OPINI — Beberapa minggu terakhir Indonesia bahkan dunia mengkampanyekan konsepsi secara praktik tentang tata kehidupan baru yang disebut dengan istilah New Normal, pasca bergeriliyanya Covid-19 Coronavirus Diseases. Sebut saja bahwa era betul-betul melejit dan susah ditebak arah dan perkembangannya. Intinya perubahan adalah keniscayaan dan menyesuaikan diri adalah keharusan fainal tanpa proses tawar lagi.
Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir gaung dan kampanye tentang Revolusi Indsutri 4.0 sangat massif dilakukan oleh hampir semua perangkat negara tanpa terkecuali kelompok dan para organisasi entah kepemudaan, kemahasiswaan maupun organisasi kemasyarakatan. Topik-topik diskusi hingga konfrensi ilmiah tak jarang luput soal digitalisasi. Hal ini di picu karena perkembangan zaman melahirkan buah yang disebut dengan kecanggihan teknologi yang digadang-gadang mampu menjadi infrastruktur secara praktis bagi kehidupan di semua sektor.
Indonesia seperti yang diinformasikan di halaman website Kominfo sangat signifikan hingga pada bulan Desember tahun 2011 pernah mengambil posisi teratas ke tiga di asia bahkan pernah mencatat peringkat 6 dunia soal pengguna internet. Lonjakan yang sangat sesuai dengan keinginan perkembangan era dari waktu ke waktu.
Walaupun massifnya sosialisasi tentang Revolusi Industri 4.0 namun pada kenyataannya agaknya sangat kurang linier di lapangan sebab hanya menyentuh secara parsial saja dan tidak total menyentuh semua sektor yang ada terlebih khususnya di bidang kreatif dan ekonomi.
Entah apakah mentalitas negara sebesar Indonesia dengan jumlah populasi penduduk yang membludak mampu beradaptasi atau tidak, intinya hari ini akan kita jawab secara bersama di tengah pandemi sampai akhir transmisi pendemi nanti, sebab tak ayal dunia menuntut kita mengelola tatanan secara praktis dengan di topang oleh infrastruktur seperti Teknologi. Kaget ataupun tidak hari-hari terakhir kita amati perkembangan sesuai dengan anjuran WHO tentang Pysical Distancing dan Social Distancing. Indonesia mencoba beradaptasi secara perlahan seperti dengan penerapan Work From Home.
Indonesia berdasarkan PP No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Social Berskala Besar (PSBB) direalisasikan secara konkret dengan mengefisiensikan profesi dan aktivitas dengan tetap belajar di rumah, bekerja dari rumah. Resiko atas diberlakukannya kebijakan tersebut maka sejumlah agenda kenegaraan hampir di semua sendi (Eksekutif, Legislatif Dan Yudikatif) harus berjibaku menyesuaikan diri dan tidak boleh stack atas tugas, fungsi dan posisinya. Kendati sebelumnya belum pernah merasakan suasana demikian tapi kita di tuntut sigap bergerak dan bekerja secara terus menerus.
Lonjakan Inovasi TRIAS POLITICA
Sejak menyebarnya wabah corona publik akrab melihat rapat terkhususnya di lembaga eksekutif dengan mendayagunakan fasilitas digitalisasi melalui uplikasi yang dapat mengkoneksikan antar orang dalam sistim Virtual. Walaupun tidak bisa bercakap secara langsung dan mendiskusikan semua tema tapi melalui jejaring digital Presiden bersama pejabat lainnya mampu memutuskan beberapa kebijakan strategis yang ada seperti Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitasn Sistim Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan Keputusan Presiden No 11 Tahun 2020 Tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Sedangkan di tubuh legislatif kendatipun sempat mengalami kemoloran masa reses hingga sepekan namun pada akhirnya DPR kembali menggelar rapat paripurna Maret lalu. Perhelatan tersebut diikuti dengan rapat-rapat lainya seperti tentang Alat Kelengkapan Dewan atau AKD dengan mengkalaborasikan rapat secara fisik dan Virtual dengan tetap memenuhi syarat Kuorum.
Intinya bahwa sistim digitalisasi yang dilakukan telah berhasil membantu merumuskan dan memutuskan hampir semua kebijakan-kebijakan strategis. Baik tentang kesepakatan antar DPR dan KPU yang menunda proses pelaksanaan pilkada belum lagi di sektor pendidikan yang juga menghapus Ujian Nasional di Tahun 2020 semua runutan kebijakan tersebut benar-benar didorong oleh fasilitas digital.
Ibarat pohon bartangkai 3, di lingkungan lembaga peradilan juga menerapkan hal yang sama. Melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2020 juga mendorong bagi pencari keadilan dalam hal urusan adminitrasi persidangan dengan memanfaatkan aplikasi e-court serta terkait dengan pelaksanaan persidangan menggunakan e-litigation khususnya bagi perkara perdata, agama dan tata usaha negara (TUN).
Covid-19 telah menjadikan cabang-cabang kekuasaan negara berubah secara drastis dengan menjadikan Digital sebagai wahana prasarana yang sangat menunjang. Kemarin saya agak pisimis melihat kampanye Rovolusi 4.0 yang menurut hemat saya sepintas tidak memberi dampak luas, tapi ternyata sebaliknya.
Keadaan ini tanpa sadar atau tidak telah mengubah cara bertatanegara yang berperspektif disruptif. Mengubah pola dan mekanisasi yang sebelumnya hanya sekadar di tataran imaginatif semata.
Kondisi ini seolah menemukan katupnya di tengah euforia digitalisasi khususnya di lingkungan cabang-cabang kekuasaan negara. Meski dalam kenyataannya, tidak banyak kebijakan publik yang bercara pandang digital-disruptif tapi keadaan ini jika dicermati sudah menyentuh titik kulminasinya untuk membuktikan bahwa Indonesia sangat tangkas menyesuaikan era.
Banyak hikayat hikmah yang dapat di petik atas gencetan Covid-19 hal ini menjadi pelajaran dan moment tepat untuk kita agar kiranya mengevaluasi proses bertata negara tidak lain adalah agar dapat melompat jauh membangun inovasi super cepat dan proses formulasi yang relefan. Sehingga dalam proses ini sudah sangat semestinya membuat kebijakan yang melibatkan sub digitalisasi di ruang publik. Implikasi yang akan di terima juga akan terjadi dinamika debirokratisasi karena kadang juga pola yang terlalu birokratik memperlambat urusan pelayan publik dan satu sisi juga akan mempertegas jati diri negara demokrasi yang selalu mengedepankan asepk transaparansi dalam hal apapun terkhususnya pada bidang yang menyangkut keuangan negara.
Batusitanduk, Kab Luwu, Senin 8 Januari 2020
*) Penulis: Hadi Imam Al-azaidi Paduli, Mahasiswa Tingkat Akhir Fak. Hukum Universitas Andi Djemma Palopo