SURABAYA–Aksi serangan bom Surabaya yang meledak di tiga gereja hampir secara bersamaan, sampai dengan Senin (14/5/2018) pukul 01.00 WIB, tercatat sudah 13 nyawa melayang. Jumlah tersebut, termasuk enam pelaku bom Surabaya yang ternyata adalah satu keluarga.
Sementara itu, 43 orang lainnya, menjadi korban luka-luka serius dan harus mendapat perawatan intensif.
Keenam pelaku tersebut adalah pasangan suami-istri Dita Oepriarto dan Puji Kuswati. Ditambah empat anak-anaknya, yakni Fadil (18), Firman Halim (16), Fadilah Sari (12) dan Pamela Rizkita (9).
Usai terungkapnya identitas para pelaku, polisi pun bergerak cepat dengan melakukan penggeledahan di salah satu rumah di kawasan Wonorejo, Surabaya Timur. Di rumah dengan alamat di Jalan Wonorejo Asri XI no 22, Surabaya Timur itu, polisi mendapati sejumlah barang bukti.
Diantaranya beberapa bom aktif yang masih disimpan di rumah tersebut.
Kendati aksi keluarga itu sungguh keji dan di luar batas kemanusiaan, warga berpendapat lain. Sebab, warga dan tetangga menilai keluarga tersebut jauh dari sebagaimana peringai teroris yang selama ini beredar.
Berikut 7 fakta tersembunyi keluarga pelaku bom Surabaya, dikutip KORAN SeruYA dari Pojoksatu.com.
1. Ramah
Sejak tinggal di rumah tersebut pada 2010 lalu, ketua RT setempat, Korihan menyebut bahwa keluarga Dita dan Puji selalu ramah kepada warga dan tetangga. Bahkan, mereka juga cukup aktif dalam setiap kegiatan warga.
Malah, keluarga tersebut cukup dikenal oleh satpam komplek perumahan tersebut dan selalu menyapa saat bertemu.
“Kalau sama warga dan tetangga lainnya selalu ramah. Selalu menyapa. Baik kok orangnya. Suami sama istrinya baik sama semua warga,” kata dia.
Demikian pula yang diungkap salah seorang tetangga, Punjung. “Kalau Pak Dita kesehariannya baik. Dengan tetangga itu selalu bertegur sapa,” kata Punjung.
Pengakuan lain disampaikan petugas keamanan di perumahan tersebut, Saimin. Menurutnya, Dita dan keluarga memang benar-benar keluarga yang baik. Setiap keluar rumah, mereka selalu menyapa para satpam. “Sangat baik, pokoknya sangat ramah. Anak isterinya juga baik. Kalau ke pasar pasti nyapa,” kata Saimin.
2. Taat ibadah
Masih kata Korihan, Baik Dita, Puji maupun keempat anak-anaknya, dikenal sebagai keluarga yang taat beribadah. Kerap kali, mereka ikut shalat berjamaah di masjid yang dekat dengan kediaman mereka. Saat keluarga itu berkumpul, shalat berjamaah pun tak pernah ditinggalkan.
“Setiap terdengar azan, pasti datang berjamaah (ke masjid) bersama anak-anaknya,” kata dia.
3. Supel dan tak tertutup
Sterotip pelaku teroris yang selalu tertutup, sama sekali tak didapati pada keluarga Dita-Puji dan anak-anaknya. Korihan menyebut, keluarga itu sangat akrab dengan warga dan tetangga sekitar. Malah, setiap kali ada kegiatan warga, mereka hampir selalu datang bersama.
Selain itu, gelagat mencurigakan sebagaimana ciri pelaku teror pun tak didapati. “Gak tertutup. Biasa aja. Malah sering bergaul dengan warga,” beber Korihan.
Pun demikian dengan Punjung yang menilai keluarga itu tak memiliki satupun ciri sebagaimana yang kerap diperlihatkan keluarga terduga teroris.
“Kalau ada pertemuan atau rapat (warga), misalnya dia (Dita) di rumah, pasti datang. Ikut gitu,” kata Punjung.
4. Tak ada aktivitas mencurigakan
Punjung benar-benar tak menyangka bahwa keluarga Dita-Puji menjadi pelaku bom Surabaya yang menyerang tiga geraja hampir secara bersamaan itu.
Sejak menjadi warga disana, katanya, keluarga itu sama sekali tak menunjukkan aktivitas mencurigakan. “Tidak ada yang aneh dari Pak Dita. Anak-anaknya yang laki-laki itu juga sering ke masjid. Kalau anak yang perempuan dua itu, suka main keluar rumah,” imbuhnya.
5. Penjual obat herbal
Masih menurut Punjung, sepengtahuannya, keluarga Dita-Puji adalah keluarga yang biasa-biasa saja. Dalam kehariannya, Dita diketahuinya berjualan obat-obatan herbal dan berbagai macam minyak.
“Yang saya tahu, dia distributor bahan-bahan herbal. Salah satu yang saya tahu kayak Jintan hitam dan minyak-minyak. Biasanya, kalau pertemuan juga sering terlihat di teras dan terbuka. Tamu biasanya bawa jeriken,” imbuhnya.
6. Bukan penganut radikalisme
Keluarga Dita-Puji diketahui warga bukan sebagai penganut aliran radikalisme. Malah, berbagai acara keagamaan yang diadakan warga di masjid perumahan, hampir selalu dihadiri oleh keluarga tersebut.
Puji sendiri, sehari-hari tak pernah mengenakan cadar. Keluarga itu juga diketahui tak canggung meski bersosialisasi dengan warga yang berbeda agama di kawasan perumahan tersebut.
7. Berpelukan dan Tangis-tangisan
Sebelum melakukan penyerangan, salah seorang satpam mengaku sempat melihat keluarga Dita-Puji menunaikan shalat Subuh berjamaah di masjid dekat kediamannya. Usai ibadah itu, mereka langsung pulang seperti biasa.
Yang tak biasa adalah, mereka semua lantas saling berpelukan dan menangis haru. “Saya pas lewat situ (depan rumah pelaku). Mereka pelukan semua sambil nangis-nangis,” kata satpam yang tak mau namanya dipublikasikan itu.
Ia sendiri tak tahu persis apa yang membuat keluarga itu saling berpelukan dan menangis haru. Ia baru sadar setelah dirinya melihat pemeberitaan bahwa keluarga Dita-Puji disebut menjadi pelaku bom Surabaya.
“Waktu itu saya pikir mungkin ada masalah keluarga gitu. Baru sadar setelah lihat berita ternyata mereka pelaku bom bunuh diri,” bebernya. (*/cbd)