Tepi Sawah, Resto yang Viral di Sidrap, Padukan Konsep Budaya dan Edukasi Pertanian Tradisional Tempoe Doeloe

3779
ADVERTISEMENT
SERUYA WEEKEND — Jika anda, warga Tana Luwu yang kebetulan jalan-jalan hendak ke Makassar dan melihat ada sebuah resto yang ramai dengan pengunjungnya, dan berada di tepian pematang sawah dengan interior yang elegan, eksotik dan punya ciri khas tersendiri, tak salah lagi, anda memasuki wilayah Sidenreng Rappang atau Sidrap.
Karena, itu tandanya jika anda sedang berada di sekitaran Resto Tepi Sawah yang terletak di Jalan Poros Soppeng-Sidrap, kurang lebih 2 kilometer dari Pangkajene ibukota Kabupaten Sidrap, tepatnya di Desa Tanete, Maritengae.
Sebagai lumbung beras nasional, menurut Ferdhy, pemilik Resto ini saat dihubungi Koran Seruya via telepon, Sabtu (6/2/2021) yang mengaku jika ia merasa terpanggil untuk memberikan edukasi kepada generasi muda, sekaligus sebagai motivasi, agar kaum milenial tak melupakan histori dan kultur budaya Bugis-Makassar yang begitu erat dengan kultur pertanian, khususnya padi atau beras.
“Sidrap ini dikenal sebagai lumbung beras Sulsel bahkan Nasional. Daerahnya istri saya. Kalo saya sendiri asalnya dari Wajo. Saya tidak terinspirasi dari mana-mana, saya cuma ingin sebagai anak muda, kita turut berkontribusi bagi bangsa dan negara lewat kuliner, apalagi memadukan unsur edukasi tentang pertanian dan budaya tradisional kita sebagai orang Bugis,” tutur ayah dua anak, berusia 28 tahun ini.
“Saya bercita-cita, di tempat ini, nanti ada Penari yang sambil menggiling pagi dengan lesung ikut Mappadendang, budaya kita ini jangan sampai hilang. Banyak anak-anak muda sekarang yang tidak peduli lagi dengan budaya leluhurnya, orang-orang tua kita kita dulu. Mereka asyik dengan gadgetnya masing-masing.”
Resto Tepi Sawah ini sendiri launching pada 7 Januari lalu, atau kurang lebih baru satu bulan, tapi namanya sudah mulai menggaung dan viral di sosial media. Wah hebat!
Ferdhy mengatakan, di masa pandemi kita tak boleh tinggal diam,  tetap harus semangat, berjuang meningkatkan ekonomi masyarakat, agar segera pulih.
“Saya punya 23 orang tenaga kerja, tenaga lokal disini semua saya ambil. Koki ada 3 orang. Kami ingin memberdayakan tenaga lokal. Semoga hadirnya Tepi Sawah ini bisa menjadi pemacu semangat adik-adik, anak-anak muda ini untuk berkreasi memajukan sektor UKM, lakukan yang bisa kita lakukan, semampu kita dulu, jangan dipaksakan harus langsung besar,” papar mantan Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah Sulsel ini.
Muhammad Ferdhy Asdana, nama lengkap owner yang jebolan S1 dan S2 Universitas Negeri Makassar (UNM) ini merasa tertantang karena melihat anak muda zaman Now, menurutnya, banyak yang pintar dan menguasai teknologi tetapi tak mau berinteraksi dan menciptakan nilai-nilai positif.
“Saya lulusan S1 dan S2 master pendidikan di UNM, sebenarnya salah jurusan, harusnya saya mengajar atau jadi dosen, hahaha,” ucap sang Owner sambil tertawa.
Menariknya lagi, di Tepi Sawah ini, gelas yang digunakan adalah gelas lurik dari besi. Serta piring tempo doeloe yang terbuat dari alumunium.
Konsep jadul ini, kata Ferdhy, ingin mengembalikan ingatan pengunjung akan kehidupan zaman dahulu yang sederhana tapi berkesan.
Gelas Lurik ala Jokowi ini, menurut staf ahli di Fraksi NasDem DPRD Sulawesi Selatan ini ia dapatkan dengan susah payah, lantaran stoknya yang semakin langka, dan hanya ada di Pulau Jawa.
“Saya cari sampai di Jakarta, Alhamdulillah akhirnya ketemu juga, dengan perjuangan yang berat, karena sudah tekad saya, saya cari terus sampai dapat barang ini,” akunya.
“Bagi saya Jokowi adalah idola. Ia bukan anak raja, anak orang kaya, dari kalangan jelata tetapi bisa jadi Pemimpin, itu hal yang luar biasa menurut saya,” imbuhnya.
Suasana malam di Tepi Sawah Sidrap. (Foto: instagram @tepisawahsidrap)
Menu apa aja sih yang ada di Tepi Sawah?
Ferdhy kembali berkisah, jika di Waroeng Makan Tepi Sawah ini menu seperti Bebek Palekko sudah menjadi menu andalan khas Kab. Sidrap.
“Ini menu dan resep andalan dari kampung istri saya, di Sidrap,” ucap Ferdhy.
“Tapi saya juga tidak mau kalah. Saya juga punya menu andalan asal kampung saya di Wajo. Namanya ikan kering air tawar atau bale rakko, ini enak sekali apalagi di makan panas-panas dengan cobek-cobek terasi,” ucapnya.
Sedangkan untuk minuman, anda bakal disuguhi Sarabba yang khas dengan jahenya, yang menurut Verdi cocok untuk menjaga imun di saat pandemi corona, atau jika anda penyuka teh, bisa mencicipi teh serai hangat dan aneka kopi.
Jangan harap ada minuman seperti green tea, thai tea, atau minuman modern lainnya, karena Tepi Sawah memang khas menu-menu tradisional serta makanan ala rumahan, seperti sayur Paria, kangkung cah dan sebagainya.
Kalo soal harga, murah meriahlah pokoknya. Untuk Nasu Bebek Palekko, cuman Rp100 ribu untuk 1 paket, udah komplit dengan minuman teh hangatnya.
“Murah, Rp100 ribu ini bisa untuk sekeluarga 4-5 orang, kalau ukuran orang dewasa yang porsinya banyak, ya bisa untuk 3 orang lah,” kata owner. Sedangkan untuk Sarabba, cukup 20 ribu perak saja, pengunjung udah bisa puas minum sepoci.
Sampai disini anda udah berminat?
Oh iya, biar ngga kesasar atau salah alamat, seperti biasa, Tim Redaksi Seruya Weekend memberikan anda share-location ala-ala WhatsApp: klik DISINI peta lokasinya.
Nah, semoga informasi kuliner ini bermanfaat dan jika anda penasaran, jangan hanya melihat foto-fotonya saja di media sosial, kamu harus datang dan nyobain juga yaaah…
Dan kalo sempat foto selfie rame-rame (wefie) share juga ke Sosmed biar tempat wisata kita di Sulawesi Selatan semakin terkenal ke seantero dunia, guys…!!!
(iys)
ADVERTISEMENT