LUTIM — Untuk mendukung operasinya di Sorowako, Sulawesi Selatan, khususnya kebutuhan energi listrik untuk tanur peleburan dan pengolahan nikel, PT Vale membangun dan mengoperasikan 3 (tiga) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yaitu PLTA Larona, PLTA Balambano dan PLTA Karebbe.
Ketiga PLTA yang beroperasi sejak tahun 1978, 1999 dan 2011 menghasilkan energi listrik sebesar 365 megawatt. Turbin dan generator digerakkan oleh aliran air Sungai Larona yang ditampung pada tiga bendungan.
Dalam pengoperasian ketiga bendungan, PT Vale telah mengantongi Izin Operasi berdasarkan rekomendasi Komisi Keamanan Bendungan sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 72/PRT/1997 tentang Keamanan Bendungan, serta dilengkapi sejumlah dokumen perizinan.
Keamanan bendungan dalam aspek pembangunan dan pengelolaan bendungan harus dilaksanakan sesuai dengan konsepsi dan kaidah-kaidah keamanan bendungan sebagaimana tertuang dalam norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM) yang berlaku.
Konsepsi keamanan bendungan mengacu pada tiga aspek utama yaitu keamanan struktur, operasi dan pemantauan-pemeliharaan, serta kesiapsiagaan tindak darurat.
Sebagai antisipasi terjadinya keadaan darurat, PT Vale telah melakukan studi dan konsultasi penerapan Rencana Tindak Darurat (RTD) yang diatur sesuai UU Penanggulangan Bencana (UU No. 24/2007), Peraturan Pemerintah tentang Bendungan (PP No. 37/2010), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR No. 27/PRT/M/2015), dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP No. 21/2008).
PT Vale mengoperasikan ketiga PLTA dan melakukan inspeksi rutin terhadap ketiga bendungan dan peralatannya berdasarkan Standard Operating Procedure (SOP).
Saat dirasakan terjadi gempa bumi, Vale melakukan inspeksi visual serta geoteknik instrumentasi untuk mendapatkan gambaran pada alat atau area kiritikal (yaitu kondisi bendungan, kanal, head pond, bangunan powerhouse, dan jaringan tower).
Vale juga melakukan pengambilan data seismograf dari ETNA (alat ukur kegempaan yang dipasang pada beberapa titik area bendungan) untuk dianalisis dan dilaporkan.
Dalam mengantisipasi kondisi darurat banjir kami menggunakan sistem peringatan banjir yang disebut Flood Warning System (FWS).
Sistem peringatan banjir ini akan memberikan peringatan dalam bentuk sirene apabila level ketinggian air sungai dianggap melebihi batas normal atau berpotensi banjir.
“RTD diimplementasikan PT Vale untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat serta menjaga kesinambungan lingkungan akibat pembangunan dan operasionalisasi PLTA. Ini meliputi tanggung jawab dalam hal pemantauan dan perawatan PLTA, implementasi sistem peringatan bencana, serta tindakan evakuasi apabila terjadi bencana,” terang Gunawardana Vinyaman, Director of Communications & External Affairs PT Vale dalam rilis yang diterima Koranseruya.com, Jumat (12/10/18).
Dokumen RTD Bendungan PT Vale telah dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari Balai Bendungan, Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang (BBWS PJ) dan Bupati Luwu Timur.
“Saat ini kami sedang melakukan persiapan simulasi RTD dengan melibatkan pihak-pihak terkait. Akan kita lakukan setelah fokus penanganan tanggap darurat pada bencana gempa di Palu,” imbuh Gunawardana.
Dalam imlementasinya nanti, RTD dilaksanakan melalui Unit Pengelola Bendungan (UPB) yang merupakan kerjasama PT Vale dengan perangkat Pemerintah Luwu Timur, terutama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Perangkat Pemerintah Kabupaten Luwu Timur lainnya yang terlibat adalah Koramil, Kepolisian, Dinas Nakertrans, Dinas Perhubungan, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, Dinas Kesehatan, dan Palang Merah Indonesia, ditambah koordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisikai (BMKG) Balai Wilayah IV. (rls/asm)