OPINI: A New Normal Life, Sure?

5246
Evi Desi Said, S.Pd
ADVERTISEMENT

NEW Normal kembali digaungkan di tengah pandemi virus corona yang kian meluas dan menginfeksi jutaan orang di dunia, termasuk di Indonesia. presiden Jokowi juga mengajak masyarakat untuk dapat hidup berdamai dengan covid-19. Saat kurva masih terus melambung, kebijakan New Normal akan segera diterapkan.

Dilansir kompas.com (26/05/2020), New Normal pada akhirnya menjadi kondisi yang harus dihadapi masyarakat agar dapat hidup berdampingan dengan ancaman virus corona ini. Presiden Jokowi menyebut sudah saatnya masyarakat dapat hidup berdampingan dengan covid-19, “ Artinya sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan covid-19 untuk beberapa waktu kedepan”, kata Presiden Jokowi.

ADVERTISEMENT

Akibat pandemi ini, masyarakat dunia terpaksa mengambil resiko demi menyambung hidup didalam keadaan yang tidak menentu ini. Dimana pemerintah seakaan membiarkan rakyatnya hidup damai dengan virus. Rakyat tak punya pilihan, rakyat tak punya daya, mau tidak mau mereka harus siap dengan keadaan yang semakin sulit. Hingga alasan pemerintah akan menerapkan New Normal untuk tetap bisa memajukan perekonomian yang terus anjlok semenjak pandemic ini.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian , Airlangga Hartono, pemerintah saat ini tengah mempersiapkan scenario pelaksanaan protocol new normal yang dirancang bersamaan dengan program Exit-Strategy Covid-19 berupa peta jalan fase pembukaan ekonomi dan program pemulihan ekonomi nasional sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 (kompas.com 26/05/2020).

ADVERTISEMENT

Meskipun para tenaga ahli sudah menyampaikan kemungkinan- kemungkinan yang terjadi jika kebijakan itu diberlakukan. Namun, ini tidak menyurutkan niat pemerintah untuk segera merealisasikan kebijakan tersebut. Pemerintah akan segera melonggarkan semua aktivitas sosial serta ekonomi dan bersiap kembali beraktivitas dengan skenario new normal.

Pemerintah semakin terkesan plin-plan dalam mengambil keputusan. Yang sebelumnya penerapan PSBB yang tidak memberikan efek dalam pemutusan menyebaran wabah covid-19, kembali lagi akan diterapkannya new normal. Rupa-rupanya penguasa semakin bingung dalam memilih opsi angkat tangan. Karena melawan wabah ternyata membutuhkan usaha yang tak ringan dan waktu yang berkepanjangan. Sementara kekuasaan yang selama ini, tegak di atas satu kepentingan: Melanggengkan sekularisme dan hegemoni liberalisme kapitalisme global.

Bisa dibayangkan, saat wabah tetap dianggap bencana, maka rakyat harus ada di bawah tanggung jawab mereka. Sementara semua sumber daya sudah nyaris tak ada. Sampai-sampai menteri keuangan pun begitu kebingungan mengatur anggaran negara. Berkali-kali mengambil jalan pintas membebani rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang tak pantas.

Nampak jelas alasan pemerintah terlalu memaksa merilis skenario new normal adalah pertimbangan ekonomi. Atas desakan para pemilik modal sejak diberlakukan PSBB, stay at home mengantarkan ekonomi pada jurang keanjlokan yang nyata. Sehingga dengan pemberlakuan new normal dapat mengembalikan lagi perekonomian yang lesuh akibat pandemi. Sejatinya Indonesia belum siap karena kurva penyebaran belum melandai.

Walau dipaksakan skenario yang ingin dinormalkan kembali adalah kondisi ekonomi para pengusaha bukan kondisi kesehatan masyarakat yang tak kunjung meningkatkan sarana prasarana untuk menangani wabah, ataupun melakukan riset untuk membuat vaksin. Maka tak heran, jika bagi para penguasa, berdamai dengan corona menjadi pilihan terbaik di tengah rasa putus asa atas ketidakmampuan memberi jalan keluar. Dalihnya, wabah corona adalah wabah tak biasa. Dia merebak sejalan dengan pergerakan manusia. Maka apa boleh buat, kita harus berdamai, bahkan bersahabat dengan corona.

Sangat disayangkan sekali jika kebijakan sebuah negara diambil hanya mengikuti tren dunia saja, tidak memiliki standar yang jelas dan benar. Dapat dikatakan Indonesia adalah negara yang tidak independen, negeri pengekor minim visi dan misi. Nampak dari kebijakan-kebijakannya yang cenderung mengikuti arahan dunia internasional, termasuk dalam menangani pandemi Covid-19. Tidak memiliki peta jalan bagi solusi Indonesia apalagi dunia. Dimuat dalam lamannya PBB melalui artikel tertanggal 27 April 2020 bertajuk “A New Normal: UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after Covid-19” (New Normal: Peta jalan yang diletakkan PBB bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Covid-19).

Inilah jalan sistem Kapitalis demokratis yang terus mementingkan keuntungan, yang hanya berpikir cara membangkitkan ekonomi namun tidak memikirkan bahaya yang mengancam manusia. Pemerintah hanyalah alat menjamin kepentingan kaum kapitalis, dan nyawa manusia tak lebih berarti. Berbeda dalam Sistem Islam, Khilafah adalah negara yang independen, tidak tergantung pada asing.

Hal ini karena khilafah mengamalkan perintah Allah SWT yang melarang memberikan jalan apa pun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Adapun konsep utama roadmap penanganan wabah menurut Islam. Bahwa menjaga satu nyawa itu begitu berharga. Jangan menunda atau bahkan menunggu hingga angka sekian dan sekian. Khilafah menangani pandemi berdasarkan ajaran Rasulullah saw. Khilafah menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai tertular wabah.

Jadi apa pun caranya, aturan Islam melalui sistem Khilafah akan berupaya sekuat mungkin agar angka korban tak bertambah. Karena bagi Khilafah, satu saja sumber daya manusia yang menjadi warganya, adalah aset yang harus dipertanggungjawabkan pengurusannya oleh penguasa di hadapan Allah SWT di akhirat kelak. Maka cukup dengan mengganti sistem Demokrasi Kapitalis dengan sistem Islam, maka sosok-sosok pemimpin yang jauh lebih tangguh hingga yang sekelas Khalifah Umar bin Khaththab ra akan mudah ditemukan. Agar segala upaya kebijakan politik hanya berpihak demi menolong urusan agama Allah, tak terkecuali dalam langkah penanganan pandemi. Hidup dalam naungan Khilafah inilah yang semata-mata akan berbuah normal sesuai fitrah penciptaan manusia. (*)

PENULIS: Evi Desi Said, S.Pd, Aktivis Muslimah

ADVERTISEMENT