PALOPO–Sejak pertama kali beroperasi pada 20 Januari 2017, Kantor Imigrasi (Kanim) Palopo telah melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) terhadap 8 orang Warga Negara Asing (WNA) masing-masing pada tahun 2018 terhadap 3 orang laki-laki yaitu 2 orang WN China dan 1 orang Malaysia.
Tahun 2019 sebanyak 3 orang laki-laki yaitu 1 orang WN India dan 2 orang WN Malaysia serta dua orang perempuan WN China dan Perancis.
Mereka itu, sebanyak 7 orang melanggar Pasal 75 (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yaitu terkait kegiatan yang tidak menghormati ketentuan yang berlaku dan 1 orang terkait telah habis berlaku izin tinggalnya (overstay) sebagaimana diatur dalam Pasal 78 (3).
TAK ini adalah sanksi administratif yang ditetapkan oleh Pejabat Imigrasi terhadap orang asing di luar proses peradilan dan kepada mereka tindakannya berupa pengusiran dari wilayah Indonesia (deportasi)”.
Demikian keterangan tertulis Dodi Karnida Kepala Divisi Keimigrasian Sulawesi Selatan yang diterima Koran Seruya pada Minggu (21/06/2020) yang datanya bersumber dari laporan ke Divisi Keimigrasian Sulawesi Selatan terkait kegiatan pengawasan keimigrasian Kanim Palopo.
Dodi memberikan apresiasi atas tindakan penegakkan hukum itu. Dia juga mendorong agar tindakan penegakkan hukum keimigrasian seperti ini dapat terus dilakukan sebagaimana diamanatkan dalam tugas dan fungsi keimigrasian yaitu pelayanan keimigrasian dan penegakkan hukum keimigrasian.
Saat ini, Kanim Palopo sendiri telah memiliki 1 orang pejabat yang berkualifikasi sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Keimigrasian sehingga Dodi optimis suatu saat dapat dilakukan penyidikan keimigrasian terhadap siapapun yang melanggar, baik itu WNI maupun WNA.
Sebagai yang bertanggungjawab langsung atas penegakkan hukum keimigrasian ini, Oktavianus Malisan Kepala Subseksi Teknologi Informasi, Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Kasubsi Tikin Inteldakim) Kanim Palopo menyatakan bahwa dirinya tidak dapat begitu saja bekerja sendiri melainkan harus berkolaborasi dengan jajaran internal maupun eksternal, baik itu dengan para anggora Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Kabupaten/Kota yang diketuai oleh Kakanim Palopo yang di dalamnya terdapat Aparat Penegak Hukum (APH) lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan maupun berkolaborasi dengan insan media dan masyarakat pada umumnya sebagai unsur pengawas eksternal.
Untuk penegakkan hukum ini, Dodi menegaskan bahwa harus dilakukan secara proporsional dan sistematis serta memperhatikan manfaatnya. Yaitu diawali dengan sosialisasi hukum keimigrasian, pembinaan administrasi dan kemudian dilakukan penegakkan hukum keimigrasian secara berkeadilan. (*/Jun)