MAKASSAR–Duka pelaut yang dialami Muh Alfatah alias Alfatah, 20 tahun, anak buah kapal (ABK) asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, yang
meninggal dan jasadnya di buang ke laut membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel bereaksi keras. Bahkan, Pemprov melalui Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman meminta pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk melakukan investigasi kasus tersebut.
“Pertama, kita mengungkapkan ucapan turut berduka cita” ungkapnya Andi Sudirman Sulaiman, Selasa (21/1/2020).
Andi Sudirman Sulaiman yang juga mantan Menteri Pertanian ini, meminta Kemenlu RI untuk melakukan investigasi khusus terkait kasus ini. “Yang jelasnya kita minta investigasi khusus untuk kematiannya dan tentu proses-proses prosedural yang terjadi di sebuah kapal kita tentu minta penjelasan daripada instansi terkait untuk hal ini,” kata Wagub Sulsel itu.
Pemprov Sulsel bakal melakukan koordinasi dengan Balai Pelayanan Penetapan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) dan Balai Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), untuk meminta penjelasan. Di mana pihak Pemprov sendiri belum mendapati data kapal yang digunakan korban.
Sementara saat dimintai tanggapan terkait alasan Kapten kapal membuang jenazah Alfatah, ia mengungkapkan dibutuhkan kejelasan “Kita tidak tahu. Makanya kita butuh clear dulu kronologis kejadian yang diumumkan resmi oleh instansi terkait. Nanti setelah itu kita bisa mengambil langkah yang efektif,” tutupnya.
Tak hanya itu, kasus meninggalnya ABK ini juga mengundang perhatian anggota dewan setempat. Wakil ketua komisi A DPRD Sulsel mendesak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) agar mengusut tuntas kasus ini.
“Tak ada yang bisa menghalangi takdir, begitu pun kematian. Tapi kematian seseorang, harus jelas musababnya, dan proses penanganan pun harus memenuhi standar-standar kemanusiaan dan agama. Ini sungguh mengusik naluri kemanusiaan kita,” kata Legislator Golkar, Rahman Pina.
Ia menambahkan investigasi dibutuhkan untuk mengetahui musabab kematian dari ABK asal Enrekang ini. “Siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada kasus di atas kapal sebelum Alfatah meninggal. Kasus kriminal misalnya. Lalu dengan siapa Kapten kapal berkonsultasi untuk kemudian memutuskan jasad langsung dibuang ke laut. Hanya beralibi khawatir adanya krunya terserang penyakit menular,” tambahnya.
Tak hanya itu, menurutnya pengusutan kasus ini dibutuhkan agar tidak ada hal yang serupa terjadi lagi. “Kalau ini tidak diusut tuntas, maka ke depan para pemilik kapal dan kapten kapal bisa melakukan hal yang sama tanpa merasa bersalah. Ini juga menjadi trauma mendalam bagi ABK di seluruh dunia,” tutupnya.
Informasi jenazah Alfatah dibuang ke laut dan beredar luas di media sosial. Putra asal Enrekang, Sulawesi Selatan ini dibuang ke laut pada 27 Desember 2019 lalu.
ABK lulusan SMK Pelayaran Lintas Nusantara di Barru, Sulawesi Selatan ini berlayar sejak 2017 lalu. Pelaut asal Sulsel itu merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara. Ia lahir pada 19 Maret 2002.
Kabar meninggalnya Alfatah beredar dari media sosial yang tertera dari surat Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI. Muh Alfatah di dalam surat tersebut dinyatakan mengalami sakit, di mana sakit yang dimaksud ialah kaki dan wajah bengkak, nyeri di dada dan napas pendek.
Kapten kapal sempat memberikan obat kepada Alfatah, namun kondisinya tak kunjung membaik. Pada 27 Desember 2019 pukul 13.30 waktu setempat, Alfatah dipindahkan ke Kapal Long Xing 802 yang akan berlabuh di Samoa, sebuah negara kepulauan di Samudra Pasifik, lalu dibawa ke rumah sakit. Namun, Alfatah meninggal delapan jam setelah dipindahkan ke kapal tersebut.
Dengan alasan daratan (negara Samoa) masih sangat jauh dan dikhawatirkan adanya penyakit menular yang bisa menjangkiti kru kapal lainnya, kapten kapal memutuskan membuang jenazah Alfatah ke laut tanpa sepengetahuan agen. (*/tari)