OPINI: YLBHI dan ICW Nilai Jokowi Belum Tuntaskan Agenda Reformasi Polri

156
ADVERTISEMENT

OPINI — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merilis catatan kasus-kasus hukum antara polisi dengan warga sipil yang terjadi sepanjang 2016-2019.

Catatan dihimpun berdasarkan pengaduan dan permohonan bantuan hukum yang masuk ke YLBHI dan 15 LBH di Indonesia, termasuk LBH Jakarta yang didampingi dan diberi bantuan hukum.

ADVERTISEMENT

Catatan tersebut dirilis oleh YLBHI dalam rangka peringatan HUT Bhayangkara ke-73 yang jatuh tepat 1 Juli 2019, pada tahun lalu.

“Karena itu jelas ada keprihatinan besar keadaan Polri hari ini, kami tuntut negara lakukan upaya reformasi substantif pada Polri. Bukan hanya reformasi di level peraturan UU, tapi lebih ada di level kultur. Kesaksian teman-teman saya ketemu korban, ini karakter kekerasan terlihat sebagai cara lama, padahal dari darah rakyat polisi berdiri sendiri dari TNI pada pemisahan jadi polisi sendiri,” kata Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora saat konferensi pers, setahun lalu.

ADVERTISEMENT

Namun, kata Nelson, hingga saat ini sejak 20 tahun lalu reformasi di tubuh Polri belum banyak berubah. Polisi dinilai masih mendominasi penggunaan kekerasan dalam melakukan penindakan.

“Penyiksaan itu opsi paling diminati polisi, sangat mudah, disiksa baru ngaku. Padahal cara seperti itu hanya dilakukan di Eropa tahun 1700-an. Ini enggak ada beda kaya di Eropa abad kegelapan,” kata Nelson.

YLBHI mencatat, ada tujuh masalah utama di tubuh Polri yang perlu disorot, seperti kriminalisasi dan minimnya akuntabilitas penentuan tersangka, penundaan proses hukum, masalah mengejar pengakuan tersangka, penangkapan sewenang-wenang, penahanan sewenang-wenang, membatasi hak penasihat hukum, dan penyiksaan.

“Dalam tabulasi, terkumpul ada 115 kasus kelalaian polisi dalam mengurusi permasalah warga sipil, dari mulai 2016 hingga 2019. Setidaknya terdapat 1.120 korban dan 10 komunitas di seluruh Indonesia,” kata Kepala Advokasi YLBHI Muhammad Isnur.

ICW Juga Nilai Pemerintah Belum Tuntaskan Agenda Reformasi Polri

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin selama ini belum menuntaskan sejumlah agenda reformasi Polri.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz mencatat salah satu agenda reformasi Polri yang belum tuntas adalah terkait kepatuhan perwira kepolisian dalam menyetor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Donal menilai tingkat kepatuhan perwira Polri dalam menyerahkan LHKPN masih rendah. Dia menjelaskan berdasar data situs elhkpn.kpk.go.id, selama tahun 2017-2018, sebanyak 29.526 anggota kepolisian seharusnya wajib melaporkan LHKPN.

“Akan betapi, dari jumlah tersebut, masih terdapat 12.779 orang atau sekitar 43 persen anggota Polri yang LHKPN-nya tidak ditemukan dalam situs daring yang dimiliki KPK,” kata Donal di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Agenda reformasi Polri lainnya yang disorot oleh ICW adalah terkait integrasi dan transparansi data penanganan kasus korupsi secara bertingkat di kepolisian.

Donal mengatakan data penanganan kasus korupsi di tingkat Mabes, Polda dan Polres masih belum terbuka.

“Penanganan perkara-perkara pidana masih borpotensi membuka ruang terjadinya praktik suap. Misalnya melalui penerbitan SP3 [Surat pemberitahuan dari penyidik],” Donal menambahkan.

Selain itu, Donal juga menilai pengawasan yang dilakukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) masih terbatas karena kewenangan lembaga ini lemah. Penerapan sistem meritokrasi dalam pengisian jabatan-jabatan strategis di Polri, kata Donal, juga masih menyisakan sejumlah persoalan.

Dia menemukan masih ada promosi perwira tinggi, yang pernah terseret persoalan hukum, untuk menempati posisi Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda).

“Hal ini menyisakan pertanyaan terkait ukuran kompetensi dan penilaian kinerja dalam promosi jabatan tersebut,” kata Donal.(*/iys)

*) Dilansir dari Tirto.id

ADVERTISEMENT