Sumber. “Dia sekarang telah menghilang, keberadaannya tidak diketahui.”
Segera setelah program tersebut ditayangkan, Ai memposting pesan rahasia ke halamannya di situs media sosial Cina Weibo.
“Sungai. Sebuah jembatan. Sebuah jalan Sebuah jam berpadu, baca pos itu, ditambah dengan foto pemandangan kota Wuhan.”
Hampir dua minggu sebelumnya, dia memposting, “Terima kasih atas perhatian dan cinta Anda. Saya baik-baik saja saat ini dan saya masih bekerja.”
Dan pada hari Rabu, dia berbagi pos bertuliskan, “Selamat Hari April Mop,” menunjukkan dia mengenakan jas lab dan topeng, tampaknya sedang bekerja di rumah sakit.
Tetapi Radio Free Air (RFA) melaporkan bahwa tahanan yang ditahan di Tiongkok diketahui memperbarui akun media sosial mereka sendiri di bawah perintah pihak berwenang, atau polisi dapat melakukannya setelah mendapatkan akses ke perangkat mereka.
Tak lama setelah wawancara dokter ai Fen itu tayang, yang kemudian dihapus, Ai mengunggah sebuah gambar disertai keterangan di akun Weibo-nya.
”Sebuah sungai, jalan, jembatan, dan jam yang berdentang,” kata Ai di Weibo seperti dikutip RFA via Daily Mail, Rabu (1/4/2020).
Rumor dia menghilang terjadi setelah Pemerintah China dikritik karena dianggap menutupi situasi tentang pandemi yang terjadi.
Beijing disebut berusaha menutupi kabar terkait patogen tersebut dengan menghukum tim medis yang menemukan dan menyebarluaskannya.
Kemudian memberi penyangkalan bahwa Covid-19 tidak ada transmisi antar-manusia, hingga menunda karantina di wilayah yang terdampak.
Bahkan hingga saat ini, sejumlah kalangan, termasuk warga di Wuhan, menduga angka sebenarnya infeksi virus SARS-Cov-2 itu jauh lebih tinggi dari yang dipaparkan.
Dalam wawancara sebelum dia tidak terlihat lagi, direktur departemen darurat itu mengaku menyesal tidak lebih berani menyuarakannya lebih keras.
Sebab, empat koleganya, termasuk Dokter Li Wenliang, terpapar Covid-19 dan meninggal ketika berjuang untuk merawat para pasien.
”Jika saya tahu akhirnya bakal seperti ini, saya tak peduli akan hukuman. Saya akan terus menyuarakannya kepada siapa pun,” kata dia.
Sang dokter menceritakan, semua terjadi pada 30 Desember 2019, ketika dia melihat banyak pasien dengan gejala mirip flu tak bisa ditangani dengan pengobatan biasa.
Dia kemudian mendapatkan hasil laboratorium, dengan salah satunya mencantumkan sebuah kalimat yang membuatnya berkeringat dingin, ”SARS coronavirus”.
Seketika dia langsung melingkari kata SARS, mengambil foto, dan segera mengirimkannya kepada mantan teman sekelas di jurusan kedokteran yang bekerja di rumah sakit lain.
Dia juga sampai memanggil koleganya dari departemen pernapasan yang kebetulan tengah melintas. ”Saya katakan salah satu pasiennya terinfeksi virus mirip SARS,” kisahnya.
Segera saja, foto tersebut menyebar di kalangan tenaga medis, termasuk oleh dokter Li yang memberikan peringatan sebelum ditegur aparat.
Malamnya, dia menuturkan menerima pesan dari rumah sakit yang menyatakan bahwa informasi penyakit misterius itu seharusnya tidak disebarluaskan. Sebab, kabar yang belum diketahui kebenarannya itu bisa mengakibatkan kepanikan. Dua hari kemudian, dia dipanggil komite disiplin RS.
Oleh kepala komite inspeksi disiplin, dia mendapat teguran karena dianggap ”menyebarkan rumor” dan ”merusak stabilitas”.
”Pikiran saya kosong. Dia tidak menegur karena saya tak bekerja keras. Saya dianggap sudah merusak masa depan Wuhan. Saya putus asa,” keluhnya.
Setelah itu, setiap staf dilarang untuk saling membagikan gambar ataupun pesan yang berisi informasi mengenai virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu.
Ai mengaku tidak bisa mengusahakan apa-apa, selain meminta para stafnya untuk mengenakan pakaian pelindung dan masker meski tidak diinstruksikan.
Dalam pengakuan kesalahan yang mengejutkan akhir bulan lalu, Partai Komunis yang berkuasa mengatakan pasukan polisi Wuhan mencabut peringatan dokternya, yang termasuk ancaman penangkapan.
China pada hari Rabu melaporkan lebih dari 1.300 kasus virus corona tanpa gejala – pertama kali ia merilis data seperti itu menyusul kekhawatiran publik terhadap orang-orang yang telah dites positif tanpa gejala penyakit, menurut Agence France-Presse (AFP).
Para pejabat kesehatan juga melaporkan kasus COVID-19 di Wuhan – warga negara Cina yang belajar di Inggris, yang tiba di kota itu minggu lalu ketika mulai mencabut pembatasan perjalanannya.
Sebanyak 81.554 infeksi dan 3.312 kematian telah dikonfirmasi di Cina – kebanyakan dari mereka di Wuhan dan provinsi Hubei sekitarnya.
Tujuh kematian lagi dipastikan Rabu, enam di provinsi Hubei. Jumlah korban tewas di AS – sekarang lebih dari 4.000 – melebihi hitungan China minggu ini. (*/iys)