Polisi Ganteng yang Tewas Dianiaya Seniornya di Kendari Ternyata Asal Luwu Utara

25787
ADVERTISEMENT

KENDARI — Tragis nasib dialami Bripda Faturahman Ismail, 20 tahun. Polisi yang bertugas di Satuan Sabhara Polda Sulawesi Tenggara, tewas dianiaya dua seniornya, Senin (03/09/2018) dinihari. Propam Polda Sulawesi Tenggara masih terus mendalami penyebab tewasnya korban di tangan dua seniornya. Untuk proses penyelidikan, penyidik telah mengantongi hasil visum luar dan lampiran outopsi sebagai alat bukti.

Penyidik juga sudah menetapkan dua pelaku sebagai tersangka. Dua tersangka, yakni Bripda Sulfikar dan Bripda Fislan. Korban yang baru terangkat menjadi polisi tahun 2017 lalu itu, meninggal dengan luka memar pada wajah dan retak pada tulang rusuk sebelah kiri. Korban meninggal dunia di rumah sakit umum daerah (RSUD), Kota Kendari pada pukul 01.40 wita, Senin dini hari.

ADVERTISEMENT

Diketahui, orangtua almarhum berasal dari Desa Bungadidi, Kecamatan Tana Lili, Kabupaten Luwu Utara. Ibunya bernama Nurbaeti, yang saat ini menjabat sebagai salah satu pejabat di Dinas Pendidikan Kolaka Utara.

” Orang tuanya asal Bungadidi. Tapi sudah lama mereka pindah ke Lasusua, Kolut. Kami sangat kehilangan,” kata salah satu keluarganya, Suryani Andi Werru. Informasi dihimpun KORAN SeruYA, peristiwa naas yang menewaskan korban, bermula saat Korban yang baru pulang patroli dipanggil dua seniornya ke barak.

ADVERTISEMENT

Korban tidak sendiri, ada 19 orang rekannya dipanggil dua seniornya bernama Bripda Sulfikar dan Bripda Fislan. Saat itu, korban bersama beberapa rekannya dibariskan dalam posisi duduk bertumpu dengan lutut. Tidak sampai di situ, keduanya langsung bergantian memukul dan menendang korban di bagian dada dan perut.

Saat dihujani pukulan itu, Bripda Faturrahman Ismail langsung sesak napas. Namun, saat sesak napas dikira hanya sakit biasa dan tak dipedulikan oleh kedua pelaku. Korban sempat pingsan selama beberapa lama. Saat diperiksa oleh sejumlah rekannya, ternyata korban sudah tidak bernyawa.
Kasubdit Penmas Polda Sultra, Kompol Agus Mulyadi, mengatakan, proses penyidikan pelaku melewati dua tahapan, yakni pidana dan kode etik.

“Penanganan kasus ini ditangani dalam dua bagian yakni pidana dan kode etik. Pidana umumnya terlebih dulu yang ditangani baru kode etiknya. Untuk Propam sudah memeriksa 7 orang saksi yang ada pada saat itu dan alat bukti berupa hasil visum dan outopsi,” ujar Agus, Senin (3/9/2018).

Agus menambahkan, kedua pelaku terancam mendapat sanksi pidana dan pemecatan, jika dalam kasus ini terbukti bersalah. “Saat ini masih dalam tahapan penyidikan dan kita tunggu proses selanjutnya, nanti akan kita tindaklanjuti lagi seperti apa,” jelasnya. (*/cbd)

ADVERTISEMENT