KASUS adopsi anak di Kabupaten Luwu Timur, jadi perhatian publik, lantaran pasangan suami istri Oky dan Yulis Rahma yang mengadopsi anak dari sahabatnya ditetapkan sebagai tersangka. Oky dan Yulis, keduanya warga Sorowako.
Yulis dan suaminya mengadopsi anak RI karena kasihan kepada bayi yang dilahirkan sahabatnya itu. Dua suami istri ini viral lantaran jadi tersangka setelah membantu mengadopsi anak kandung dari sahabat karibnya RI.
Apalagi, anak yang diadopsi suami istri itu merupakan hasil hubungan luar nikah antara RI dengan oknum polisi berinisial RE yang bertugas di Makassar. Anak kandung RI dan RE berinisial AMR. Oky dan Yulis dilaporkan pada 16 Desember 2021 oleh SK, nenek atau Ibu kandung RI ke Polres Luwu Timur.
Aktivis kemanusian sekaligus penggiat kemanusiaan Abdul Rauf Dewang, ikut angkat bicara menyikapi kasus tersebut. Dia berpendapat, berangkat dari morat-maritnya sistem hukum di Indonesia yang dinilai mencederai rasa keadilan, restorative justice atau keadilan restoratif menjadi alternatif penyelesaian kasus tindak pidana untuk mewujudkan keadilan hukum yang lebih memanusiakan manusia di hadapan hukum..
“Hukum terus bergerak mengikuti dinamika masyarakat, restorative justice menjadi terobosan untuk mewujudkan keadilan hukum yang memanusiakan manusia, menggunakan hati nurani. Sekaligus melawan stigma negatif yang tumbuh di masyarakat, yaitu hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” katanya.
“Sehingga perkara-perkara yang sifatnya sepele atau ringan dapat diselesaikan di luar pengadilan dan tidak perlu dilimpahkan atau dilanjutkan ke pengadilan. Demikian dengan kasus viralnya suami istri di Luwu Timur yang jadi tersangka karena adopsi anak dari sahabat karibnya sendiri, Polri harus bisa menempatkan diri sebagai institusi yang memberikan rasa keadilan,” kata
Rauf yang juga merupakan hahasiswa Hukum Universitas Andi Djemma Palopo ini.
Olehnya itu, Rauf berharap, semua pihak baik itu pelapor ataupun terlapor nantinya dapat bersama-sama legowo dan saling memaafkan setelah dilakukan restorative justice, terkait penyelesaian kasus adopsi anak di Sorowako itu.
“Apalagi kultur budaya kita sebagai masyarakat Sulawesi Selatan yang penuh dengan nuansa religi, hikmah, etika dan estetika, dan menjunjung tinggi nilai falsafah kearifan lokal sipakainge, sipakatau, sipakalebbi,” kata Rauf.
Dikatakan Rauf, penerapan keadilan restoratif dengan cara memediasi antara pelapor dan terlapor dalam penyelesaian permasalahan memiliki tujuan utama pemulihan dan pengembalian pada keadaan semula agar kehidupan bermasyarakat kembali normal..
Selain itu, melalui RJ (restorative justice), stigma negatif atau labeling “orang salah” itu dihapuskan. Ia tidak lagi dilanjutkan ke proses pengadilan, sebagaimana kejahatan tindak pidana berat lainnya, tetapi diberi kesempatan untuk berdamai dan berhenti saling menyerang baik secara verbal maupun nonverbal, ataupun saling menyinggung di media sosial..
“Instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang berulang kali menyebut soal restorative justice atau keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara oleh anggota Polri. Perihal restorative justice ini, Kapolri Sigit tekankan dalam upaya penanganan perkara UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 Tahun 2016, bahkan Kapolri menerbitkan surat edaran pada 19 Februari 2021 yang salah satu isinya meminta penyidik memiliki prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,” katanya. (liq)