koranseruya.com – Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abd Kadir Wokanubun sangat menyayangkan adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang terjadi di lingkup Pengadilan Negeri (PN) Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Dengan adanya kejadian itu, menurut Kadir sapaan akrab Abd Kadir Wokanubun, harusnya dijadikan sebagai evaluasi dan pintu masuk untuk membongkar praktik pungli.
“Tentunya sangat disayangkan masih ada perilaku dugaan pungli di lingkungan pengadilan, kejadian ini harusnya dijadikan sebagai evaluasi dan pintu masuk untuk membongkar praktik pungli tersebut,” Kata Direktur ACC, saat dikonfirmasi via WhatsApp, Jumat (15/10/2021).
Adanya dugaan praktek pungli itu, Direktur ACC Sulawesi menyatakan jika seharusnya Ketua Pengadilan Negeri Malili harus berani mengambil sikap tegas untuk mengusut lebih jauh.
“Ketua Pengadilan harus berani mengambil sikap tegas untuk pengusutan lebih jauh terkait Praktek pungli tersebut,” Jelas Kadir.
Diberitakan sebelumnya dugaan Pungutan Liar (Pungli) dialami sejumlah bakal calon kepala desa, saat melakukan pengurusan surat keterangan tidak pernah terpidana dan surat ketertarikan tidak dicabut hak pilihnya.
Dugaan praktek pungli itu diduga terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dengan tarif bervariasi
Sejumlah bakal calon kepala desa di Kecamatan Wotu mengaku membayar surat tersebut dengan biaya yang berbeda-beda, dari Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu.
“Saya bayar Rp 30 ribu surat bebas pidana dan surat tidak dicabut hak pilihnya. Rp 30 ribu ji,” kata cakades di Kecamatan Wotu kepada wartawan.
Sementara cakades dari Kecamatan Burau inisial IS mengaku membayar surat tersebut Rp 35 ribu.
“Jadi saya bayar surat itu Rp 35 ribu,” kata IS kepada wartawan di Kantor DPMD Luwu Timur, Senin (12/10/2021).
Sementara bedasarkan PP Nomor 5 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas PNBP yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan, pada lampiran poin IVe bahwa ‘Akta/Surat Keterangan Asli yang Dibuat di Kepaniteraan di Luar Perkara’ memiliki tarif PNBP Rp 10.000.
Maka pemohon diwajibkan membayar PNBP dengan nilai tersebut untuk setiap surat keterangan.
Terkait dugaan hal itu, Kepala PN Malili, Alfian mengatakan tidak ada yang dibayar selain PNBP. Tidak ada selain PNBP yang kami tarik.
“Jadi tidak ada pungutan sama sekali selain PNBP (penerimaan negara bukan pajak), tidak ada yah tidak ada,” kata Alfian saat dikonfirmasi wartawan di kantornya.
“Kalau ada yang bilang pak ketua perintahkan dipungut, saya siap dipecat,”
“Kalau ada yang mengatakan pak ketua memerintahkan untuk dipungut, hari ini saya dipecat juga nda apa-apa,” Tegas Alfian.
Alfian juga menegaskan tidak ada pungutan di PN Malili terkait pengambilan surat tersebut kecuali PNBP.
Pegawai PN Malili pun ditegaskan tidak boleh menerima uang kelebihan pembayaran dari cakades untuk pengambilan surat ini.
“Jadi saya tegaskan tidak boleh, tidak boleh itu (ambil uang kelebihan),” katanya.
Sekedar diketahui, salah satu syarat untuk menjadi calon kepala desa harus melampirkan surat keterangan tidak pernah terpidana dan surat ketertarikan tidak dicabut hak pilihnya yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Malili.
Di Luwu Timur sendiri ada 62 Desa dari 11 kecamatan yang akan melaksanakan pemilihan kepala desa. (Rah)