PALOPO–DPRD kota Palopo berniat merekrut 3 orang tenaga ahli. Tujuannya agar fungsi lembaga DPRD semakin maksimal dalam mengemban amanah sebagai wakil rakyat.
Anggota Badan Anggaran DPRD Palopo, Muhammad Mahdi, mengatakan, perekrutan ini diperkirakan akan berlangsung Maret 2021, bulan depan.
“Mungkin mulai bulan depan, anggota tenaga (tim) ahli berjumlah 3 orang, sesuai jumlah komisi yang ada,” jelas legislator PPP itu, Selasa (23/2).
Adapun latarbelakang tenaga ahli tersebut dipilih yang punya kemampuan dan wawasan soal ekonomi, pemerintahan dan hukum, serta pembangunan dan lingkungan hidup.
“Nanti yang menjadi syarat, dia wajib minimal berpendidikan S2. Kemudian disaring melalui masing-masing fraksi, minimal 3 orang. Lalu nanti diseleksi lagi sesuai kriteria yang dibutuhkan,” terang wakil rakyat yang sedang naik daun itu.
Adapun sistem pengupahan tenaga ahli yang akan direkrut ini mengacu pada standar gaji UMR untuk kategori pekerja profesional.
“Gaji tenaga ahli ini Rp400 ribu per hari per orang, ia bekerja minimal 10 hari dan maksimal 20 hari dalam satu bulan,” imbuhnya.
Kemendagri: Tidak Ada Tenaga Ahli untuk Setiap Anggota DPRD
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tidak mengatur tentang tenaga ahli untuk anggota DPRD.
Akmal menyampaikan hal itu untuk menanggapi usulan anggota DPRD DKI Jakarta yang ingin honor tenaga ahlinya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
“Diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Tidak ada dikenal tenaga ahli untuk setiap anggota DPRD,” ujar Akmal.
Akmal menjelaskan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 hanya mengatur kelompok pakar atau tim ahli untuk alat kelengkapan DPRD, bukan untuk masing-masing anggota DPRD.
Aturan mengenai kelompok pakar atau tim ahli untuk alat kelengkapan DPRD provinsi tercantum dalam Pasal 201 Ayat 2 dan Pasal 203 Undang-Undang tersebut.
Honor kelompok pakar atau tim ahli untuk alat kelengkapan DPRD bisa dibebankan pada APBD.
“Kalau yang dimaksud tenaga ahli adalah bagian dari tim ahli atau kelompok pakar yang dialokasikan biayanya di setiap alat kelengkapan DPRD, itu boleh (dalam APBD), tapi tidak menempel pada setiap anggota, mereka terhimpun dalam setiap alat kelengkapan DPRD,” kata dia.
Akmal menuturkan, kerja DPRD berbeda dengan DPR RI. Rujukan untuk menyusun tata tertib (tatib) kedua lembaga itu pun berbeda.
Tatib DPR RI merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3).
Sementara tatib DPRD merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Karena itu, fasilitas atau sistem pendukung DPRD dan DPR RI pun berbeda.
“DPRD itu beda dengan DPR RI. Rujukan tatibnya juga beda. DPR RI merujuk pada UU MD3, sedangkan DPRD merujuk UU Pemda. Kinerja DPRD itu bukan perorangan, tapi per alat kelengkapan DPRD,” ucap Akmal, melansir Kompas.com.
(iys)