KORANSERUYA.COM–Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) saat ini menyiapkan tiga skenario untuk mengantisipasi munculnya masalah saat penghapusan tenaga honorer pada 2023. KemenPAN-RB nantinya akan memilih satu dari tiga skenario tersebut.
Menariknya, dari tiga skenario tersebut, skenario pertama yang disiapkan KemenPAN-RB, yakni seluruh tenaga honorer akan diangkat menjadi ASN atau PNS.
“Ya, skenario pertama adalah seluruh tenaga honorer diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN), meski sangat disadari akan berdampak semakin beratnya beban negara. Dampak lainnya, kompetensi birokrasi kita juga tentu akan ada problem di beberapa titik, yang ketika rekrutmennya kualitasnya diperhatikan,” ungkap Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Azwar Anas di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2022).
Selanjutnya, skenario kedua adalah tenaga honorer diberhentikan seluruhnya. Sedangkan skenario ketiga adalah tenaga honorer diangkat menjadi ASN berdasarkan skala prioritas. “Tiga skenario ini masih akan didiskusikan bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI,” ujar Anas.
Diakui Anas, tiga skenario tersebut memiliki dampak masing-masing, termasuk penghapusan tenaga honorer tanpa solusi juga akan menimbulkan masalah di pemerintahan. “Jadi sebenarnya warning untuk pengangkatan non-ASN ini, sudah lama. Tapi ada fakta juga kalau non-ASN ini tidak ada, pelayanan-pelayanan kita bisa terganggu di kabupaten/kota,” katanya.
Disisi lain, Anas menyinggung soal data jumlah tenaga honorer yang dinilainya tak sesuai dengan data sebelumnya. Dia mengatakan, semula KemenPAN-RB mendapatkan data jumlah honorer di seluruh Indonesia sebesar 410 ribu, tapi belakangan melonjak jadi 1,1 juta orang. “Mestinya kan PR (pekerjaan rumah) kami ini kan tinggal 400 ribuan (honorer) ya? PR kami yang akan kami bereskan 410 ribuan, ini tuntas. Tapi ternyata datanya membengkak, sesuai data baru dari para kepala daerah 1.100.000 tenaga honorer. Waduh, ini PR baru,” ungkap dia.
SIKAP APKSI
Sementara itu, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian PAN-RB untuk membahas solusi permasalahan tenaga non-ASN atau tenaga honorer yang rencananya dihapuskan pada 2023 mendatang.
Ketua Umum Apkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan kebijakan ini meresahkan tenaga honorer. “Kebijakan ini telah menimbulkan keresahan, maka tenaga non-ASN yang banyak ditempatkan di garda terdepan dalam pelayanan masyarakat, seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, Dinas Perhubungan, dan lain-lain merasa khawatir akan kehilangan pekerjaannya,” kata Sutan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (21/9/2022).
Sutan mengatakan, penghapusan tenaga non-ASN atau honorer menimbulkan dilema tersendiri. Pasalnya, seleksi terbuka Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK) terasa berat bagi tenaga honorer lama yang harus bersaing dengan sarjana yang baru lulus. Sementara itu, pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK oleh pemerintah daerah (pemda) juga tentu akan membebani APBD. “Sedangkan bagi pemerintah daerah, pengangkatan PPPK sebagai konsekuensi penghapusan tenaga honorer jelas akan membebani APBD, mengingat PPPK ini memiliki standar gaji dan tunjangan yang hampir sama dengan PNS,” terang dia.
Sutan menilai pengangkatan seluruh tenaga honorer menjadi PPPK juga bukanlah solusi yang terbaik. “Ini perlu dikaji Pak Menteri (PAN-RB), karena kalau di PPPK-kan semua juga etos kerjanya tidak baik, dan juga anggarannya juga perlu kita perhatikan bersama,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Sutan memaparkan lima permasalahan yang perlu ditangani pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer. Pertama, mengatasi persoalan tenaga non-ASN yang tidak dapat mengikuti seleksi CAT dengan passing grade yang ditentukan berdasarkan ketentuan kelulusan. Kemudian, persoalan keterbatasan anggaran, perlunya disusun rentang gaji sesuai dengan kemampuan daerah.
Lalu, tenaga non-ASN yg tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi dapat diberi kesempatan sesuai dengan minatnya, seperti pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja, dan lain-lain. Selanjutnya, kepala daerah dapat memberikan alokasi formasi PPPK dalam rangka mendukung visi misinya yang kontrak kerjanya sesuai dengan periodisasi jabatan kepala daerah. Terakhir, keberadaan tenaga non-ASN sebagai administrasi atau teknis yang tidak memenuhi syarat menduduki jabatan fungsional.
Untuk diketahui, Apkasi melakukan rapat koordinasi bersama dengan Kementerian PAN-RB untuk mencari solusi terkait keresahan tenaga honorer yang terancam dihapus pada 2023 mendatang.
Dalam pertemuan itu, hadir pula Kepala BKN Bima Haria, Staf Ahli Kementerian Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Made Arya, Plt Dirjen GTK Kemendikbudristek Nunuk, Dirjen Tenaga Kesehatan Arianti Anaya, dan bupati seluruh Indonesia. (liq)