KENAIKAN harga barang dan jasa di bulan Ramadhan menjadi pola yang rutin terjadi, melonjaknya permintaan barang dan jasa untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan selama Ramadhan dan Idul Fitri sering dianggap penyebab naiknya harga-harga barang. Benarkah demikian? Mari kita liat teori ekonomi yang mendasarinya.
Dari teori ekonomi pasar yang paling umum, harga akan ditentukan oleh jumlah permintaan dan penawaran. Peningkatan jumlah demand (permintaan) yang melebihi penambahan jumlah supply (penawaran) barang dan jasa akan menggeser harga ke tingkat yang lebih tinggi, maka alasan naiknya harga karena meningkatnya permintaan selama Ramadhan dapat dibenarkan.
Namun demikian, kenaikan jumlah permintaan seharusnya bukan satu-satunya penyebab kenaikan harga, nyatanya jumlah supply (penawaran) selama Ramadhan dan Idul Fitri kadangkala melebihi perubahan jumlah permintaan, bahkan tak sedikit supply barang menumpuk di toko-toko pedagang hingga Ramadhan selesai.
Satu faktor utama yang sering terjadi adalah munculnya spekulan harga. Beberapa pedagang mengambil keuntungan dengan menetapkan harga yang tak wajar. Mereka berdalih, dengan harga berapapun, masyarakat tetap butuh.
Para spekulan harga biasanya yakin, karena hajatan ini hanya sekali dalam setahun, harga yang tinggi tak jadi soal bagi masyarakat, oleh karena itu, mumpung banyak yang beli, Ramadhan dan Idul Fitri adalah kesempatan yang langka bagi mereka untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari penjualan barang-barang baik pangan maupun non pangan.
Kenaikan harga di bulan Ramadhan dan Idul Fitri sebenarnya masih dapat dibenarkan jika naik dalam rentang yang masih wajar. Sayangnya, para spekulan kadangkala menetapkan harga jauh di atas harga normal biasanya. Oleh karena itu, kerjasama antara pemerintah dan pihak pengelola pasar perlu terus ditingkatkan agar tak ada pihak yang merasa dirugikan, penting bagi pemerintah dan pengelola pasar untuk menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) utamanya pada komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat selama Ramdahan dan Idul Fitri.
Selama Ramadhan, HET biasanya ditetapkan sedikit lebih tinggi dari hari-hari biasa, namun selama masih dalam rentang yang wajar, masyarakat dapat menerima, yang terpenting HET yang telah ditetapkan bisa dipatuhi oleh semua pelaku ekonomi.
*) Penulis : Arya Yahya, S.ST., M.Ec.Dev.
Statistisi Pertama pada Badan Pusat Statistik