PALOPO–Warga kurang mampu di Kota Palopo yang jumlahnya mencapai 47.493 orang, yang selama ini tercover layanan BPJS Kesehatan Kelas III, tidak perlu khawatir. Walikota Palopo, HM Judas Amir, tetap akan menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi mereka agar bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis di berbagai rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Tak sedikit pemerintah daerah di Indonesia ‘menjerit’ lantaran iuran BPJS Kesehatan tetap naik. Dengan kenaikan tarif BPJS Kesehatan ini, banyak pemerintah daerah kesulitan menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi warganya untuk program kelas III.
Kota Palopo, salah satu daerah di Indonesia yang memprogramkan BPJS Kesehatan bersubsidi bagi puluhan ribu warga untuk layanan kelas III. Dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, anggaran daerah naik tajam untuk menalangi iuran tersebut. Khusus di Kota Palopo, APBD Palopo dipatok kisaran Rp41 miliar untuk menalangi pembayaran iuran layanan kelas III BPJS Kesehatan bagi warga kota ‘Idaman’ ini.
Rupanya, Pemkot Palopo tetap berkomitmen menjamin warga kurang mampu di kota bermotto ‘Idaman’ ini tetap tercover layanan BPJS Kesehatan kelas III, meski tarif tidak turun. Dengan layanan ini, warga kurang mampu bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan rawat inap di berbagai rumah sakit yang telah bekerjasama dengan Kantor BPJS Kesehatan Palopo.
Komitmen tersebut disampaikan Sekda Kota Palopo, Firmanza DP, saat mengikuti pertemuan kemitraan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kota Palopo, Senin (10/8/2020) lalu, di Ruang Rapat Kantor BPJS Kota Palopo.
Pertemuan ini dihadiri juga Kepala DPPKAD Kota Palopo, Samil Ilyas, Kadis Sosial, Awaluddin, Direktur RSUD Sawerigading, dr. Nasaruddin Nawir, Kadis Kesehatan Kota Palopo, Taufiq, serta Anggota Komisi I DPRD Kota Palopo, Misbahuddin.
Rapat tersebut bertujuan untuk mencapai persamaan pemahaman tentang program JKN serta mempermudah koordinasi antar instansi yang terkait penyelesaian berbagai kendala operasional di lapangan, serta diperlukan dukungan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai kewenangan dan fungsi masing-masing lembaga/instansi.
Sekda Kota Palopo, Firmanza DP, saat membuka pertemuan tersebut, menyampaikan bahwa Pemkot Palopo membutuhkan laporan sejauhmana pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Kota. “Dari laporan yang disampaikan, tentu kita berharap ada umpan balik seperti masukan atau kritikan untuk perbaikan program BPJS Kesehatan ke depannya,” kata Firmanza.
“Tentu kita berharap BPJS Kesehatan di kota Palopo dapat berjalan dengan baik, karena ini merupakan hak dasar masyarakat di Indonesia, terutama bagi warga miskin,” lanjut Firmanza.
Dikatakan, selama ini program BPJS Kesehatan di kota Palopo sudah berjalan cukup baik, dimana puluhan ribu warga Kota Palopo tercover layanan BPJS Kesehatan Kelas III yang pembayaran iurannya ditanggung Pemkot Palopo melalui APBD setiap tahunnya.
“Adapun kendala dari pendanaan, Insya Allah akan diusulkan kembali melalui APBD Perubahan tahun 2020. Tentu saja kita butuh dukungan dari seluruh pihak untuk mendukung pelaksanaan BPJS Kesehatan ini, terutama dari segi penganggarannya,” kata Firmanza.
Melalui pertemuan tersebut, Firmanza berharap, ada solusi dari berbagai kendala yang terjadi agar Program BPJS Kesehatan di kota Palopo dapat berjalan dengan baik dan nantinya ada keputusan bersama yang akan dilaporkan kepada Walikota Palopo, HM Judas Amir, untuk mengambil kebijakan yang terbaik untuk kota Palopo.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Kota Palopo, Subkhan SKM, M.Kes menyampaikan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, bahwa perekonomian harus tetap berjalan. Tetapi yang menjadi kendala, salah satunya adalah menurunnya angka kunjungan ke fasilitas kesehatan dan ini merupakan hal yang akan berdampak pada perekonomian di suatu wilayah.
“Seperti yang diketahui, Kota Palopo merupakan kota kedua setelah Makassar yang fasilitas kesehatan terlengkap sehingga ini menjadi daya tarik untuk menggerakkan perekonomian,” ujarnya.
KEPUTUSAN MA
Untuk diketahui, Mahkamah Agung (MA) telah menolak gugatan jilid II yang diajukan Upaya Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), untuk membatalkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur tarif baru BPJS Kesehatan kandas.
Gugatan KPCDI ada dalam nomor perkara Nomor 39 P/HUM/2020. Dengan ditolaknya gugatan itu, tarif baru BPJS sesuai Perpres 64/2020 yang berjalan sejak 1 Juli tetap berlaku. “Tolak permohonan HUM (Hak Uji Materiil)” bunyi putusan majelis hakim Tata Usaha Negara (TUN) MA yang diketok Kamis, 6 Agustus, seperti dikutip dari laman MA.
Putusan tersebut diketok majelis hakim TUN yang diketuai Supandi serta Is Sudaryono dan Yodi Martono yang masing-masing sebagai anggota. Belum diketahui pertimbangan majelis hakim TUN MA menolak gugatan tersebut.
Tarif BPJS Kesehatan sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA, yakni Kelas I Rp160 ribu, Kelas II Rp110 ribu, Kelas III Rp42 ribu. Sedangkan, tarif BPJS Kesehatan sesuai Perpres 64/2020 yang dimenangkan MA, yakni kelas I Rp150.000, Kelas II Rp100.000, Kelas III Rp42.000
Khusus Kelas III, hingga akhir tahun ini pemerintah masih memberikan tarif Rp25 ribu ke masyarakat. Tapi, mulai Januari 2021, tarif yang akan dibayar peserta Kelas III hanya Rp35 ribu per bulan, karena pemerintah hanya mensubsidi Rp7 ribu.
Diketahui, KPCDI tercatat dua kali menggugat kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Gugatan pertama KPCDI dilakukan pada akhir 2019. Saat itu, pemerintah kembali menaikkan iuran melalui Perpres 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan itu diambil atas dalih kian membengkaknya defisit BPJS Kesehatan, dengan potensi Rp 28 triliun di akhir tahun.
Langkah tersebut kemudian digugat oleh KPCDI ke Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan permohonan yang otomatis membatalkan kenaikan tersebut. Sayangnya, itu tidak bertahan lama sebab pada Mei 2020 lalu, pemerintah kembali menaikkan tarif baru sesuai dengan rencana akhir 2019.
KPCDI lalu mengajukan gugatan jilid II tersebut pada 20 Mei. Mereka menilai kenaikan tarif BPJS–yang sudah dibatalkan MA pada 27 Februari 2020–tidak memiliki empati di tengah kondisi masyarakat yang serba sulit.
“Bahwa ketika ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan maka bagi kami selaku warga negara yang melakukan perlawanan di muka hukum tentu menjadi sesuatu hal yang diwajibkan, karena apa yang kita lakukan ini untuk mengontrol kebijakan menjadi suatu kebutuhan dan bukanlah karena suatu pilihan semata,” ujar kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, dalam keterangannya.
Gugatan itu diajukan KPCDI menindaklanjuti keputusan Presiden Jokowi yang menerbitkan Perpres 64/2020. Jokowi menerbitkan Perpres tersebut lantaran Perpres Nomor 75 tahun 2019 dibatalkan MA usai digugat KPCDI. Sayangnya, gugatan kedua ini ditolak MA. (iys