KORANSERUYA.COM–Apakah cuaca panas dapat membunuh virus corona masih jadi perdebatan. Namun riset terbaru dari Amerika Serikat ini mengindikasikan COVID-19 cepat mati jika kena sinar Matahari secara langsung.
William Bryan, direktur divisi sains dan teknologi di Department of Homeland Security, salah satu lembaga pemerintah AS, menyebut bahwa kombinasi sinar ultraviolet (UV) serta temperatur lebih hangat membuat COVID-19 tidak berdaya.
“Observasi kami sejauh ini yang paling mencolok adalah efek powerful sinar Matahari sepertinya membunuh virus itu, baik di permukaan maupun di udara,” cetus Bryan, dikutip detikINET dari media Inggris, Metro.
Ia menambahkan temperatur dan kelembapan yang meningkat juga membuat virus itu kelabakan. “Kami melihat efek mirip dengan temperatur dan kelembapan, di mana peningkatan temperatur dan kelembapan atau keduanya, secara umum kurang bagus buat virus ini,” papar dia, dilansir KORAN SERUYA dari detik.com.
Di permukaan yang kena sinar Matahari dalam temperatur 25 derajat Celcius atau di atasnya, COVID-19 disebut mati hanya dalam waktu 2 menit. Temuan lainnya adalah cairan pemutih membunuh virus ini dalam 5 menit dan konsentrasi alkohol mematikannya hanya dalam 30 detik.
Virus corona bertahan lebih baik di ruang indoor dan lingkungan kering. Dengan temuan baru ini, mungkin bisa diterapkan upaya seperti menaikkan temperatur dan kelembapan di ruangan indoor terkontaminasi atau lebih memilih aktivitas di luar ruangan dengan sinar Matahari langsung.
Namun demikian, bukan berarti cuaca musim panas akan membunuh virus tersebut dan orang-orang diminta tetap waspada. Ia memperingatkan COVID-19 bisa selamat di cuaca hangat jika tidak terpapar oleh sinar Matahari langsung. Tapi tentu temuan ini membuat ada harapan.
“Ini hanyalah senjata lain dalam melawan (virus) ini yang bisa kita tambahkan. Kita tahu bahwa kondisi seperti musim panas akan menciptakan lingkungan di mana penularan bisa diturunkan dan itu adalah kesempatan bagi kita,” ujar Bryan. (*/tari)