PERKEMBANGAN perbankan syariah dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari market share perbankan syariah yang telah berhasil keluar dari five percent traps. Meski pangsa pasarnya telah tembus 5%, perbankan syariah masih terus berusaha meningkatkan pangsa lagi di masa depan. Harapannya, tentu saja akan semakin banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya Perbankan Syariah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan market share bank syariah adalah dengan melakukan sosialisasi produk dan layanan kepada masyarakat. Bank syariah memiliki kelebihan dan keunggulan ketimbang bank umum atau konvensional. Hampir semua transaksi yang dilakukan di lembaga keuangan bisa memakai akad syariah. Prinsipnya, asalkan bisa menghilangkan unsur riba atau bunganya yang dalam ajaran Islam adalah haram.
Contoh, dalam sistem Perbankan Konvensional tidak ada transaksi gadai karena hal itu merupakan domain jasa pegadaian. Tapi itu tidak berlaku pada bank syariah. Pada bank syariah ada yang namanya rahn, yakni akad yang digunakan dalam proses gadai barang.
Akad sewa merupakan keunggulan bank syariah lainnya, yakni ijarah karena tidak ada dalam produk bank konvensional. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Dalam praktiknya, dalam sewa-menyewa ini berkembang akad yang disebut ijarah al-maushufah fi al-dzimmah atau sewa inden.
Kini, banyak perusahaan swasta dan BUMN yang memanfaatkan akad sewa inden ini karena tidak dicatat sebagai utang, sehingga positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Akad akad lainnya yang bisa dilakukan dalam bisnis syariah antara lain istishna yang digunakan dalam transaksi jual beli dengan adanya pemesanan barang dan pembayaran dilakukan dengan cara dicicil atau bertahap.
Kemudian, kafalah yakni akad yang digunakan dengan adanya pemberian jaminan dalam suatu transaksi. Selain itu, akad murabahah yakni akad ini juga digunakan untuk transaksi jual beli. Juga ada qardh yakni akad yang digunakan untuk peminjaman di mana pengembalian dana yang dipinjam besarnya tetap sama atau tidak bertambah.
Sejak pertama kali didirikan pada tahun 1991 silam, statistik perbankan syariah nasional menunjukkan perkembangan yang menjanjikan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2018 menunjukkan, bahwa pertumbuhan bank syariah lebih unggul 4-5% dibandingkan bank konvensional.
Angka tersebut bahkan diproyeksikan akan terus mengalami kenaikan, seiring makin tingginya kesadaran masyarakat di Indonesia untuk menggunakan produk-produk keuangan berbasis syariah.
Pada dasarnya, bank syariah memang menjalankan fungsi yang sama dengan bank umum. Perbedaannya terletak pada prinsip dan akad yang dipakai.
Jika bank konvensional mendasarkan segala kegiatannya pada hukum positif yang berlaku, operasional bank syariah bertumpu pada syariat Islam berdasarkan Alquran dan hadis.
Transaksi bebas bunga adalah anggapan nomor wahid yang paling sering disebutkan masyarakat umum ketika diminta menyebutkan keunggulan bank syariah. Hal tersebut memang tidak salah. Namun, masih banyak keunggulan lain dari perbankan syariah dibandingkan dengan bank konvensional.
Beberapa di antaranya, pertama berpedoman pada Prinsip-Prinsip Syariah. Kelebihan pertama yang dimiliki bank syariah dibandingkan bank konvensional adalah segala kegiatan operasionalnya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan aturan Islam, dengan pengawasan ketat dari MUI dan pemerintah.
Lembaga keuangan berbasis syariah sendiri tidak mengenal sistem bunga dalam pelaksanaannya, sebagaimana sudah ditetapkan dalam syariat Islam bahwa bunga bank tergolong riba yang diharamkan.
Sebaliknya, bank syariah menggunakan sistem bagi hasil yang transparan. Hal ini tentu bisa menjadi pilihan bagi calon nasabah seperti Anda yang masih ragu-ragu menggunakan produk keuangan dari bank konvensional dengan sistem yang masih belum diyakini kehalalannya.
Kedua, sistem pembagian keuntungan. Dalam kegiatan perbankan syariah dikenal istilah al-mudharabah (bagi hasil), artinya bank memberikan bagi hasil kepada nasabah yang diperoleh dari keuntungan aset atau dana yang diinvestasikan. Besarnya bagi hasil ini sudah disepakati sejak awal akad. Pun pihak bank menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya dengan menggunakan hasil keuntungan tersebut.
Ketiga, pengelolaan dana sesuai syariat. Prinsip islami dalam kegiatan perbankan syariah juga diterapkan dalam hal pengelolaan dana nasabah maupun aset milik bank itu sendiri. Inilah salah satu keunggulan bank syariah dibandingkan bank umum.
Jika bank konvensional cenderung menginvestasikan dananya pada lini bisnis apa saja, bank syariah berlaku sebaliknya. Dalam memilih lini bisnis untuk dijadikan tempat berinvestasi, bank syariah cenderung selektif dan berhati-hati. Ya, sebab tidak semua industri dan bisnis memenuhi kriteria syariah, yakni halal dan menguntungkan.
Keempat, manajemen finansial yang aman dan tepercaya. Anda tentu ingat bagaimana Subprime Mortgage Crisis di Amerika pada 2007 silam berhasil memorak-porandakan kondisi perekonomian dunia. Pada masa itu, banyak bank konvensional dan lembaga keuangan yang terpaksa tutup karena bangkrut. Namun, kondisi tersebut nyatanya tak sedikit pun memengaruhi investasi pada perbankan syariah.
Di saat banyak bank konvensional gulung tikar akibat tak kuat menahan krisis, pasar keuangan syariah justru semakin kuat. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya bank syariah baru yang bermunculan dan membuka cabang.
Ini merupakan bukti nyata bahwa perbankan syariah memiliki sistem dan manajemen finansial yang kuat dan aman. Anda pun tidak perlu lagi khawatir menggunakan produk-produk keuangan di bank syariah.
Kelima, nasabah sebagai mitra. Dalam kegiatan perbankan konvensional, hubungan antara pihak bank dengan nasabah lebih seperti kreditur dan debitur.
Bank pun cenderung menggunakan cara-cara yang “kaku” untuk menyelesaikan masalah dengan nasabah, misalnya penyitaan aset atau agunan ketika nasabah menunggak angsuran lewat dari ketentuan yang sudah disepakati.
Hal demikian tidak akan Anda temui pada bank syariah. Sebab lembaga keuangan yang satu ini cenderung menganggap nasabah sebagai mitra usaha—yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan lewat sistem bagi hasil (mudharabah).
Keenam, jumlah angsuran tetap. Artinya, ekstensi suku bunga punya pengaruh besar terhadap skema cicilan dan pembiayaan suatu lembaga keuangan, atau dalam hal ini bank konvensional. Tidak heran jika nasabah bank umum diharuskan mengangsur cicilan dengan jumlah yang berubah-ubah dan fluktuatif menyesuaikan persentase bunganya.
Di sinilah kelebihan bank syariah. Karena tidak mengenal sistem bunga, maka nasabah hanya perlu membayar cicilan atau angsuran yang jumlahnya tetap, dari awal akad kredit sampai waktu pelunasan tiba.
Ketujuh, transparansi sistem. Berpedoman pada syariat Islam yang menjunjung tinggi sikap jujur dan adil, bank syariah menawarkan keunggulan lain berupa transparansi sistem. Selain memberikan laporan kondisi keuangan secara berkala kepada para investornya (nasabah), pihak bank juga lebih transparan dalam hal promosi produk.
Misalnya saat mengadakan promosi umrah untuk nasabahnya, maka bank akan menyampaikan informasi, syarat, dan ketentuan, serinci mungkin tanpa ada yang ditutup-tutupi. Keterbukaan semacam ini dilakukan karena bank syariah memiliki misi untuk menghasilkan keuntungan bersama—bukan salah satu pihak saja.
Kedelapan, menggunakan prinsip akad. Kebalikan dari bank konvensional yang seluruh proses transaksinya berpedoman pada hukum yang berlaku saat ini, bank syariah mengedepankan prinsip akad sebagai alat utama untuk menjembatani kegiatan finansialnya dengan nasabah.
Dan kesembilan, ada Kewajiban Zakat 2,5%. Kewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari total harta kekayaan (aset) yang dimiliki juga diterapkan oleh lembaga keuangan syariah. Setiap tahunnya, bank syariah mengeluarkan zakat sebesar 2,5% untuk diinfakkan kepada yang membutuhkan.
Saat Anda menggunakan jasa bank syariah, berarti Anda juga turut membangun kesejahteraan masyarakat luas. Hal semacam ini tidak akan Anda temui pada bank-bank konvensional, sebab mereka tidak memiliki kewajiban membayar zakat. (*)
PENULIS: Yuvita Savitri
– Mahasiswa Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Kota Palopo