KORANSERUYA.COM — Tak hanya masalah kesehatan, pandemi juga berdampak pada meningkatnnya angka kemiskinan sepanjang tahun saat ini.
Seperti yang dialami keluarga Hariani (40) yang bertempat di Jalan Lingkar TPI, Kecamatan Wara Timur, Kota Palopo tepatnya di belakang Dinas Perikanan harus bertahan hidup dengan penuh kekurangan.
Saat ditemui oleh awak media, terdapat 5 orang keluarga miskin yakni Ramli (70), Hariani (40) beserta 2 anaknya Fadli (15) dan Mulyani (14) serta kakak dari Hariani, Rosnani yang mengedap penyakit ayam.
Keluarga yang telah tinggal kurang lebih 30 tahun itu mengalami kesulitan dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Hariani kini menjadi tukang bersih-bersih di kantor Dinas Perikanan Kota Palopo.
Ibu Hariani yang berkerja sebagai tukang kebersihan di Dinas Perikanan Kota Palopo dengan minimal upah yang dia terima Rp400.000 per bulan.
“Iya nak, saya menghidupi keluaraga ku kodong. Jadi saya harus berkerja, terkadang saya ambil panjar untuk beli beras sebelum pas waktunya terima gaji,” ucapnya dengan nada sedih.
Dengan begitu, Hariani, yang menjadi tulang punggung keluarga juga pernah menjadi buruh cuci panggilan, yang dimana menurutnya, sejak pandemi, sudah tak ada lagi yang menggunakan jasanya.
“Dulu saya menjadi buruh cuci jika ada yang memanggil, tapi semenjak pandemi, sudah tidak pernah lagi dipanggil untuk mencuci,”katanya,
Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, Hariani juga harus membagi waktunya untuk mengurus anaknya Fadli yang menderita disabilitas sejak kecil.
Sementara, bapak dari Hariani yakni Ramli juga mengidap penyakit bawaan yang membuatnya harus rutin kontrol ke rumah sakit.
“Cuman saya sendiri yang bekerja, karena bapak (Ramli) mengidap penyakit bawaan yang membuat perutnya bengkak dan harus rutin kontrol ke rumah sakit,” ujarnya.
Anak kedua Hariani, Mulyani juga harus bertahan di tengah kesulitan ekonomi keluarga untuk tetap menjalankan studinya di SMP Negeri 4 Palopo.
Menurut Hariani, anaknya itu saat hendak mengikuti mata pelajaran harus berjalan kaki ke rumah temannya karena tidak memiliki handphone untuk belajar.
“Anak kedua saya saat ini kelas 2 di SMP Negeri 4 Palopo, kalau ingin belajar yah harus ke rumah temannya dengan berjalan kaki,” katanya.
Untuk diketahui, Hariani menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Ditanya soal rumahnya mereka tempat, Hariani mengatakan Alhamdulilah ini adalah rumah saya dan sudah lama kami berdomisili sini nak.
“Ini rumah saya nak, kadang waktu hujan dikena hujan serta kalau air laut besar. Kami pun harus menginap di Musolah beserta anaknya dan bapak,” tuturnya.
(ayb)