JAYAPURA — Kondisi kesehatan Gubernur Papua, Lukas Enembe yang sudah empat kali mengalami stroke dan hingga saat ini masih dibatasi aktivitasnya.
Hal itu kemudian menyebabkan Lukas dan keluarganya tidak bisa memenuhi panggilan KPK. Akibatnya juga berdampak terhadap terganggunya akselerasi pemerintahan dan pelayanan publik di bumi cenderawasih itu.
Sudah muncul suara masyarakat yang mengeluh tidak bisa mendapatkan pelayanan karena pejabat yang hendak ditemuinya di kantor gubernur tidak berada di tempat. Koordinator Cendikiawan Muda Papua, Paulinus Ohee juga mengeluhkan hal yang sama.
Paulinus berujar, sakitnya Lukas Enembe dan kasus korupsi yang sedang dihadapinya, memang sangat mengganggu jalannya roda pemerintahan.
“Penting sekali untuk adanya pejabat gubernur untuk melaksanakan proses pelayanan publik oleh Pemerintah,” kata Paulinus Ohee di Jayapura, Minggu (16/10/2022).
Menurut Paulinus, dengan dinonaktifkannya Lukas Enembe dari jabatan Gubernur karena sudah sekian lama sakit, akan memberikan tiga manfaat sekaligus.
Lukas bisa lebih fokus menjalankan perawatan kesehatan, lebih siap menghadapi proses hukum, dan kinerja Pemprov dalam melayani masyarakat tetap optimal.
“Kondisi gubernur dalam keadaan sakit, namun Pemerintahan harus tetap berjalan. Dalam hal ini Menteri Dalam Negeri harus menonaktifkan gubernur untuk pemulihan kesehatan dan menjalankan proses hukum yang sedang dihadapi,” tegas Paulinus.
Ditambahkan, sangat penting sekali Gubernur selaku kuasa pengguna anggaran harus ada. Dengan adanya pejabat gubernur baru maka semua hambatan dalam menjalankan roda pembangunan di Papua dapat teratasi.
Paulinus juga mengomentari terkait dilantiknya Lukas Enembe menjadi kepala suku besar Papua. Menurutnya, itu adalah sebuah kesalahan terhadap adat istiadat yang ada di Tanah Papua.
“Ini bisa menimbulkan perpecahan antara masyarakat adat di wilayah Papua,” kata Paulinus.
Ia mengimbau agar ke depan jangan lagi ada pelantikan seperti yang dilakukan oleh dewan adat Papua. Dirinya tegas menolak dan tidak mengakui pengukuhan itu.
“Lukas berasal dari wilayah adat Lapago, sehingga dia tidak bisa langsung diangkat secara umum menjadi kepala suku besar dari seluruh wilayah adat yang ada. Kami menolak,’’ tutup Paulinus. (***)