KORANSERUYA.COM– Viral kasus dugaan rudapaksa tiga anak yang ditengarai dilakukan ayahnya sendiri berinisial SA di Luwu Timur (Lutim) sepertinya menjadi ‘bola panas’ yang terus bergulir menjadi pembicaraan hangat bagi banyak kalangan. Pastinya, publik kini menanti penyelidikan kasus ini dibuka kembali supaya bisa terungkap dan kasusnya bisa terang benderang.
Oknum PNS di Malili, Lutim, berinisial SA tentu saat ini tengah meradang. Aduan istrinya dua tahun lalu, yang telah dihentikan penyelidikannya oleh penyidik Polres Lutim, viral dan jadi sorotan berbagai kalangan.
Tak sedikit tokoh bangsa ikut bersuara mendesak supaya kasus tersebut diusut kembali. Tak sedikit orang populer di ibukota ikut-ikutan mengecam SA sebagai ayah yang telah merusak masa depan anak-anaknya, meski sebatas atau hanya berkomentar demi namanya ikut dimediakan di berbagai media cetak di Tanah Air.
RA sendiri siap menghadapi proses hukum jika kasus tersebut diusut kembali. Alasan dia, aduan istrinya tersebut tidak benar. Bahkan, dia mengaku telah melapor balik sang mantan istrinya, termasuk sejumlah pihak yang telah mencemarkan nama baiknya dibalik viralnya aduan mantan istrinya.
“Itu kan beredar, karena liar ini barang. Maksudnya begini, karena tidak terbukti yah kan, saya punya hak untuk lapor balik, apalagi ini (viral) sudah se-Indonesia. Termasuk (melaporkan) orang-orang itu, saya kumpul komentar komentarnya (medsos-media), nanti saya saring mana yang dibawa ke ranah hukum,” kata SA kepada KORAN SERUYA, Jumat (8/10/2021) lalu.
“Kalau kita mau secara analisa, secara logika, saya ini siapa mempengaruhi (kasus) ini. Sampai tuduhannya bahwa bisa mempengaruhi penyidik, dan aparat hukum. Sedangkan bupati, ketua DPRD saja diambil (ditangkap). apalagi semacam saya ini, kalau memang melakukan kesalahan,” lanjut SA.
Seperti diketahui, mantan istri SA, inisial RA yang kembali mempersoalkan kasus dugaan rudapaksa tiga anaknya yang disebutkannya dilakukan ayahnya sendiri, terus menuai simpati dari berbagai kalangan. Sejumlah tokoh bangsa ikut bersuara mendesak Polri agar kasus dugaan asusila itu diusut kembali.
Termasuk, terkini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP & PA) sebagai tim pencari fakta telah berada di ibukota Kabupaten Lutuim, Malili, Minggu (10/10/2021). Kedatangan tim pencari fakta dari Meneg PP dan PA ini, tentu saja tidak lepas dari viralnya kasus asusila tiga anak dibawah umur ini, sebagai bentuk perhatian serius kementerian yang mengurusi persoalan anak itu.
Laporan wartawan KORAN SERUYA di Lutim, Herianto, bahwa tim pencari fakta dari Meneg PP dan PA yang beranggotakan lima orang itu, setibanya di Malili langsung berkoordinasi dengan pihak Kantor Dinas osial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Lutim.
Mereka langsung melakukan pertemuan dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lutim. Dalam kunjungannya itu, tim pencari fakta tersebut melakukan asesmen lanjutan atas penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di daerah itu.
Tak hanya itu, Sabtu (9/10/2021) lalu, Badan Reserse dan Kriminal atau Bareskrim Polri juga telah mengerahkan Tim Asistensi ke Lutim untuk memberikan pendampingan kepada Polres Lutim dan Polda Sulsel, terkait proses hukum kasus dugaan rudapaksa tiga anak oleh ayahnya, yang menuai kecaman dari berbagai kalangan lantaran kasus tersebut dihentikan penyelidikannya oleh Polres Lutim, sekitar dua tahun lalu.
Terkait tim asistensi Bareskrim yang diutus ke Lutim, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengakui, pengerahan Tim Asistensi Bareskrim Polri ini untuk memberikan pendampingan kepada Polres Lutim dan Polda Sulsel terkait proses hukum kasus dugaan rudapaksa tersebut.
Argo menjelaskan, Tim Asistensi Bareskrim Polri tersebut akan bekerja secara profesional. Bahkan, apabila nanti ditemukan bukti baru, maka polisi bakal kembali membuka perkara tersebut.
Pada Jumat lalu, 8 Oktober 2021, Kapolres Lutim, AKBP Silvester MM Simamora telah menemui RA di rumahnya, di Sorowako. Saat bertemu RA selaku pelapor kasus tersebut, Kapolres Lutim menegaskan, bahwa pihaknya siap mengusut ulang kasus tersebut jika RA atau pihak manapun memiliki bukti-bukti baru terkait laporannya beberapa waktu lalu.
RA sendiri didepan Kapolres Lutim mengaku siap menyerahkan bukti baru, seperti yang diminta pihak kepolisian agar aduannya bisa diusut kembali. Kepada Kapolres, RA menyatakan akan menyerahkan bukti baru tersebut, Selasa tanggal 12 Oktober 2021. “Kami tunggu saja seperti apa bukti-buktinya, nanti kita akan proses bagaimana apakah ini bisa memang jadi bukti dalam upaya penyelidikan ke depannya,” kata AKBP Silvester.
Rupanya, RA sangat menyambut baik kedatangan Kapolres Lutim ke rumahnya, yang didampingi Wakapolres Luwu Timur, Kompol Muh Rifai. Bagi RA, kunjungan pucuk pimpinan Polri di Lutim itu membawa angin segar bagi dirinya, untuk membongkar kebenaran aduannya terhadap mantan suaminya yang disebutkannya telah memperkosa tiga anaknya.
RA yang juga bekerja sebagai PNS di jajaran Pemkab Lutim ini, mengaku sangat bersyukur telah mendapat penjelasan dari Kapolres Lutim mengenai upaya kepolisian yang senantiasa menjunjung asas profesionalitas. Sehingga, dia menjanjikan akan menyerahkan bukti-bukti baru kepada penyidik Polres Lutim agar aduannya bisa diusut kembali, pada Selasa (12/10/2021).
Adapun pihak LBH Makassar yang selama ini mendampingi RA ikut menyampaikan bahwa kasus dugaan asusila tiga anak RA harus dibuka ulang. Diusut kembali. Alasannya, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Resky Pratiwi, menyebut pihaknya memiliki bukti baru atas kasus yang dilapor RA yang belum berujung sampai hari ini karena penyelidikannya di-SP3-kan.
Yang menarik, bukti baru tersebut, sesuai penjelasan Reski saat jumpa pers di Makassar, Sabtu (9/10/2021) lalu, bahwa ada dugaan keterlibatan dua rekan terlapor, dalam hal ini SA ikut menggagahi tiga korban yang anak masih dibawah umur. “Ada dua pelaku lain, ini fakta baru dari kasus itu,” kata Resky Pratiwi.
Dia menyebut, fakta baru adanya keterlibatan dua pelaku lainnya dalam perkara asusila yang sudah menasional itu, sesuai hasil pemeriksaan terhadap korban yang dilakukan oleh psikolog P2TP2A Kota Makassar pada Desember 2019 lalu. Dia menyebutkan, LBH Makassar telah meminta pemeriksaan psikolog tersebut dan telah diajukan ke Polda Sulsel, pada proses gelar perkara yang berujung penghentian penyelidikan pada Maret 2020. “Ini adalah laporan psikolog baru setelah proses penyelidikan dihentikan,” ungkap Resky.
Sementara dari Jakarta, Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, penyidik tidak akan segegabah itu menghentikan penyidikan kasus asusila, apalagi korbannya tiga anak dibawah umur, bila bukti cukup bukti. “Kalau kasus itu bener ada, saya rasa tidak akan setolol itu penyidik menghentikan prosesnya,” kata Agus di Jakarta, Minggu (10/10/2021).
Agus menuturkan, laporan pemerkosaan itu dibuat istri dari terduga pelaku yang sudah cerai, bahkan sebelum kasus itu mencuat ke publik. “Infonya pelapor adalah mantan istri, atau ibu kandung dari tiga anak yang dikatakan telah diperkosa ayahnya,” ujar Agus.
Saat itu, penyidik sudah melakukan serangkaian pemeriksaan sesuai dengan SOP yang berlaku, termasuk visum. Dari situ, diketahui tidak ada yang aneh dari ketiga anak itu. Bahkan dari pemeriksaan psikologis, hubungan emosional antara 3 anak dengan ayahnya juga sangat baik.
“Dari laporan Kapolda dan Dirkrimum yang kami terima seperti itu faktanya, anak-anak yang diduga menjadi korban dari perbuatan terlapor (ayah kandung) begitu dekat, tidak ada trauma psikologis dalam interaksi keseharian,” ungkap Agus.
USUT TUNTAS
Lantaran kasus dugaan rudapaksa tiga anak di Lutim ini sudah sorotan berbagai pihak di Tanah Air, Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, akhirnya ikut angkat suara. Dia meminta agar kasus dugaan asusila itu diusut secara tuntas.
“Jika benar adanya, ini di luar batas dan tidak rasional sehingga sepatutnya menjadi perhatian serius. Tidak rasional, tim akan turun untuk melihat faktanya,” ucap Andi Sudirman di Makassar, Minggu (10/10/2021).
Tak hanya itu, dua hari sebelumnya, Jumat (8/10/2021), Bupati Lutim, H. Budiman ikut berkomentar kepada wartawan mengenai kasus tersebut. Bupati Budiman rupanya menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada polisi.
Budiman mengaku sudah membaca kasus yang saat sedang menjadi sorotan masyarakat tersebut. Apalagi, sosok ayah ketiga anak tersebut adalah pegawainya di lingkup Pemerintah Kabupaten Luwu. “Kita serahkan prosesnya ke polisi. Apalagi Pak Kapolres kan sudah beri keterangan,” kata Budiman kepada wartawan di Hotel Four Point by Sheraton Makassar, Jumat (8/10/2021) lalu.
Budiman mengaku tidak mengetahui awal kasus tersebut. Sebab, saat kejadian tersebut dirinya belum menjadi Bupati Lutim. “Kan saya jadi bupati awal tahun 2021, sementara kasus ini bergulir kalau tidak salah 2019. Jadi saya tidak tahu seperti apa penanganan hukumnya,” kata dia.
Budiman mengungkapkan pihaknya sudah memerintahkan dinas sosial untuk mengunjungi tiga anak yang diduga menjadi korban pencabulan oleh orang tuanya. Budiman ingin mengetahui kondisi korban dan juga ibunya.
“Ingin memastikan kondisinya sekarang. Sementara untuk bapaknya nanti kita lihat, kita harus hormati proses hukum yang berlangsung,” ucapnya, seraya menambahkan, dirinya belum berencana memanggil ayah korban yang diduga melakukan tindakan pencabulan.
Diketahui, kasus ini viral di berbagai media sosial. Salah satunya melalui Twitter Indonesia pada Kamis (7/10/2021) dihebohkan oleh tagar #PercumaLaporPolisi, setelah liputan tentang pemerkosaan tiga orang anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan menarik perhatian publik luas.
Tagar #PercumaLaporPolisi sudah dicuitkan lebih dari 16.000 kali di Twitter Indonesia. Isi cuitan rata-rata berisi tentang kritik dan kecaman terhadap polisi yang dinilai tak becus mengusut kasus tersebut.
Viralnya kasus ini mendapat tanggapan serius dari Polri. Misalnya, Kabid Hubungan Masyarakat Polda Sulsel, Komisaris Besar E Zulpan menyebut, kasus yang viral itu merupakan kasus lama. Hanya saja, kepolisian tidak melanjutkan kasus tersebut karena tidak menemukan cukup bukti. “Kasus itu tidak dilanjutkan, karena penyidik tidak menemukan cukup bukti,” ujarnya.
Zulpan mengaku berdasarkan pemeriksaan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel, tidak ditemukannya ada tanda tindak pidana terhadap ketiga korban. Alasan, tersebut yang membuat penyelidikan kasus tersebut dihentikan untuk sementara. “Tidak ada penetapan tersangka pada proses tersebut. Saat pendalaman kejadiannya tidak ada bukti yang dapat mendukung tentang terjadinya kejadian tersebut,” kata dia.
Zulpan menjelaskan kasus tersebut sebelumnya dilaporkan oleh ibu korban ke Kepolisian Resor Luwu pada 9 Oktober 2019. Saat itu, ibu korban melaporkan atas tuduhan dugaan tindak pidana pencabulan atau sodomi yang dilakukan oleh mantan suaminya terhadap ketiga anak kandungnya.
“Adanya laporan itu, petugas saat itu langsung melakukan penyelidikan dengan diterbitkannya Sprin (surat perintah) penyelidikan. Petugas sempat memeriksa sejumlah saksi hingga korban dilakukan Visum Et Repertum di Puskesmas Malili, Luwu Timur dan juga pemeriksaan di RS Bhayangkara Polda, tetapi tidak ada bukti ditemukan,” bebernya.
Zulpan menambahkan berdasarkan asesmen dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lutim terhadap ketiga korban tersebut. Berdasarkan asesmen tersebut, Zulpan mengaku tidak ada tanda-tanda trauma pada ketiga anak tersebut kepada ayahnya. “Oleh karenanya,kasus ini juga dihentikan dengan bukti adanya SP2HP A2 kepada pelapor. Penghentian penyelidikan ini karena tidak kuatnya alat bukti,” ucapnya.
Sementara Wakil Direktur LBH Makassar, Abd Aziz Dumpa mengatakan kenapa kasus ini muncul kembali, karena adanya malprosedur dalam penyelidikannya. Aziz mengaku kasus ini tidak layak untuk dihentikan.
“Tidak layak dihentikan. Kenapa? karena proses penyidikannya sejak awal terjadi malprosedur. Sekarang terkesan justru berpihak kepada terduga pelaku,” ujarnya kepada Merdeka.com melalui telepon, Kamis (7/10/2021) lalu.
Aziz mengaku Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Luwu Timur juga melanggar dalam melakukan pendampingan terhadap korban. Pasalnya, Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati mengaku mengenal dengan terduga pelaku. “Ini kan sudah kami adukan P2TPA Lutim, karena dia melanggar. Nah, pada waktu itu P2TPA ternyata berteman dengan terduga pelakunya,” kata dia.
Keanehan lainnya, kata Aziz, yakni pemeriksaan dan penyelidikan hanya berjalan dua bulan. Padahal, Polres Luwu memiliki cukup waktu untuk melakukan pendalaman. “Kedua, seolah-olah mereka menganggap ini sebagai balas dendam. Karena ibu dan ayah korban sudah bercerai, padahal tidak ada hubungannya,” bebernya.
Keanehan lainnya, yakni pemeriksaan terhadap ibu korban di psikiater. Ia mengaku pemeriksaan tersebut sudah malprosedur. “Masa pemeriksaan psikiater hanya lima belas menit sudah keluar hasilnya. Padahal pemeriksaan psikiater itukan ada tahap-tahapnya dan membutuhkan waktu,” tegasnya.
Aziz menilai keanehan tersebut, membuat indikasi proses hukum sejak awal sudah terlihat berpihak kepada terduga pelaku. Apalagi, terduga pelaku adalah ASN. Dan atas keanehan penyelidikan tersebut, LBH Makassar sempat melaporkan P2TPA Lutim ke Ombudsman. Selain itu, pihaknya juga sudah menyurat ke Komnas Anak dan juga perempuan.
“Kami sudah menyurat ke mana-mana termasuk ke Komnas Perempuan. Bahkan sudah ada keluar rekomendasinya untuk meminta Polres Lutim agar kembali membuka kasusnya,” bebernya.
Selain itu, pihaknya juga sudah melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Bareskrim Polri. Hal tersebut dilakukan agar Bareskrim Polri mengambil kasus tersebut. “Supaya apa, supaya kasus ini diambil alih lalu kemudian kita melakukan proses penyelidikan terhadap penanganan kasus anak,” ucapnya. (tim)