JAKARTA — Generasi terakhir Timnas Indonesia yang pernah meraih medali emas SEA Games pada 1991 di Filipina, Kas Hartadi meramalkan peluang Timnas Indonesia U-22 mendulang medali emas SEA Games 2019.
Ia berpendapat, Egy Maulana Vikri akan membuat perbedaan ketika melawan Vietnam pada partai final di Rizal Memorial Stadium, Manila, Selasa (10/12/2019). Kas Hartadi menilai, Egy bisa memecah kebuntuan Timnas Indonesia U-22 ketika dalam keadaan genting.
Penampilan Egy ketika menghadapi Myanmar di babak semifinal mengundang decak kagum Kas Hartadi. Kala itu, tim berjulukan Garuda Muda ini menang 4-2 melalui babak tambahan setelah bermain imbang 2-2 pada waktu normal.
Pada laga itu, Egy menyumbang satu gol dan satu assist. Selain Egy, Kas Hartadi menyebut satu nama lagi, yaitu Osvaldo Haay. Menurut pelatih asal Solo ini, Osvaldo bisa menjadi senjata mematikan.
“Kalau saya lihat Egy dan Osvaldo bisa menjadi pemecah kebuntuan Timnas Indonesia U-22. Saya pikir Egy yang membuat kacau lini belakang Myanmar. Gol pertama Timnas Indonesia U-22 ke gawang Myanmar oleh Evan Dimas itu bagus bermula dari cut back Egy,” kata Kas Hartadi dikutip Bola.com.
Kas Hartadi tak bermakud mengucilkan peran pemain Timnas Indonesia U-22 lainnya. Eks pelatih Sriwijaya FC ini menganggap seluruh armada Indra Sjafri berkontribusi sama pentingnya.
“Mereka merata dibanding ada satu di antara yang menonjol. Semua pemain merata. Transisi bagus, menyerang dan bertahan, dan semua transisi bagus. Duel satu lawan satu dan kombinasi bagus. Suplai bola juga bagus,” imbuh Kas Hartadi.
Adu Jitu Juru Taktik
Diketahui Timnas Indonesia U-22 akan menghadapi Vietnam pada partai final cabang olahraga sepak bola putra di SEA Games 2019 di Stadion Rizal Memorial, Manila, Selasa malam (10/12/2019) ini.
Sudah pasti, duel taktik antarpelatih kedua kesebelasan menyertai pertandingan ini. Di Timnas Indonesia U-22 ada Indra Sjafri yang menjabat sebagai pelatih kepala, sedangkan di kubu Vietnam, posisi pelatih kepala jadi milik Park Hang-seo.
Kedua pelatih ini dikenal bertangan dingin dalam meracik strategi serta memiliki percaya diri tinggi. Bukan tipe pelatih kalem, namun juga bukan lantas meledak-ledak ketika mendampingi tim asuhannya di lapangan. Indra dan Park cukup proposional membawa diri.
Dari segi pengalaman, Park bisa dibilang sedikit lebih unggul ketimbang Indra.
Indra mengawali karier sebagai pelatih Timnas Indonesia di level kelompok usia 16 tahun pada 2011, berlanjut ke timnas U-17, U-18, dan U-19.
Ia sempat meninggalkan kursi pelaih timnas, sebelum akhirnya kembali mendapat kepercayaan dari PSSI untuk melatih Timnas Indonesia U-22/U-23. Sementara di level klub, pelatih asal Sumatra Barat itu pernah membesut Bali United.
Pemain-pemain yang mayoritas menghuni Timnas Indonesia U-22 saat ini sudah bersamanya sejak beberapa tahun terakhir. Alhasil, hubungan kedua pihak sudah cukup dekat.
Sebagai pelatih, Indra paham benar kelebihan dan kekurangan seorang pemain, sementara pemain, sudah tahu apa keinginan sang pelatih alias kedua pihak sudah klop.
Indra dikenal sebagai pelatih yang menyukai permainan menyerang dengan mengedepankan penguasaan bola. Ia kerap menerapkan permainan dengan umpan-umpan pendek dikombinasi umpan panjang, memanfatkan melimpahnya potensi pemain sayap di Indonesia.
Selain itu, Indra juga sangat menjunjung kedisplinan. Secara kebiasaan pendekatan taktik yang diambil, Indra dikenal sebagai pelatih yang fleksibel. Namun, ia punya pakem dasar 4-3-3 dengan turunannya, 4-2-3-1.
Sedangkan Park, pernah jadi asisten pelatih Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2002, mendampingi Guus Hiddink yang berstatus pelatih kepala.
Park pernah melatih beberapa klub lokal di Korea Selatan. Namun, posisi sebagai pelatih kepala di level timnas, kali pertama dimilikinya setelah tiba di Vietnam, Oktober 2017.
Ketika tiba di Vietnam, Park dianggap “bukan siapa-siapa” lantaran bukan sosok tenar. Bahkan di awal kedatangannya, ia mendapat penolakan dari suporter Timnas Vietnam. Namun, Park tak ciut.
Pelatih berusia 60 tahun itu mengenalkan filosofinya dalam melatih, yakni adanya mentalitas menang, yang rupanya menemui kecocokan dengan lingkungan sepak bola Vietnam.
Hasilnya, dalam dua tahun ini, pelatih asal Korea Selatan itu mampu membawa Vietnam merajai sepak bola Asia Tenggara dan bahkan mengejutkan sepak bola Asia.
Sebagai pelatih Timnas Vietnam senior dan level U-22/U-23, Park membawa the Golden Stars ke final Piala AFC U-23 2018, jadi seminalis Asian Games 2018, menjuarai Piala AFF 2018, serta finis sebagai perempatfinalis di Piala Asia 2019. Rata-rata prestasi yang diukir itu merupakan sejarah baru di sepak bola Vietnam.
Mantan pelatih Changwon City FC ity berujar kesuksesan tersebut hasil dari kekuatan Vietnam, yakni solidaritas, kebanggaan, kecerdasan, dan semangat juang.
“Semuanya bekerja, bukan secara individu melainkan sebagai satu tim. Sebagai pelatih kepala, saya telah berusaha membangun kepercayaan diri dan keyakinan dalam tim,” kata Park.
Namun, tentu Indra Sjafri bukan pelatih tanpa gelar. Bahkan, bersama Timnas Indonesia level usia, ia jadi satu di antara pelatih lokal yang mampu mengecap kesuksesan.
Indra berhasil mengantar Timnas Indonesia menjuarai HKFA International Youth Football Invitation Tournament di Hong Kong pada 2011 dan 2013 masing-masing bersama timnas U-17 dan U-19.
Pada 2013, Indra dan Timnas Indonesia U-19 mempersembahkan gelar juara Piala AFF U-19. Gelar bergengsi pertama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan itu disambut luapan sukacita suporter yang memang sudah rindu melihat timnas berprestasi.
Catatan manis Indra tak berakhir sampai di situ. Pada 2019 ini, ia mengantar Timnas Indonesia U-22 menjuarai Piala AFF U-22 2019. Vietnam juga ikut serta dalam turnamen itu, namun ketika itu Vietnam masih belum dilatih Park Hang-seo, yang masih fokus membesut timnas senior.
Laga final SEA Games 2019 ini jadi pertemuan kedua Indra dan Park. Pada pertemuan pertama, Indra harus mengakui kejelian Park setelah Timnas Indonesia U-22 takluk 1-2 di fase penyisihan Grup B (1/12/2019).
“Sudah ditakdirkan Tuhan. Jadi permintaan saya dikabulkan (bisa ketemu Vietnam di final). Tinggal bagaimana berjuang nanti. Takdir baik untuk kami ataukah untuk mereka,” kata Indra Selasa (10/12/2019), dikutip Goal.com.
Hanya, bukan berarti Park lantas berada di atas angin. Pasalnya, Indra dipastikan sudah mengambil pelajaran dan kekalahan itu. Sebaliknya, Park juga diprediksi bakal menampilkan sesuatu yang berbeda dari racikan pertamanya.
Kini, tangan dingin siapa yang mampu meracik taktik lebih jitu untuk mengantar tim asuhan masing-masing memenangi medali emas yang sudah begitu dinantikan? Mari kita doakan Timnas berjaya membalas kekalahan saat fase penyisihan. (Iys)