PANDEMI akibat virus Corona belum selesai di Amerika Serikat, tapi virus baru telah menyerang populasi kelinci di negeri Paman Sam itu.
Di tujuh negara bagian di barat daya, ribuan kelinci liar dan domestik mati akibat wabah langka dari penyakit yang sangat menular, dikenal sebagai virus penyakit pendarahan kelinci (RHDV2).
“Kami menyebutnya sebagai Bunny Ebola,” ucap Amanda Jones, dokter hewan dari Killeen, Texas, seperti dikutip dari Science Alert melalui The Cut, Kamis (2/7/2020).
Meskipun virus kelinci tidak terkait dengan cara atau bentuk apapun dengan Ebola, virus yang menyebabkan pendarahan hebat, kegagalan organ, dan kematian pada manusia dan primata, Jones mengatakan RHDV2 merusak tubuh kelinci dengan cara yang sama.
Virus ini menyebabkan lesi pada organ dan jaringan kelinci yang menyebabkan pendarahan internal dan kematian. Seringkali tanda-tanda bahwa kelinci telah terinfeksi terlihat setelah kematian hewan tersebut, yaitu dengan ditunjukan keluarnya darah dari hidung.
Sejak April lalu, Departemen Pertanian Amerika Serikat telah mengkonfirmasi kasus RHDV2 di Arizona, California, Colorado, Nevada, New Mexico, Utah, dan Texas. Bagian dari Meksiko barat juga terkena virus ini.
Ini adalah pertama kalinya virus menyebar di luar hewan peliharaan dan menyerang kelinci, pikas, dan terwelu asli Amerika Utara. Kelinci jenis cottontail dan jackrabbits pun turut terinfeksi.
“Fakta bahwa virus ini ada di banyak negara bagian dan menyerang kelinci sangat memprihatinkan. Banyak orang membakar populasi kelinci liar dan itu semakin menambah kekhawatiran kita,” ucap Eric Stewart, direktur eksekutif American Breeders Association.
Sebelumnya pada tahun 2018, virus muncul di antara kelinci peliharaan di Ohio, kemudian wabah terpisah terjadi di negara bagian Washington. Pada akhir Februari, lebih dari selusin kelinci mati di Centre for Avian and Exotic Medicine di Manhattan. Sementara wabah yang muncul di Arizona dan New Mexico ini tidak terkait dengan ketiga kasus sebelumnya.
“Kami masih tidak tahu dari mana asalnya. Itu seperti bola salju dan menyebar seperti orang gila. Kami mengenal seorang lelaki yang memiliki 200 kelinci dan dia kehilangan semua kelinci itu antara Jumat sore dan Minggu malam,” kata Ralph Zimmerman, dokter hewan negara bagian New Mexico, melansir Suara.
Pejabat New Mexico kemudian melembagakan kebijakan depopulasi. Jika seekor kelinci di rumah tertular penyakit itu, negara dapat melakukan eutanasia atau suntik mati kepada kelinci yang tersisa di dalamnya. Kebijakan ini menyebabkan 600 hewan dibunuh dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus.
Pada April, para ilmuwan melaporkan kasus serupa pada populasi kelinci di Colorado, Texas, dan Nevada. Lusinan kasus pun muncul di California dan Utah.
Virus Bunny Ebola membunuh dengan efisiensi yang mengejutkan. Setelah seekor hewan terinfeksi, virus diinkubasi hanya dalam tiga hari. Beberapa kelinci akan mulai kehilangan nafsu makan dan enrgi, meskipun pada kasus lain tidak menunjukkan gejala sebelum mati.
Kemudian organ-organ kelinci, seperti hati dan limpa tidak bekerja dengan baik dan darahnya berhenti menggumpal dengan benar. Dalam wabah saat ini, para ilmuwan melaporkan tingkat kematian sekitar 90 persen.
Kelinci yang bertahan hidup pun menjadi bahaya besar bagi orang lain karena hewan itu terus menyebarkan virus selama hampir dua bulan. RHDV2 sendiri dapat menyebar dengan mudah melalui darah, urin, dan feses.
Walaupun virus tidak dapat menginfeksi manusia atau jenis hewan lainnya, virus dapat menempel di rambut, sepatu, dan pakaian untuk berpintar antar inang kelinci. Jika kelinci menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus, kelinci itu bisa sakit. Serangga yang berkeliaran di sekitar kelinci juga dapat menyebarkan partikel virus.
Selain mematikan, virus ini juga sulit dibunuh. Virus dapat hidup selama lebih dari tiga bulan pada suhu kamar dan dapat bertahan pada suhu 50 derajat Celcius selama setidaknya satu jam serta tidak dapat dibunuh melalui pembekuan.
Hingga saat ini, virus Bunny Ebola tidak memiliki obat dan untuk mendapatkan vaksin di Amerika Serikat akan memakan waktu berminggu-minggu. Karena virus ini berasal dari luar negeri, belum ada vaksin berlisensi yang tersedia di Amerika Serikat.
Sebaliknya, para dokter hewan harus meminta izin dari Departemen Pertanian Amerika Serikat untuk mengimpor vaksin dari Spanyol dan Perancis. Ditambah proses persetujuan tersebut memakan waktu setidaknya satu bulan.
Jones mengaku telah memesan vaksin pada pertengahan April dan menerimanya pada 9 Juni. Sementara salah satu pesanan Zimmerman membutuhkan waktu lima minggu untuk tiba.
Menurut House Rabbit Society, Departemen Pertanian Amerika Serikat bekerja untuk memproduksi vaksin RHDV2 di dalam negeri, tetapi prosesnya mungkin akan memakan waktu satu tahun atau lebih.(*/iys)