OPINI: Bank Syariah Versus Corona

366
ADVERTISEMENT

KORANSERUYA–World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease 2019 (COVID-19).

Virus corona ini telah menyebar setidaknya ke 210 negara atau kawasan yang terinfeksi virus corona, ditambah dua kasus dari kapal pesiar, yakni Diamond Princess dan MS Zaandam. Indonesia sendiri untuk saat ini, berdasarkan data dari Kompas.com secara akumulatif ada 22.271 kasus positif Covid-19 (di Indonesia) sampai saat ini,” kata Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Minggu sore  dengan total pasien sembuh ada 5.402 orang dan meninggal 1.372 orang (24/Mei/2020).

ADVERTISEMENT

Menurut kebanyakan para peneliti dan ekonom dunia, wabah ini dianggap menjadi penyebab krisis keuangan global yang paling parah jika dibandingkan dengan krisis keuangan Asia pada 1997-1998, atau krisis subprime mortgage pada 2008. Bagaimanapun juga, virus ini telah mempengaruhi kepercayaan pasar keuangan dan pangan global. Lantas bagaimana dengan perbankan syariah, mampukah bertahan ditengah pandemi Covid-19 ini?

Di Indonesia sebagian provinsi sudah menerapkan PSBB, sehingga sejumlah bidang usaha komersial dan swasta yang tetap diizinkan beroperasi secara terbatas.

ADVERTISEMENT

Pemberlakuan PSBB di suatu daerah berdampak pada pembatasan/peliburan beberapa kegiatan. Menurut Pasal 4 ayat (1) PP PSBB, penerapan PSBB di suatu daerah minimal meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta kegiatan umum lain. Ketentuan lebih rinci terdapat di Permenkes PSBB.

Pengecualian tersebut diantaranya bagi kantor pada sektor terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak (BBM) dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi,  logistik dan kebutuhan dasar lainnya.

Selain itu, tidak semua tempat atau fasilitas umum harus tutup. Terdapat pengecualian bagi supermarket, minimarket,  pasar, apotik atau tempat penjualan alat medis, penjual kebutuhan pangan, barang pokok, barang penting, BBM, gas serta energi. Fasilitas kesehatan dan fasilitas olah raga juga tidak diharuskan tutup.

Meski masih boleh beroperasi, perusahaan tersebut tetap harus menerapkan pembatasan kerumunan orang dengan berpedoman pada protokol serta aturan terkait. Jadi, perusahaan harus tetap memperhatikan keselamatan serta kesehatan pekerjanya.

Termasuk layanan perbankan yang tetap beroperasi dan masih berjalan normal. Pandemi Covid-19 ini juga diperkirakan bakal melemahkan sektor perbankan di Indonesia .

Jasa Keuangan (OJK) menyebut industri perbankan mencatat penurunan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 0,57 persen. Yaitu, dari 22,33 persen pada Februari 2020 menjadi 21,77 persen pada Maret 2020 atau saat virus corona masuk ke dalam negeri.Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan penurunan rasio kecukupan modal karena bank memberikan relaksasi atau keringanan kredit kepada nasabah terdampak penyebaran corona. Di kesempatan sama, ia juga mengungkap proses verifikasi data sebagai kendala yang memperlambat penyaluran restrukturisasi. Sebab, proses tatap muka antara nasabah dan pihak bank terkendala akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Diprediksi bank syariah akan mulai tertekan pada Juli 2020 dan Agustus pada puncaknya. Pada bulan tersebut bank syariah kehilangan pendapatan dari pembiayaan, bagi hasil, karena nasabah memasuki periode gagal bayar bulan keempat dan lima. Dengan pendapatan turun, maka kurang daya saing, bagi hasil simpanan menurun, lebih kecil.

Namun demikian, risiko kenaikan NPF tersebut dapat diatasi dengan kebijakan POJK Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Bank dapat melakukan restrukturisasi sehingga NPF bisa ditekan.

POJK No. 11/POJK.03/2020 untuk memberikan relaksasi terhadap nasabah perbankan, termasuk perbankan syariah didalamnya yaitu kemudahan proses restructuring dan rescheduling untuk nasabah yang terkena dampak penyebaran virus corona, khususnya nasabah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ataupun non-UMKM yang memiliki pembiayaan dibawah Rp 10 miliar yang berlaku 1 Tahun kedepan tergantung kebijakan dari masing-masing bank syariah. Selain dari kebijakan di atas Bank Syariah seharusnya belajar  dari pandemi ini yaitu menyiapkan payung sebelum hujan. Menyusun strategi awal untuk mengatasi hal-hal yang tak diinginkan seperti virus corona ini. (rls)

*) Fauziah (penulis) adalah mahasiswi Prodi Perbankan Syariah IAIN Palopo

ADVERTISEMENT