KOLOM: Solus Populi Suprema Lex Esto

663
ADVERTISEMENT

KOLOM–Serangan Covid-19 diawal tahun 2020 berimbas buruk pada kehidupan manusia. Terutama dibidang ekonomi. Banyak energi yang terkuras untuk mengatasi virus yang sama sekali tak terduga sebelumnya ini.

Namun pemerintah sebagai penyelenggara negara wajib mengutamakan amanat undang-undang untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah harus all out mengerahkan segala kemampuannya untuk fokus menyelamatkan hidup setiap warganya dari serangan Covid-19.

ADVERTISEMENT

Solus populi supreme lex esto. Adagium ini merupakan adagium hukum yang pertama kali diucapkan oleh Cicero seorang filsuf berkebangsaan Italia yang mengandung makna Keselamatan rakyat hukum tertinggi. Adagium ini sepertinya baru kita dengar semenjak merebaknya Covid-19 ditanah air. Tapi sebenarnya dalam alinea ke empat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 ucapan tersebut telah tertuang maknanya; negara harus menjamin, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah contoh nyata upaya pemerintah memerangi Corona Virus Disease 2019. Sebagaimana kita ketahui bahwa Virus corona telah menjadi pendemi Internasional dengan dipertegas oleh pengumuman WHO selaku badan Kesehatan Dunia pada tanggal 11 Maret 2020.

ADVERTISEMENT
Penulis Alberto Heru Ponato, adalah anggota Polri asal Kupang NTT, pernah bertugas di Sudan (atas permintaan PBB) dan Palangkaraya.(Foto: Ist)

Kapolri Jendral Polisi Idham Azis mengadopsi adagium ini sebagai dasar Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Covid-19. Maklumat dengan nomor : Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 ini telah berhasil diterima masyarakat meski masih ada aksi pembubaran yang dilakukan secara paksa oleh pihak Polri terhadap aktivitas masyarakat yang mengumpulkan jumlah massa. Agama pun telah Mati Gaya menurut Max Regus (Opini Media Indonesia,09 April 2020,07.05 WIB). Covid-19 sedang memaksa agama menjelaskan ulang arti kehadirannya bagi manusia dan kehidupan.

Peribadatan dan segala jenis ritualitas agamawi semuanya dilakukan dirumah. Adapun kehadiran gereja hanya melalui dunia maya, momentum yang tak pernah terjadi sejak lahirnya kehidupan keagaamaan manapun didunia ini. Gaya beragama konvensional takluk dibawah Covid-19.

Pemerintah menyerukan Stay at home. Aparatur Sipil Negara ramai-ramai menerapkan Work From Home. Tak ketinggalan dunia pendidikan menerapkan pola yang sama. Program Nadiem Makarim selaku menteri pendidikan secara terpaksa harus diterapkan tahun ini dengan meniadakan ujian nasional. Aplikasi pendukung video konference sekelas Zoom kaya mendadak setelah jutaan aplikasinya diundah warga net demi mengganti tatap muka konvensional para guru dan dosen dengan siswanya.

Penerapan Belajar dari Rumah yang diterapkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga sudah dimulai hari Senin tanggal 13 April 2020 dengan system pembagian waktu belajar mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga tingkat SMA/SMK.

Protokol kesehatan yang ditawarkan menteri kesehatan sedikit memperlambat laju penyebaran virus ini.
Fenomena baru kehidupan kini kian nampak. Kita yang terpana hanya bisa menyaksikan covid-19 hadir mengisi lorong waktu dan sejarah. Namun dibalik semua ini ada sosok-sosok kehidupan yang dalam senyap hadir menyelamatkan kehidupan didunia ini.

Kita hanya sanggup menyaksikan bagaimana para pahlawan kemanusiaan dokter dan perawat bergulat dengan pandemi Virus Corona hingga ia sendiri yang menjadi tumbal keganasannya. Tak sedikit dari mereka yang harus meregang nyawa terserang virus yang dibawa pasiennya. Requiescat In Pace, Innalillahi wa Innailaihi Roji’un, Beristirahatlah Dalam Damai. Semoga jasamu mendapat balasan dari Tuhan.

Apa Kata Mereka?

Jiwa kepahlawanan para medis membuka kembali catatan sejarah darimana ilmu keperawatan itu ada. Florence Nightingale tokoh Keperawatan Modern, pada tahun 1870 pernah mengatakan It Will Take 150 years for the world to see the kind of Nursing I envision. Perlu 150 tahun agar dunia bisa melihat “kebaikan” perawat. Dan dunia tersadar bahwa tahun 2020 lah pembuktian kata-kata Sang Bidadari Berlampu tersebut.

Virus Corona menyerang dua ratus lebih negara di dunia termasuk Indonesia dengan korban meinggal hingga ribuan jiwa. Para dokter dan perawatlah yang menjadi garda terdepan penanganan pasien dengan virus corona. Hanya bermodalkan sumpah jabatan dan naluri kemanusiaan mereka tak gentar menghadapi virus mematikan ini. Tak peduli jaminan perlindungan diri yang dapat. Manusia sejagat memuji kinerja mereka, penuh profesionalisme yang tinggi. Namun ironis, masih ada orang yang beku hatinya bagi pahlawan kemanusiaan ini.

Sebut saja di Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang dimana jasad perawat bernama Nuria Kurniasih yang bertugas di RSUP Kariadi Semarang yang menjadi korban virus Corona setelah merawat pasien corona, ditolak untuk dimakamkan. Akhirnya ia harus kembali dimakamkan dirumah sakit tempat ia bekerja. Kendatipun tidak terpapar, mereka harus berpisah dengan keluarga masing-masing selama menjalani tugas kemanusiaan ini.

Wabah corona menjadi permenungan peradaban manusia masa kini.
Makna dibalik stay at home dan work from home memberi pelajaran berarti buat kita. Kita belajar untuk berhenti sejenak dari kesibukan manusiawi kita.

Tersadar kita dibuat untuk memahami naluri kemanusiaan kita melalui relasi sosial dengan orang-orang terdekat yang kita cintai dan kita akan merasakan hangatnya cinta dan persaudaraan yang harus kita bangun dirumah kita masing-masing. Work from home mengajarkan kita memahami pekerjaan rumah yang sebelumnya dikerjakan isteri atau pembantu, meski sederhana akhirnya kita sendiri harus mengerjakannya secara bersama-sama.

Disisi lain, anak-anak yang merindukan kehadiran orang tuanya dalam rutinitas masa kecilnya terobati dan semuanya menemukan kegembiraan dan kebahagiaan yang tak terbanding harganya.
Sebelum penulis akhiri tulisan sederhana ini, kembali kita semua diajak untuk menjadi pelopor kesehatan. Jadilah diri sebagai pemutus mata rantai peredaran virus corona.

Kembali kita memperhatikan protokol kesehatan yang dikeluarkan pemerintah dan lakukan hal-hal yang positif dengan tetap menjaga imunitas tubuh dengan menerapkan gaya hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan, konsumsi makanan bergizi dan tidur yang cukup.

Jangan lupa mencuci tangan dengan bersih serta tetap tenang dan tidak khawatir yang berlebihan karena paranoid dapat menurunkan imunitas tubuh atau terjadi psikoneuroimunologi yang mana kita mengalami penurunan ketahanan diri kita terhadap virus corona. Jangan lupa untuk menjauhi kerumunan,tetap jaga jarak, gunakan masker dan bila tidak mendesak tetaplah dirumah.

Dan yang peling penting, mintalah pada Sang Maha Kuasa agar badai ini segera berlalu.

Salam sehat.

*) Penulis Alberto Heru Ponato, adalah anggota Polri asal Kupang NTT, pernah bertugas di Sudan (atas permintaan PBB) dan Palangkaraya.

Disadur dari https://persbhayangkara.id/2020/04/21/solus-populi-suprema-lex-esto/

ADVERTISEMENT