Pilkada New Normal, Penantang Bisa Apa?

742
Nursandy Syam
ADVERTISEMENT

“SEBERAPA siap seorang penantang bertarung melawan petahana di tengah pandemi?”. Pertanyaan seperti ini, sebagian besar tentu hadir dari benak seorang penantang.

Soal itu memang perlu direspon. Bahkan berlaku wajib bagi seorang berstatus challenger. Lantaran ia mesti mengetahui secara persis bagaimana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sebelum masuk ke medan pertarungan sesungguhnya.

ADVERTISEMENT

Hal itu menjadi penting sebagai pijakan awal untuk menyusun dan menetapkan berbagai langkah dalam menapaki kontestasi. Jika ihwal itu belum tuntas ditanggapi, maka bisa sangat mengganggu bagi perjalanan seorang penantang dalam merintis rute kemenangan.

Penantang harus mengetahui bahwa sebagian besar petahana berada dalam mode kampanye abadi. Setelah memenangkan kompetisi, mereka mulai kembali merencanakan dan bersosialisasi untuk pemilihan berikutnya.

ADVERTISEMENT

Situasi itu, membuat posisi elektoral seorang petahana lebih unggul dari penantang. Apalagi, selama pandemi berlangsung, berbagai peran kepemimpinan dari seorang petahana makin mendapat perhatian luas dari masyarakat pemilih di daerahnya.

Petahana punya keleluasaan menjalankan berbagai kebijakan dengan jargon “Lawan Covid-19”. Bahkan kemapanan elektoralnya relatif stabil jika berbagai kebijakan itu dipandang menggembirakan hati rakyatnya.

Lalu di tengah kedigdayaan petahana, seperti apa sikap dan langkah yang harus ditempuh oleh penantang?. Tak mungkin berdiam diri dan menjadi penonton saja bukan.

Bisa celaka, jika banyak penantang terlalu lama bersikap dengan penantian untuk memulai kerja-kerja elektoralnya. Adalah kesalahan fatal, andai di tengah wabah virus corona, penantang seakan tak berdaya dan tidak berbuat apa-apa dihadapan masyarakat pemilih.

Menyerah memang pilihan, tapi merupakan sebuah kekeliruan jika sikap seperti itu hadir di saat penantang belum mengerahkan kemampuan-kemampuan terbaiknya.

Berkenan atau tidak berkenan, penantang mesti berupaya mengimbangi pergerakan petahana dengan berbagai kebijakannya soal penanganan virus corona. Kendati dengan keterbatasan sekalipun.

Sebagai penantang, sepatutnya ia harus hadir di pikiran dan hati pemilih dengan sosok yang lebih baik daripada kompetitornya. Menunjukkan pada masyarakat pemilih mengapa ia berbeda, jelas berbeda, dan mengapa perbedaan itu membuatnya menjadi pilihan yang unggul.

Pada umumnya menaklukkan petahana dimungkinkan dengan segala persiapan yang mumpuni, strategi jitu dan tentunya kerja keras.

Pergerakan hendaklah lebih intens. Sebab, posisi elektoral seorang penantang mungkin masih tertinggal bahkan jauh tertinggal dari petahana. Disadari atau tidak, pilkada di tengah pandemi atau istilah kerennya “Pilkada New Normal” menimbulkan banyak pembatasan ruang gerak.

Keadaan seperti ini, menjadi hambatan baru yang unpredictable bagi seorang penantang yang ingin meningkatkan tren popularitas dan elektabilitasnya.

Olehnya itu, penantang memang harus lebih aktif dan kreatif dalam berkampanye di tengah perubahan-perubahan itu. Jangan jadikan ruang-ruang yang terbatas itu sebagai tembok tinggi yang tak mampu dilewati. Karena sejatinya, seorang penantang memiliki nyali yang besar, mental bertarung yang tangguh dan rela berkorban demi cita-cita mulia.

Aturlah langkah dan irama dalam berkontestasi. Tunjukkan pada pemilih bahwa ada perbedaan yang mencolok antara Anda dan lawan Anda pada masalah yang Anda tentukan.

Katakan pada mereka mengapa Anda adalah kandidat yang lebih kuat. Cerdas menggunakan narasi dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat pemilih. Kemas pesan campaign Anda secara memikat.

Content is king. Konten adalah raja. Kampanye adalah pertarungan konten. Cara dan pendekatan campaign dari beberapa kontestan dalam suatu kompetisi mungkin sama. Tapi ada satu hal yang bisa membuat perbedaan, yakni konten. Apa isi dari pesan kampanye yang hendak disampaikan.

Sebuah konten menarik bisa menciptakan pengaruh yang besar. Jika relevan dan konsisten dilakukan secara terus menerus.

Di samping itu, seorang penantang harus jeli melihat kelemahan kompetitornya. Karena di situ, ada cela yang terbuka bisa dimanfaatkan untuk menarik turun elektabilitas lawan.

Tak perlu selalu menunggu momentum untuk kemudian bergerak. Sebab, momentum bisa diciptakan.

Waktu terus berjalan, hari pemilihan tersisa beberapa bulan lagi. Buatlah langkah sesering mungkin menyapa warga pemilih dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Sebab, hanya penantang yang benar-benar serius dan siap yang memiliki kans untuk memenangkan pertarungan.

Jangan gentar apalagi takut. Sejarah pilkada langsung di Indonesia telah menegaskan bahwa tak sedikit petahana mengalami kekalahan. Sepanjang peluit akhir pertandingan belum berbunyi, peluang menang masih tetap terbuka.

Bukankah sebagian keberhasilan dari seorang penantang terjadi gegara hoki dan terpelesetnya petahana di tengah jalan. Misi impossible bisa jadi possible. Peristiwa tersebut bisa saja menimpa Anda.

So, banyak alasan dan jalan untuk menang, kalahpun demikian. (**)

PENULIS: Nursandy Syam, Manager Strategi Dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI)

ADVERTISEMENT