PALOPO – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Palopo menggelar Diskusi Publik dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022 yang dilaksanakan di Warkop D’linoe Kota Palopo, Rabu (09/02/22).
Diskusi Publik yang mengangkat tema ‘Profesionalisme dan Kemerdekaan Pers di Era Digitalisasi’ ini menghadirkan dari pihak Pemerintah dalam hal ini Dinas Kominfo Palopo, dari Aparat Penegakan Hukum (APH) dalam hal ini Polres Palopo, dan dari Akademisi Ilmu Komunikasi IAIN Palopo.
Diskusi Publik ini diawali pemaparan materi dari Ketua SMSI Palopo, Wahyudi Yunus SH MH yang dalam pemaparannya menyebutkan, profesionalisme dan kemerdekaan pers ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan.
“Namun yang menjadi kendala hingga saat ini pers menghadapi berbagai problem dalam mencapai profesionalitas itu. Diantaranya terdapat problem teknis terkait kepenulisan dan problem pragmatis terkait kesejahteraan,” ungkapnya.
Bahkan, kata mahasiswa program Doktoral Universitas Muslim Indonesia Makassar itu, berdasarkan data yang dirilis Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Indonesia termasuk Negara yang terendah tingkat kesejahteraan wartawannya.
“Bayangkan saja di Jakarta, upah Wartawan di Jakarta berkisar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta, apalagi kita ini di daerah,” sebutnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Opini dan Aspirasi Publik Dinas Kominfo Palopo, Junita Anjar Lestari SS mengungkapkan bahwa Kota Palopo merupakan salah satu daerah yang paling memperhatikan keberlangsungan Pers.
“Kota Palopo adalah salah satu daerah yang konsen akan keberlangsungan Pers. Itu terbukti dengan banyaknya kerja sama antara Pemerintah Kota Palopo dengan media sebagai mitra pemberitaan,” ucapnya.
Sedangkan terkait kemerdekaan Pers, Wakapolres Palopo, Kompol Sanodding SH menyebutkan poin-poin penting yang terdapat dalam MoU atau nota kesepahaman Dewan Pers dengan Kapolri nomor 2/DP/MoU/II/2017.
“Dalam MoU tersebut dibahas tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan Pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan,” ucapnya.
Adapun sebagai langkah penyelesaian sengketa Pers, kata Sanodding berdasarkan MoU tersebut, sebelum melakukan penyelidikan, pihaknya akan koordinasikan dulu ke Dewan Pers.
“Apakah sengkata Pers tersebut masuk sebagai pelanggaran kode etik jurnalistik atau masuk ke ranah pidana,” jelasnya.
Adapun menurut Akademisi Ilmu Komunikasi IAIN Palopo, Aswan SKom MIKom mengatakan, belenggu sudah pasti tidak baik. Tapi kemerdekaan bisa baik bisa juga buruk.
“Dalam artian kemerdekaan itu bisa merusak bumi apabila digunakan oleh seorang oknum jurnalis untuk menyebarkan hoaks yang seharusnya kemerdekaan itu digunakan untuk melayani publik seluas-luasnya,” sebutnya.
Ia pun menegaskan, kualitas informasi yang dihasilkan oleh Pers, akan menentukan kualitas masyarakat itu sendiri.
“Seperti berita yang kurang baik dan masyarakat memercayai itu, maka akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat itu sendiri. Padahal sangat mulia kebebasan ini apabila dipergunakan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya. (ayb)