KORANSERUYA.COM–RKUHP yang akan menggantikan KUHP memperberat ancaman hukuman penjara bagi pelaku zina. Ancaman hukuman dari 9 bulan penjara diperberat menjadi 1 tahun penjara. Tak hanya itu, pelaku kumpul kebo juga akan dipidana 6 bulan jika terbukti hidup serumah tanpa ikatan pernikahan.
YA, draf final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP tersebut telah diserahkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej kepada Komisi III DPR RI, Rabu lalu, 6 Juli 2022.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir mengatakan, draf final yang telah disempurnakan pemerintah tersebut akan disampaikan kepada seluruh anggota Komisi III untuk dibahas dengan masing-masing pimpinan fraksinya.
“Jadi sekarang kami terima dulu, kami baca lagi, pelajari, baru dituangkan dalam pandangan mini fraksi, baru rapat kerja dan dilakukan tanya jawab lagi sebelum diambil keputusan (apakah akan dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II atau tidak,” ujar Adies di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.
Dalam draf final RKUHP tersebut, ada sejumlah pidana kejahatan kesusilaan yang diatur, di antaranya terdapat pasal yang mengatur hukuman bagi pelaku zina, kumpul kebo, hingga hubungan sedarah. Ancaman hukuman bagi pelaku zina, kumpul kebo, hingga hubungan sedarah berbeda-beda.
Misalnya, bagi orang yang melakukan perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri, hukumannya diatur dalam Pasal 415. Di Pasal 415 Ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perzinaan terancam dihukum 1 tahun penjara.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 415 Ayat (1) yang dikutip draft final RKUHP tersebut.
Kemudian, masih dalam Pasal 415 ayat (2), dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau bisa juga, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. “Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30,” demikian lanjutan Pasal 415 Ayat (3).
Kemudian, masih dalam Pasal 415 ayat (2), dijelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau bisa juga, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
“Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30,” demikian lanjutan Pasal 415 Ayat (3). Sementara itu, untuk hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam Pasal 416. Di mana, dalam Pasal 416 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri diluar perkawinan terancam pidana selama enam bulan.
“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 416 Ayat (1). Adapun, pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo tersebut yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau bisa juga, orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. “Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai,” bunyi Pasal 416 Ayat (4).
Sedangkan ancaman pidana bagi pelaku hubungan sedarah diatur dalam Pasal 417. Dalam Pasal 417 disebutkan hukuman bagi para pelaku hubungan sedarah yakni 12 tahun penjara. “Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,” bunyi Pasal 417.
Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting menilai pasal yang mengatur perzinaan dan kohabitasi ini harus dipikirkan matang-matang, sebab sudah masuk ke ranah privasi seseorang. Jamin memperingatkan jangan sampai dengan diberlakukan pasal ini menjadi dasar pemidanaan oleh orang-orang yang mempunyai itikad tidak baik. (***)