INTERNASIONAL—-Presiden Haiti Jovenel Moise dibunuh dalam aksi penyerangan di kediaman pribadinya pada Rabu (7/7/2021).
PLT Perdana Menteri Haiti Claude Joseph mengonfirmasi hal tersebut dan menyebut aksi pembunuhan itu sebagai
“tindakan kebencian, tidak manusiawi dan biadab.”
“Sementara itu, Ibu Negara Haiti Martine Moise dirawat di rumah sakit setelah serangan selamat dari serangan,” kata PM Claude Joseph, dikutip dari laman AP, Rabu (7/7/2021).
Sebelumnya, negara berpenduduk lebih dari 11 juta orang itu semakin tidak stabil dan mengklaim tidak puas di bawah kepemimpinan Moise.
“Situasi keamanan negara berada di bawah kendali Polisi Nasional Haiti dan Angkatan Bersenjata Haiti,” kata Joseph dalam sebuah pernyataan dari kantornya.
“Demokrasi dan republik akan menang,” tambahnya.
Pada Rabu dini hari, jalan-jalan sebagian besar kosong di ibu kota Haiti, Port-au-Prince.
Joseph mengatakan, polisi telah dikerahkan ke Istana Nasional.
Joseph mengutuk pembunuhan itu sebagai “tindakan yang penuh kebencian, tidak manusiawi dan biadab.”
Dia mengatakan, beberapa penyerang berbicara dalam bahasa Spanyol tetapi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Inflasi yang melonjak dan makanan serta bahan bakar menjadi langka di negara yang 60% penduduknya berpenghasilan kurang dari US$ 2 per hari atau setara Rp 28.974.
Masalah-masalah ini datang ketika Haiti masih berusaha pulih dari gempa bumi 2010 yang menghancurkan dan Badai Matthew yang melanda pada tahun 2016.
Moise (53) telah memerintah melalui dekrit selama lebih dari dua tahun setelah negara itu gagal menyelenggarakan pemilihan, yang menyebabkan parlemen dibubarkan.
Para pemimpin oposisi menuduhnya berusaha meningkatkan kekuasaannya, termasuk menyetujui dekrit yang membatasi kekuasaan pengadilan yang mengaudit kontrak pemerintah.
Dalam beberapa bulan terakhir, para pemimpin oposisi menuntut dia mundur, dengan alasan bahwa masa jabatannya secara hukum berakhir pada Februari 2021.
Moise dan pendukungnya menyatakan bahwa masa jabatannya dimulai ketika dia menjabat pada awal 2017, menyusul pemilihan umum yang kacau serta memaksa penunjukan presiden sementara.
Oposisi menuding Moise berusaha mempertahankan kekuasaannya dan berusaha menghalangi audit pengadilan terhadap sejumlah kontrak pemerintah di bawah supervisinya.
Kelompok oposisi menyerukan supaya Moise mundur, dengan alasan masa jabatannya sudah habis sejak Februari 2020.
Di bawah kepemimpinan Moise, insiden penculikan hingga kekerasan geng bersenjata juga kian merebak di Haiti.
Melihat kemelut di Haiti ini, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak Haiti kembali menggelar pemilu presiden dan legislatif yang transparan dengan tenggat akhir tahun ini.
Namun, belum sempat pemilu itu terlaksana, Moise tewas ditembak di rumahnya sekitar pada Rabu dini hari sekitar pukul 01.00 waktu setempat.
Dengan tewasnya Jovenel Moise, maka siapa yang bakal menempati jabatan Presiden Haiti menjadi abu-abu.
Hakim Jean Wilner Morin, Presiden Asosiasi Hakim Haiti berujar, dalam urutan seharusnya ketua mahkamah agung.
Namun diwartakan Miami Herald, Hakim Rene Sylvestre meninggal karena terpapar Covid-19 akhir Juni lalu
Haiti dijadwalkan mengadakan pemilihan umum akhir tahun ini.
(*)