JAYAPURA — Gubernur Papua Lukas Enembe tidak diakui sebagai kepala suku besar di tanah Papua. Hal itu diungkapkan Ketua Dewan Adat Suku Yewena Yosu Johanes Jonas Mentanaway.
Tidak diakuinya Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar lantaran pengukuhan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar di Tanah Papua ada agenda kepentingan politik.
Hal tersebut diungkapkan Johanes Jonas melalui rilis yang diterima Koran SeruYA, Jumat (14/10/2022).
“Di tanah Papua, masing – masing suku mempunyai kepala suku, beberapa suku dapat duduk bersama dan menunjuk 1 orang yang dianggap punya kekuatan, berpengaruh dan kaya untuk diangkat menjadi kepala suku,” ucap Johanes.
“Kami tidak menganggap Lukas Enembe sebagai kepala suku besar Papua dan melihatnya sebagai agenda kepentingan politik dalam isu tersebut,” sambung lulusan antropolog Uncen.
Pemilihan gubernur juga dinilai tidak valid karena pada waktu itu masih menggunakan sistem noken sehingga menguntungkan Lukas Enembe sehingga terpilih menjadi gubernur.
Alasan menggunakan sistem noken karena masyarakat Papua masih dianggap belum bisa membaca dan menulis. Beberapa suku sudah tidak setuju dengan sistem tersebut.
“Lukas Enembe harus berjiwa besar dan bertanggung jawab serta tidak mengurung diri dengan perlindungan masyarakat karena hal tersebut dapat mengorbankan masyarakat sekitar,” tutur Johanes.
“Hal tersebut juga dinilai sebagai upaya menghindar dari hukum, semua masyarakat harus patuh hukum negara,” sambungnya
Ketua Dewan Adat Suku Yewena Yosu menilai pemeriksaan Lukas Enembe yang dilakukan di lapangan adalah salah karena dalam hukum adat juga tidak ada yang melakukan hal tersebut.
“Dalam aturan adat, pemeriksaan dilakukan di sebuah ruangan peradilan adat,” tutur Johanes.
Sementara itu, terkait masyarakat yang berjaga di kediaman Lukas Enembe harus memberikan kesempatan KPK untuk melakukan pemeriksaan.
“Lebih baik pulang dan melanjutkan aktivitas sehari-hari daripada berdiam di tempat tersebut,” tutup Johanes Jonas. (rls)