Ya Ampun! Ternyata Pasang Baliho Ukuran Jumbo di Palopo Bisa Habiskan Dana Puluhan Juta Rupiah, Gimana dengan Baliho Politisi? Ehemm…..

1245
Dua tokoh nasional "tebar pesona" di kota Palopo saat pandemi covid-19 masih melanda negeri. (Foto: Koran Seruya)
ADVERTISEMENT

KORANSERUYA.COM — Urusan pasang memasang gambar segede gaban alias billboard rupanya sedang trending topic di Tanah Air kita. Menyusul semacam “perlombaan” pasang baliho menuju 2024 oleh para Politikus Nasional di pinggir jalan utama yang banyak menuai kontroversi publik.

Warganet di sosial media rata-rata bersuara keras, mengecam aksi Politisi yang mulai “jual tampang” di tengah pandemi ‘virus mahkota’ yang masih melanda negeri. Bahkan presenter Najwa Shibab menyindir tingkah polah Politisi itu dengan ikut memasang Baliho vertikal ukuran 2 x 4 meter berupa tulisan ajakan untuk membantu Anak Yatim Piatu yang orangtuanya adalah korban Covid-19 yang terancam terlantar dan putus sekolah.

ADVERTISEMENT

Tapi kita lupakan dulu soal seteru politisi beberapa tokoh Parpol yang sudah mulai “curi start” melakukan kampanye terang-terangan menuju 2024 dengan berbagai jargon, mulai dari: “Kepakkan Sayap Kebhinekaan hingga “Kerja untuk Indonesia” itu. Kami ingin mengajak anda menghitung biaya produksi baliho, biaya pasang (tayang) di pinggir jalan dan pajak yang harus mereka keluarkan. Aduh-aduh.

Koran Seruya mencoba mencari tahu seberapa besar ongkos cetak baliho, misalnya ukuran 4 x 6 milik Airlangga Hartarto Ketua Umum Golkar yang ngebet maju di Pilpres 2024, kemudian biaya pasang di vendor advertising yang punya lokasi billboard, dan terakhir, serta ini yang paling penting, pajak reklame yang mereka harus setor ke Bapenda Palopo.

ADVERTISEMENT

Salah satu sumber terpercaya, mantan staf di Bapenda Palopo, yang namanya enggan disebut mengatakan, untuk baliho komersial, biayanya untuk ukuran jumbo 4 x 6 meter adalah sebesar Rp80 juta pertahun, itupun untuk yang 1 sisi saja. Untuk baliho 2 sisi, (muka-belakang) biayanya sisa dikalikan 2, yakni Rp160 juta pertahun.

“Itu baru biaya pasang baliho saja, tapi tergantung ukuran juga, kalo 4×6 meter seperti yang punyanya Airlangga itu, kalo iklan komersial bisa sampai 80 juta pertahun, untuk yang 1 sisi. Pajaknya saja mencapai 24 juta per tahunnya,” ujar Sumber, Minggu petang (8/8) saat dihubungi via WA.

Sementara itu, sumber lain menyebutkan jika urusan pasang memasang “baliho tokoh politik” di Palopo, biayanya tidak ada dalam nomenklatur, karena yang diatur cuma iklan komersial/niaga saja. Sehingga sulit bagi Bapenda Palopo untuk memajaki iklan baliho para tokoh politik.

“Biasanya mereka dengan pemilik lokasi baliho saja yang berurusan, ada yang kadang cuma bayar 4 jutaan, macam-macam tergantung kedekatan emosional dengan Pemilik ruang Space Baliho. Kalo di Palopo ada 8 perusahaan asal Makassar, ada juga Pejabat yang punya lokasi space baliho, tergantung kesepakatan bersama antara pemilik lahan/space dan Perantara (orang yang mengurus pemasangan baliho alias broker),” jelasnya.

“Beda dengan iklan rokok, biasanya sudah ada perusahaan advertising yang dihubungi, sisa dihitung lokasinya, ukuran iklan dan berapa lama dipasang, sehingga kami bisa menghitung jumlah pajak yang harus dibayar,” tutur Sumber.

Dengan demikian, untuk baliho milik Airlangga maupun Puan Maharani, yang tersebar di banyak tempat di kota idaman ini, agaknya sulit untuk dihitung budget rata-rata yang dikeluarkan, itu lantaran negosiasi dengan sang Pemilik Space baliho masih mengedepankan azas kekeluargaan dan “cenning-cenning ati”.

Masalahnya, iklan ruang, baik komersial maupun non komersial (iklan layanan masyarakat) harusnya berdampak positif bagi pertambahan kas daerah untuk mengisi pundi-pundi PAD kota Palopo. Jika tidak, ya, lagi-lagi rakyat hanya disuguhi iklan gratisan, yang manfaatnya tidak dirasakan langsung masyarakat.

(*)  

ADVERTISEMENT