BELOPA – Direktur Perkumpulan Wallacea, Hamsaluddin menyebut, bencana banjir bandang terjadi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, bukanlah sesuatu yang di luar prediksi.
Hamsaluddin menilai, pemerintah tidak melakukan proses mitigasi bencana, seperti menekan laju pembukaan lahan yang masih saja terjadi.
“Sebenarnya bencana banjir yang terjadi di Luwu bukan sesuatu yang di luar prediksi, bahkan sudah banyak yang mengeluarkan peryataan dan kajian bahwa Luwu ini memiliki potensi banjir yang sangat tinggi,” katanya, Jumat 3 Mei 2024.
Dia menjelaskan, berdasarkan analisa perkumpulan Wallacea pada tahun 2016 sampai 2019 dalam rentan tiga tahun terjadi perubahan tutupan lahan pada hutan primer seluas 20.000 Hektare.
Itu katanya disinyalir menjadi lahan perkebunan. Kondisi ini kata Hamsaluddin diperparah dengan adanya faktor-faktor lain selain pembukaan lahan perkebunan. “Misalnya tambang pasir, tambang ilegal, dan rencana pertambangan emas yang akan dilakukan PT. Masmindo Dwi Area,” jelasnya.
Dia berharap, pemerintah bisa melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan PT Masmindo yang saat ini mulai beroperasi. Jika tidak, maka aktivitas PT Masmindo bisa memperparah sedimentasi di DAS Suso dan DAS Paremang.
Selain itu, dirinya juga meminta pemerintah untuk melakukan pengendalian pembukaan lahan di wilayah hulu, memberikan edukasi terhadap masyarakat yang beraktivitas di daerah hulu atau di sekitaran bantaran sungai.
“Di dua DAS tersebut harus dilakukan normasisai karena tidak bisa dipungkiri dua DAS ini kondisinya sangat kritis karena banyaknya sedimentasi,” ungkapnya. “Apa lagi jika aktivitas pertambangan PT Masmindo sudah beroperasi, maka berpotensi memperparah sedimentasi di dua DAS tersebut,” pungkasnya.
Sekedar informasi, saat ini banjir merendam 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu. Selain banjir, daerah berjuluk Bumi Sawerigading itu juga dilanda bencana tanah longsor. (*)