OLEH : Faisal M Alulu (Sekretaris MPC Pemuda Pancasila Kab Luwu)
Pemilihan Umum (Pemilu) baru saja kita semua melewatinya seluruh rakyat Indonesia telah menyalurkan pilihannya dalam bilik suara di TPS masing masing.
Tentunya terpatri harapan yang besar kepada orang orang yang telah dipilih untuk membawa bangsa, negara dan daerah masing masing menjadi lebih baik di tangan orang orang pilihan yang nantinya duduk Kursi Dewan Perwakilan Rakyat di semua tingkatan mulai dari Kota hingga ke DPR Pusat.
Dalam tulisan ini saya tidak menyinggung soal Pilpres karena itu sangat sensitive tapi saya berharap siapapun yang terpilih menjadi pemimpin di Negeri ini mari kita sama sama menghormati keputusan itu karena itu adalah suara kedaulatan Rakyat Indonesia mayoritas telah memilihnya menjadi orang nomor satu dinegeri ini.
Sebagai anak muda bangsa yang kita cintai ini mari sambut Pemimpin kita dengan penuh suka cita.
Kembali kepada inti yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini tentang hasil Pemilu Legislatif yang juga telah kita lewati bersama.
Sebagai bagian anak muda di Sulawesi Selatan tentu kita punya harapan besar terhadap orang orang yang telah kita pilih untuk duduk menjadi wakil kita mulai dari Kab/Kota hingga ke DPR Pusat, paling tidak mereka akan menjadi corong suara kita di Kursi Panas Parlemen.
Setelah melewati tahapan pencoblosan dan perhitungan suara di TPS sudah mulai ada sedikit gambaran siapa yang memiliki peluang menjadi wakil kita di parlemen.
Hasilnya cukup mengagetkan. Kenapa? Karena diluar dugaan tidak sedikit orang yang kita anggap pantas dan kita yakini mampu meraih suara maksimal untuk duduk di parlemen ternyata malah tidak memiliki peluang itu dikarenakan banyak hal.
Salah satu isu yang saya dengar mereka kalah karena tidak menyiram. Kata ini sungguh membuat saya menjadi bertanya apa itu menyiram memangnya mereka (para caleg) itu petugas pertamanan sehingga harus menyiram tanamannya, atau mereka itu petugas pemadam yang harus menyiram.
Karena klo tidak suaranya akan habis terbakar, sehingga yang menyiram itu suaranya masih harum terdengar dan terbaca di tempat rekapan tingkat kecamatan.
Setelah saya mencari tau lebih dalam dari beberapa teman katanya menyiram itu adalah serangan fajar alias money politik.
Entahlah apa itu benar atau tidak saya juga kurang faham. Tapi di kenyataannya adalah seperti demikian adanya, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kenapa masyarakat lebih memilih itu daripada memilih orang orang yang benar benar mumpuni secara kapasitas dan keilmuan untuk menjadi wakil mereka di Gedung Dewan yang terhormat, daripada hanya menaruhkan Impian kepada orang yang hanya memiliki isi tas untuk menjadi wakil mereka.
Meski, tidak semua masyarakat seperti itu. Dari cerita diatas tentu akan melahirkan pertanyaan baru siapa yang salah dalam menanggapi prilaku pemilih yang seperti itu.
Apakah partai politik tidak berhasil melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, atau masyarakat yang tidak lagi percaya kepada partai politik atau bahkan mungkin ini sudah menjadi titik jenuh masyarakat atas aspirasi mereka yang selama ini tidak tersalurkan melalui parlemen sehingga menimbulkan sikap apatis dengan membiarkan orang orang memiliki tas berisi daripada orang yang memiliki kapasitas dan keilmuan yang mumpuni untuk menjadi wakil mereka.
Mari kita sama sama renungkan apapun hasil yang dicapai dalam pemiliu tahun ini tentu kita sangat berharap bahwa siapapun mereka bagaimanapun cara/metode yang mereka lakukan untuk terpilih bisa menjadi Anggota Parlemen yang bisa membawa aspirasi dan mewujudkan harapan dan impian masyarakat secara utuh.
Baik yang memilih maupun tidak memilih mereka, karena mereka adalah produk UU yang telah di pilih secara langsung oleh seluruh warga Indonesia sehingga mereka wajib utk mengayomi semuanya bukan terbatas kepada pemilihnya saja, wallahu a’lam bissawab. (*)