TERHITUNG hampir dua bulan lamanya, sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kepada publik bahwa ada dua warga negara Indonesia yang terinfeksi virus Corona atau Covid-19. Mengutip dari kata.co.id, WHO (woorld Health Organitaion) menetapkan coronavirus disease (Covid-19) sebagai pandemi pada 11 Maret 2020, penyakit ini telah melewati fase wabah dan epidemi seperti Flu Babi pada tahun 2009 yang telah menjangkit sebanyak 74 negara.
Sementara di Indonesia, berdasarkan data yang di lansir dari covid19.go.id, per tanggal 22 April 2020 pandemi Covid-19 telah menginfeksi sebanyak 7.418 orang dengan kasus meninggal sebanyak 635 orang dan kasus yang sembuh sebanyak 913 orang.
Akibat dari pandemi tersebut, pemerinyah kemudian menerapkan kebijakan seperti pembatasan aktivitas atau social distancing. Adanya kebijakan tarsebut turut memberikan dampak pada barbagai sektor seperti ekonomi, pendidikan, sosial dan sektor lainnya. Sektor ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling berdampak.
Hal tersebut berdasarkan pernyataan Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia bahwa pertumbuhan ekonomi indonesia berada pada kisaran 2,3 persen dengan kemungkinan terburuknya mencapai 0,4 persen. Jika pandemi Covid-19 tidak kunjung mereda maka dapat menghantam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Tak terkecuali, dampak tersebut mempengaruhui pekerja informal yang mengalami penerunan pada konsumsi rumah tangga yang terdampak pada sektor keuangan seperti perbankan. Pada pandemi Covid-19, terdapat beberapa kemungkinan risiko yang akan dihadapi sektor perbankan,yaitu di antaranya risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional. Dari ketiga risiko tersebut mari kita analisis manakah yang lebih berisiko pada bank syariah maupun bank konvensional di saat pandemi Covid-19.
Pertama, risiko kredit yaitu risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban pada bank sesuai perjanjian yang telah disepakati.Pada bank konvesional disebut dengan kredit, sedangkan pada bank syariah lebih di kenal dengan istilah pembiayaan.
Saat terjadinya pandemi, tidak sedikit nasabah bank mengalami kehilangan pekerjaan akibat adanya social distancing dan diterapkan Work From Home (WFH) pada perusahaan mereka. Sehingga mereka tidak memiliki penghasilan untuk membayar kredit/pembiayaan. Tentunya hal tersebut berimbas pada perlambatan praktek kredit/pembiayaan yang terjadi di bank syariah maupun bank konvensional.
Sementara risiko kedua adalah risiko pasar, yaitu risiko dimana posisi neraca terjadi perubahan harga pasar yang di sebabkan oleh tukar nilai atau suku bunga, dalam hal ini yaitu pengetatan margin bunga bersih. Pada risiko ini, bank syariah lebih diunggulkan karena bank syariah tidak menggunakan sistem bagi hasil.
Maka, saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, neraca bank syariah akan fleksibel mengikuti perubahan bagi hasil karena pendapatan juga berubah. Berbeda dengan bank konvensional yang menerapkan sistem bunga, jika terjadi penurunan pendapatan bunga kredit maka tidak diikuti dengan penurunan biaya bunga untuk nasabah. Hal ini yang akan menjadi masalah serius yang di hadapi bank konvensional.
Ketiga, risiko operasional yaitu risiko yang dialami oleh bank syariah maupun bank konvensional berupa perlambatan operasional. perlambatan operasional tersebut di antaranya pembatasan front office, pembatasan nasabah yang datang ke bank, juga pemotongan jam operasinal bahkan penutupan cabang oleh beberapa bank syariah.
Berdasarkan risiko yang dihadapi saat pandemi Covid-19, bank syariah dilihat lebih unggul dan diharapkan dapat mengambil peluang dari risiko yang ada untuk meningkatkan market share perbankan syarah. Salah satunya yaitu dengan meningkatkan digital marketing. Internet menjadi salah satu hal penting yang dapat dimanfaatkan untuk dapat tetap berkomunikasi dan menjalankan aktivitas baik pendidikan, bisnis, maupun sosial.
Dengan work from home, bank syariah dapat mengubah risiko tersebut menjadi suatu peluang. Dengan di rumah saja, kita lebih memiliki banyak waktu, salah satunya yaitu meningkatkan skill. Bank syariah dapat mengadakan program untuk meningkatkan skill karyawannya dalam hal digital marketing, sehingga bank syariah dapat meningkatkan digital marketing dan digabungkan dengan kebutuhan masyarakat saat ini seperti belanja online. Hal ini sudah dilakukan oleh Bank Syariah Mobile (MSM). Dengan begitu, harapannya bank syariah dapat memilih risiko yang ada menjadi peluang dan tantangan yang nantinya dapat mengangkat angka market share perbankan syariah. (*)
PENULIS: Yulianti
– Mahasiswa Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palopo